Wednesday, March 21, 2012

Kisah Pertaubatan Nabi Musa as

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata, “Ketika Nabi Musa as telah mendengar firman Allah SWT, maka beliau berkeinginan keras untuk dapat melihat Tuhan, lalu beliau pun berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau!” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah kepada bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagaimana sediakala), niscaya kamu dapat melihat-Ku.” (QS Al A’raaf: 143)

Muhammad bin Ishaq berkata, “Seseorang di antara mereka yang kupercayai berkata kepadaku, “Allah SWT telah berfirman, “Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seseorang yang sanggup melihat-Ku, kemudian (setelah itu) dia akan mampu tetap hidup.” Nabi Musa as lalu berkata, “Tuhanku, tidak ada seorang pun yang menyekutui-Mu, sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati lebih aku sukai daripada aku tidak dapat melihat Engkau dan terus hidup. Tuhanku, sempurnakanlah nikmat, keanugerahan dan kebijakan-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonan ini dan aku rela mati setelah itu.”

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Ketika Allah Yang Maha Pengasih terhadap makhluk-Nya mengetahui Musa ingin sekali dikabulkan permohonannya, maka Allah SWT lalu berfirman, ‘Pergilah kamu, lalu perhatikan batu yang ada di puncak bukit itu. Duduklah kamu di atas batu itu, kemudian Aku akan menurunkan balatentara-Ku kepadamu!”

Musa as pun melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Dan ketika Nabi Musa as telah berada di atas batu itu, kepadanya Allah lalu menampakkan balatentara-Nya (malaikat) dari ketujuh langit. Diperintahkan-Nya malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri di hadapan Musa as. Mereka pun berlalu di hadapan Musa as sambil mengeraskan suaranya dalam membaca tasbih dan tahlil bagaikan petir yang menyambar-nyambar. Kemudian diperintahkan-Nya kepada malaikat penghuni langit kedua agar menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Mereka pun menjalankannya. Selanjutnya mereka berlalu di hadapan Nabi Musa as dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Mereka ini bersayap dan mempunyai raut muka. Di antara mereka ada yang berbentuk singa. Mereka mengeraskan suaranya dengan membaca tasbih.

Mendengar suara itu, Nabi Musa as pun ngeri dan berkata, “Wahai Tuhanku, aku menyesal atas permohonanku. Tuhanku, adakah Engkau berkenan menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?”

Pimpinan dari kelompok malaikat itu berkata, “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang kamu minta, apa yang kamu lihat ini baru sebagian kecil saja!”

Allah SWT kemudian memerintahkan kepada para malaikat penghuni langit ketiga agar mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Lalu, keluarlah beberapa malaikat yang tiada terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti kobaran api yang menjilat-jilat. Mereka memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara penuh hiruk-pikuk.

Mendengar suara ini, maka semakin terkejutlah Nabi Musa as dan timbullah rasa su’udzan beliau, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin dari tiga kelompok malaikat itu berkata, “Wahai putra Imran, bersabarlah sehingga kamu melihat lagi apa yang kamu tidak sanggup melihatnya!”

Allah SWT kemudian memberikan wahyu kepada para malaikat penghuni langit keempat, “Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!”

Para penghuni langit keempat ini pun turun. Di antara mereka ada yang berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat dan ada pula yang seperti salju. Mereka mempunyai suara melengking dengan mengumandangkan tasbih dan taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara malaikat-malaikat terdahulu. Kepada Musa, ketua kelompok malaikat itu berkata, “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang engkau minta!”

Demikianlah, penghuni dari setiap langit yang ada sampai penghuni langit ketujuh, satu demi satu turun di hadapan Nabi Musa as, dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam pula. Semua malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak panjang. Setiap tombak panjangnya sepanjang sebatang kurma yang tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang melebihi sinar matahari.

Musa as menangis sambil meratap-ratap, katanya, “Wahai Tuhanku, ingatlah aku dan jangan lupakan diriku ini. Aku adalah hamba-Mu. Aku tidak mempunyai keyakinan, bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini. Jika aku keluar, aku akan terbakar dan jika aku tetap diam di tempat, maka aku akan mati.”

Ketua kelompok malaikat itu pun berkata kepada Musa as, “Nyaris dirimu dipenuhi dengan ketakutan dan nyaris pula hatimu lepas. Tempat yang kamu gunakan untuk duduk inilah merupakan suatu tempat yang kamu pergunakan untuk melihat-Nya.”

Kemudian turunlah malaikat Jibril, Mika’il, Israfil dan semua malaikat penghuni langit ketujuh yang ada, termasuk malaikat penyangga Arsy dan Kursi. Mereka ini bersama-sama menghadap Nabi Musa as seraya berkata, “Wahai orang yang terus-menerus salah, apa yang menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri untuk memohon kepada Tuhanmu agar kamu dapat melihat kepada-Nya?”

Musa as terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya dan seakan-akan luruh tulang-tulang persendiannya.
Ketika Allah SWT mengetahui semua itu, maka diperlihatkan-Nya kepada Nabi Musa as akan tiang-tiang penyangga Arsy, lalu Nabi Musa as bersandar pada tiang-tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.

Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya, “Hai Musa, demi Allah, kami ini sekalipun berkedudukan sebagai pemimpin-pemimpin para malaikat, sejak diciptakan tidak berani mengangkat pandangan mata kami ke arah Arsy karena khawatir dan sangat takut, mengapa kamu sampai melakukan hal itu wahai hamba yang lemah?”

Musa as menjawab – setelah merasa tenang, “Wahai Israfil, Aku ingin mengetahui akan keagungan Tuhanku yang selama ini belum pernah aku ketahui.”

Allah SWT kemudian memberikan wahyu kepada langit, “Aku akan menampakkan pada bukit itu.”
Maka bergetarlah seluruh langit, bumi, gunung, matahari, bulan, bintang, mega, surga, neraka, malaikat dan lautan. Semua tersungkur bersujud, sementara Musa as masih memandang ke arah bukit itu. “Tatkala Tuhannya menampak pada bukit itu, dibuat-Nya bukit hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan.”(QS Al A’raaf: 143)
Yakni, Musa pun seakan-akan meninggal karena pancaran cahaya Tuhan yang mulia dan terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terbalik menjadi semacam kubah (yang melindungi Nabi Musa as) agar tidak terbakar.”

Al Hasan mengatakan, “Allah SWT lalu mengutus Jibril as membalikkan batu dari tubuh Nabi Musa dan membimbingnya berdiri. Musa pun berdiri seraya berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau – atas apa yang telah aku minta – dan aku adalah orang yang pertama kali beriman.” Maksudnya, aku (Nabi Musa as) adalah orang yang pertama kali beriman, bahwa sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang mampu melihat-Mu, kecuali dia akan meninggal.

Ada juga yang menafsirkan, “Aku adalah orang yang pertama kali beriman, bahwasanya tidak seorang pun yang mampu melihat-Mu di dunia ini.”

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

Saturday, March 17, 2012

Kisah Pertaubatan Nabi Nuh as



Sesungguhnya Nabi Nuh as ingin menagih janji Allah SWT tentang keselamatan keluarganya. Nuh as pun berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku ini termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.” (QS Huud: 45)

Allah lalu menegurnya dalam Kitab-Nya, “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS Huud: 46)

Karena seharusnya Nabi Nuh as mengetahui bahwa orang yang ada di luar perahu bukanlah orang yang dijanjikan untuk diberi keselamatan. Maka, Nabi Nuh as pun lalu memohon ampunan dan kasih sayang kepada Allah atas keteledorannya seraya berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Huud: 47)

Kepada Nabi Nuh as, Allah SWT lalu berfirman, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu, dan atas umat-umat (yang Mukmin) dari orang-orang yang bersamamu.” (QS Huud: 48)

Allah kemudian menyelamatkan Nuh as dan orang-orang yang beriman bersamanya.

Dari Wuhaib bin Al Ward, ia berkata, “Ketika Allah SWT menyalahkan perbuatan Nuh as tentang putra laki-lakinya, maka Allah pun menyampaikan wahyu kepadanya, “Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS Huud: 46)

Wuhaib menambahkan, “Lalu Nabi Nuh as menangis selama tiga ratus tahun sehingga di bawah matanya terdapat semacam anak sungai.”

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

Kisah Pertaubatan Nabi Adam as


Dari Mujahid, bahwasanya ketika Adam as memakan (buah) suatu pohon (yang ada di surga), seketika itu terlepaslah semua perhiasan surga (yang dipakainya) dan sedikit pun dia tidak mengenakan apapun, kecuali hanya mahkota saja.

Dia tidak mampu menutupi dirinya dengan dedaunan yang ada di surga. Setiap kali berusaha untuk menutupinya, maka terlepas dedaunan itu dari badannya. Sambil menangis, Adam lalu menengok kepada Hawa seraya berkata, “Persiapkanlah dirimu untuk keluar dari sisi Allah.” Inilah awal munculnya tragedi maksiat.

Hawa lalu menjawab, “Wahai Adam, selamanya aku tidak pernah menyangka ada orang yang berani bersumpah palsu kepada Allah.”

Itulah iblis yang telah bersumpah kepada Adam dan Hawa atas suatu pohon. Ketika di surga, Adam as selalu berlari kesana-kemari karena merasa malu kepada Allah Tuhan semesta alam, tiba-tiba pepohonan bergantung pada sebagian cabang-cabangnya, sehingga Adam mengira bahwa azab Allah dipercepat. Adam lalu menundukkan kepalanya seraya berkata, “Ampun-ampun!” Allah SWT lalu berfirman, “Wahai Adam, adakah kamu akan melarikan diri dari-Ku?”Adam pun menjawab, “Tidak, tetapi aku malu kepada Engkau wahai Tuhanku!”

Allah kemudian memberikan wahyu kepada dua malaikat, “Keluarkanlah Adam dan Hawa dari sisi-Ku, karena mereka berdua telah mendurhakai-Ku!”

Jibril pun melepaskan mahkota yang bertahta di kepala Adam dan Mikail melepas mahkota yang menempel di keningnya.

Setelah Adam as diturunkan dari suatu tempat suci ke tempat penuh kelaparan, dia pun menangisi kesalahannya selama seratus tahun. Dia selalu menelungkupkan kepalanya di atas kedua lututnya, sehingga tetesan air matanya yang membasahi bumi menumbuhkan rerumputan dan pepohonan, menggenangi pula ceruk-ceruk bebatuan.

Dari Wahb bin Munabbih, bahwasanya Adam as berada dalam murka (Allah) selama tujuh hari, kemudian pada hari ketujuh Allah menampakkan diri, sedang Adam as menunduk memendam kesedihan yang sangat mendalam. Allah kemudian memberi wahyu kepadanya, “Wahai Adam, kesedihan apakah yang Aku lihat menimpamu hari ini? Bencana apakah yang menimpamu sehingga hal itu membuatmu terhanyut?”

Adam as menjawab, “Sungguh besar musibahku wahai Tuhanku, aku telah diliputi oleh kesalahanku sendiri dan aku telah keluar dari kerajaan Tuhanku, sehingga aku berada di wilayah kehinaan yang sebelumnya aku berada di wilayah kemuliaan. Aku berada dalam wilayah celaka yang sebelumnya aku berada dalam kebahagiaan, aku berada dalam wilayah yang sulit dimana sebelumya aku berada dalam kemewahan dan kemakmuran.

Aku berada di wilayah penuh bencana yang sebelumnya aku berada di wilayah yang penuh keselamatan; aku sekarang berada di wilayah yang bakal sirna dan musnah setelah berada dalam wilayah yang tenang dan tentram. Aku sekarang berada dalam wilayah yang hancur setelah berada dalam wilayah yang kekal abadi, dan aku sekarang berada dalam wilayah yang penuh tipuan setelah berada dalam wilayah yang aman.

Tuhanku, bagaimana mungkin aku tidak menangisi kesalahanku?
Bagaimana mungkin aku tidak meratapi diriku sendiri?
Atau bagaimana mungkin aku dapat menggantikan bencana dan musibah ini, wahai Tuhanku?”

Allah SWT berfirman kepada Adam, “Bukankah Aku telah memilihmu untuk diri-Ku, Aku telah menghalalkan rumah-Ku untuk dirimu, Aku telah memilihmu atas semua makhluk-Ku, Aku telah mengkhususkan keramat-Ku terhadap dirimu, Aku telah mencurahkan kecintaan-Ku kepada dirimu dan Aku telah memberi peringatan kepadamu akan kemurkaan-Ku?

Bukankah Aku telah menciptakanmu sendiri, Aku telah meniupkan nyawa ke dalam tubuhmu, Aku telah memerintahkan para malaikat agar bersujud kepadamu?

Bukankah Aku telah menjadikanmu sebagai pendamping-Ku di surga-Ku. Kamu telah menggunakan keramat-Ku sekehendakmu sendiri, sehingga kamu telah mendurhakai perintah-Ku, kamu telah melupakan janji-Ku dan kamu telah menyia-nyiakan wasiat-Ku?

Lalu bagaimana sekarang kamu akan memungkiri siksaan-Ku? Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, seandainya di muka bumi ini penuh dengan orang-orang yang seperti kamu, (mereka) selalu bertasbih malam dan siang hari tiada henti-hentinya (QS Al Anbiya: 20) Kemudian mereka mendurhakai Aku, maka Aku akan memberikan tempat kepada mereka sebagaimana tempat orang-orang yang durhaka!

Sesungguhnya Aku mengasihani kelemahanmu, mengangkatmu dari kejatuhan, menerima taubatmu, mendengarkan permohonanmu yang tulus dan Aku telah mengampuni dosamu. Sekarang ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illa anta subhanaka Allahumma wabihamdika dzalamtu nafsii wa’amiltus suu’a fatub ‘alayya innaka anta-tawwabur rahiiim (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau ya Allah dengan segala puji-Mu, aku telah menganiaya diriku sendiri dan aku telah melakukan kejahatan, maka terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Pengasih). Adam pun mengikuti membacanya.

Kepada Adam, Allah SWT berfirman kembali, “Ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa anta subhanaka Allaahumma wabihamdika dzalamtu nafsii wa’amiltus suu’a faghfirlii innaka antal ghafuurur rahiim (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau wahai Tuhanku, dan dengan segala puji-Mu aku telah menganiaya diriku sendiri, dan aku telah melakukan kejahatan, maka ampunilah aku, karena sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih). Adam pun mengucapkannya.

Allah berfirman pula kepada Adam, “Ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa anta subhaanaka Allaahumma wabihamdika dzalamtu nafsii wa’amiltus suu’a farhamnii innaka arhamur raahimiin (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau dan dengan segala puji-Mu aku telah menganiaya diriku sendiri dan aku telah melakukan kejahatan, maka kasihanilah aku, karena sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pengasih di antara yang pengasih.’”

Wahb bin Munabbih lalu berkata, “Begitu besar musibah yang menimpa Adam as, hingga membuatnya selalu menangis dan memendam kesedihan yang mendalam, bahkan malaikat pun merasa iba, turut bersedih dan menangis bersamanya. Di surga, Adam telah menangis selama dua ratus tahun, kemudian Allah mengutus kepada Adam sebuah tenda dari sekian banyak tenda yang ada di surga. Allah meletakkannya di tempat berdirinya Ka’bah, sebelum Ka’bah itu sendiri diciptakan.

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

Wednesday, March 14, 2012

Kisah Pertaubatan Malaikat Harut dan Marut


Diriwayatkan dari Nafi' dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Nabi saw pernah bersabda,

"Ketika Nabi Adam as diturunkan oleh Allah ke bumi, maka berkatalah malaikat, 'Wahai Tuhanku, mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’
Allah SWT berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui.’”
(QS Al Baqarah: 30)

Para malaikat kemudian berkata lagi, “Kami adalah makhluk yang lebih patuh kepada Engkau dibanding anak cucu Adam.”

Kepada malaikat, Allah lalu berfirman, “Panggillah kemari dua malaikat. Aku akan menurunkan mereka ke bumi sehingga kalian dapat melihat bagaimana kedua malaikat itu berkiprah!”

Para malaikat lalu menjawab, “Tuhanku, Harut dan Marut saja!”

Harut dan Marut pun kemudian diturunkan ke bumi dan untuk mereka berdua, Allah menciptakan seorang wanita dari bunga (Zahrah) yang teramat cantik. Zahrah pun mendatangi kedua malaikat tersebut dan selanjutnya bertanyalah keduanya tentang keadaan Zahrah. Zahrah lalu menjawab, “Tidak, demi Allah, sehingga kalian mau mengucapkan kalimat musyrik ini!”


Kedua malaikat itu pun menjawab, “Tidak, demi Allah, sedikit pun kami tidak akan mau mempersekutukan Allah untuk selama-lamanya!”

Zahrah akhirnya berlalu dari hadapan mereka berdua. Beberapa saat kemudian, dia pun kembali lagi dengan menggendong anak kecil. Setelah Zahrah mendekat kepada kedua malaikat tersebut, mereka lalu bertanya kepadanya. Dan dijawab oleh Zahrah, “Tidak, demi Allah, sebelum kalian bersedia membunuh anak kecil ini!”

Kedua malaikat itu menjawab, “Tidak, demi Allah, selamanya aku tidak akan membunuhnya!”


Zahrah lalu pergi meninggalkan mereka, dan akhirnya datang menemui mereka kembali sambil membawa segelas arak. Kedua malaikat itu pun bertanya tentang keadaan Zahrah. Zahrah berkata, “Tidak, demi Allah, sebelum kalian berdua mau minum arak ini!”

Akhirnya kedua malaikat pun meminumnya hingga membuatnya mabuk dan kemudian keduanya berzina dengan Zahrah dan selanjutnya mereka pun membunuh anak kecil tersebut.

Setelah kedua malaikat itu sadar, Zahrah pun berkata, “Demi Allah, ketika kalian dalam keadaan mabuk tadi, kalian telah melakukan semua yang telah kalian tolak sebelumnya.”

Akhirnya Harut dan Marut disuruh memilih antara siksaan yang ada di dunia dan yang ada di akhirat. Keduanya lantas memilih siksaan di dunia.


Diriwayatkan dari Makhul, dari Mu’adz, ia berkata, “Ketika dua malaikat itu telah pulih kembali kondisinya, maka datanglah dari sisi Allah malaikat Jibril kepada mereka. Pada saat Jibril datang, kedua malaikat itu sedang menangis dan Jibril pun ikut menangis seraya berkata,
“Cobaan apakah yang membuat kalian menjadi hanyut seperti ini?”
Mendengar ucapan Jibril ini, tangis keduanya bahkan semakin menjadi.
Jibril lalu berkata, “Sesungguhnya Tuhan kalian telah memerintahkan kepada kalian untuk memilih antara azab di dunia atau nasib kalian berada dalam kehendak Allah, menyiksa kalian atau mengasihani kalian sesuai kehendak-Nya. Atau kalian lebih suka disiksa di akhirat.”

Dan tahulah mereka bahwa dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat adalah kekal abadi dan sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua hamba-Nya, karenanya mereka pun memilih hukuman di dunia dan berada dalam kehendak-Nya.

Perawi hadis ini berkata, “Harut dan Marut pada saat itu berada di wilayah Babil Persia, mereka digantung di antara dua gunung pada sebuah gua bawah tanah. Setiap harinya mereka disiksa hingga pagi hari.”

Ketika hal tersebut diketahui oleh para malaikat yang lain, mereka ini lalu mengepak-ngepakkan sayapnya di Baitullah seraya berkata, “Ya Allah, ampunilah anak cucu Adam, karena kami kagum bagaimana mereka dapat menyembah dan taat kepada Allah, padahal mereka dikelilingi beberapa kesenangan dan kelezatan.”

Al Kalabi berkata, “Setelah itu, para malaikat pun senantiasa memohon ampunan kepada anak cucu Adam. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, “Dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhannya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi.” (QS Asy Syura: 5)

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya Allah SWT telah berfirman kepada para malaikat, “Pilihlah tiga yang termulia di antara kalian!” Para malaikat ini lalu memilih Azar, Azrayil dan Azwaya. Ketiga malaikat ini ketika telah diturunkan ke bumi, mereka dalam bentuk dan watak seperti anak Adam. Ketika Azar telah mengetahui semuanya dan mengerti akan fitnah yang ada, maka dia berkesimpulan, bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakannya. Akhirnya, Azar pun memohon ampunan kepada Allah SWT serta memohon maaf kepada-Nya, dan Allah pun mengampuninya.

Kemudian diceritakan dalam hadis lain, bahwa setelah itu Azar tidak berani mengangkat kepalanya karena merasa malu kepada Allah SWT.

Rabi ‘ bin Anas berkata, “Ketika Harut dan Marut sudah siuman dari mabuknya, mereka pun akhirnya menyadari akan kesalahan yang telah diperbuatnya selama dalam kondisi mabuk, dan hal tersebut amat mereka sesali. Mereka ingin kembali naik ke atas langit, akan tetapi mereka sama sekali tidak mampu melakukannya, bahkan tidak mendapatkan ijin. Mereka pun menangis sejadi-jadinya, meratapi nasib mereka.

Kedua malaikat ini lalu mendatangi Nabi Idris as seraya berkata, “Aku mohon agar engkau mau mendoakan aku kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya di langit aku telah mendengar bahwa engkau disebut-sebut sebagai orang yang baik.”

Nabi Idris lalu mendoakan kedua malaikat itu dan doanya pun dikabulkan, hingga pada akhirnya mereka diperintahkan agar memilih antara azab di dunia dan azab di akhirat.

Diceritakan pula bahwa ketika para malaikat berkata kepada Allah SWT, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” Maka mereka pun mengelilingi Arsy selama empat ribu tahun. Mereka memohon ampun kepada Allah SWT, karena telah berani menentang-Nya.

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya, 1999)