Monday, April 29, 2013

Sang Murid Kesayangan

Salah seorang syeikh mempunyai beberapa orang murid, dan dia lebih menyukai salah seorang muridnya, dan memberinya perhatian lebih daripada murid-muridnya yang lain. Ketika dia ditanya tentang hal itu, dia menjawab, “Aku akan menunjukkan kepadamu mengapa aku bersikap demikian terhadapnya.” 

Lalu diberikannya kepada setiap orang muridnya sekor burung dan memerintahkan kepada mereka, Sembelihlah burung-burung itu di suatu tempat di mana tidak seorang pun melihatnya. Mereka semua lalu berangkat, kemudian masing-masing kembali dengan burung sembelihannya. Tetapi murid yang disayangi syeikh itu kembali dengan membawa burungnya yang masih hidup. Ketika syeikhnya bertanya, “Mengapa engkau tidak menyembelih burungmu?” Si murid menjawab, “Tuan memerintahkan saya supaya menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat oleh sesiapa pun, dan saya tidak dapat menemukan tempat seperti itu.

Pelayan Sang Raja

Ada seorang raja yang mempunyai seorang pelayan yang mendapat perhatian lebih dari pelayan lainnya. Tidak seorang pun diantara mereka yang lebih beharga atau lebih tampan dari pelayan yang satu itu. Sang raja ditanya tentang hal ini, maka dia lalu ingin menjelaskan kepada mereka kelebihan pelayannaya itu dari pelayan yang lain dalam pengabdiannya. 

Suatu hari beliau telah mengenderai kuda bersama para pengiringnya. Di kejauhan nampak sebuah gunung berpuncakkan salju. Sang raja melihat kepada salju itu dan membungkukkan kepadalanya. Si pelayan lalu memacu kudanya. Tidak lama kemudian dia kembali dengan membawa sedikit salju. 

Sang raja bertanya kepadanya, "Bagaimana engkau tahu bahawa aku menginginkan salju?.."
Si pelayan menjawab, “ Karena paduka melihatnya, dan seorang raja hanya melihat sesuatu jika dia mempunyai niat yang kuat”. 
Maka sang raja lalu berkata, “Aku memberinya anugerah dan kehormatan khusus, karena bagi setiap orang ada pekerjaannya sendiri, dan pekerjaannya adalah mengamati pandangan mataku dan memperhatikan keadaanku dengan penuh perhatian.”[]

Friday, April 19, 2013

Ketakjuban Rasulullah saw Pada Seseorang


Telah diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw sedang makan-makan.
Lalu datanglah seorang lelaki hitam yang berpenyakit cacar sedang mengupas-ngupas. Maka apabila lelaki hitam itu duduk di samping seseorang, berdirilah orang yang duduk di sampingnya.

Kemudian Nabi saw menyuruh orang hitam itu duduk di sampingnya.
Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya menakjubkan aku bahwa seseorang membawa sesuatu pada tangannya, ia bekerja untuk keluarganya, ia menolak kesombongan dengan pekerjaannya itu dari dirinya.”[]

Hati-hati Mencibir Seseorang


Diriwayatkan bahwasanya Nabi saw berada dalam suatu golongan dari sahabat-sahabat di rumahnya dimana mereka makan-makan.

Maka berdirilah seorang peminta-minta yang sakit lumpuh yang tidak disenangi orang. Kemudian peminta-minta itu diizinkan masuk. Lalu ia didudukkan oleh Rasulullah di pangkuannya.
Kemudian beliau berkata kepadanya, “Makanlah!”

Maka ada seorang Quraisy yang merasa jijik dan tidak senang kepadanya. Sehingga matilah Quraisy itu dimana ia pun terkena penyakit lumpuh seperti yang diderita oleh peminta-minta itu.[]

Pelajaran Untuk Sederhana


Dari Abu Salamah Al Madini dari ayahnya dari neneknya, ia berkata,
“Rasulullah saw pernah bersama kita di masjid Quba dimana beliau berpuasa. Maka kami bawakan ketika buka puasa segelas susu. Dan kami masukkan ke dalamnya sedikit madu. Maka ketika beliau mengangkat gelas itu dan merasakan susunya, beliau dapati rasa manisnya madu.

Lalu beliau bertanya, “Rasa apakah ini?”
Kami menjawab, “Wahai Rasulullah! Kami masukkan ke dalamnya sedikit madu.”
Kemudian Rasulullah meletakkan gelas itu seraya bersabda:

“Sesungguhnya saya tidaklah mengharamkan madu. Dan barangsiapa merendahkan diri karena Allah, niscaya ia diangkat derajatnya oleh Allah. Dan barangsiapa yang sederhana, niscaya dikayakan oleh Allah. Dan barangsiapa yang berbuat tabdzir (boros), niscaya dijadikan miskin oleh Allah. Dan barangsiapa banyak dzikir kepada Allah, niscaya ia dicintai oleh Allah”

(HR Al Bazzar)

Pertanyaan Pendeta Yahudi Tentang Surga


Pendeta Yahudi bertanya
“Apakah hadiah mereka ketika mereka memasuki surga?”
Rasulullah saw bersabda:
“Tambahan hati ikan paus.”

Pendeta Yahudi bertanya, “Lalu makanan apakah sesudah itu?”
Rasulullah bersabda:
“Disembelihkan bagi mereka lembu jantan surga yang dimakan di tepi-tepi surga.”

Pendeta Yahudi bertanya, “Apakah minuman mereka sesudah itu?”
Rasulullah saw berkata:
“Dari mata air di surga yang dinamakan Salsabil.”
Maka pendeta itu berkata, “Kamu benar”

(HR Muslim)

Kamar-Kamar Surga


Jabir ra berkata, “Rasulullah saw bersabda kepada kami:
“Maukah aku ceritakan kepada kamu tentang kamar-kamar surga?”

Saya berkata, “Ya, wahai Rasulullah, mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat atas engkau, demi engkau saya korbankan ayah ibuku.”

Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya di dalam surga ada kamar-kamar dari jenis-jenis permata yang luarnya dapat dilihat dari dalamnya dan dalamnya dapat dilihat dari luarnya. Di dalamnya ada kenikmatan, kelezatan dan kesenangan yang mata tidak pernah melihat dan telinga tidak mendengar dan tidak ada goresan atas hati manusia.”

Jabir bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagi siapakah kamar-kamar itu?”
Rasulullah saw bersabda:
“Bagi orang yang menyebarkan salam, memberi makan, mengekalkan puasa dan mengerjakan shalat malam, sedang manusia tidur.”

Jabir berkata, “Wahai Rasulullah! Siapa yang sanggup yang demikian itu?”
Rasulullah saw bersabda:
“Ummatku mampu yang demikian itu. Dan aku akan beritahukan kepadamu tentang yang demikian itu. Barangsiapa yang berjumpa dengan saudaranya, lalu ia mengucapkan salam kepadanya atau menjawab salam kepadanya, maka ia telah menyebarkan salam. Dan barangsiapa memberi makan kepada istrinya dan keluarganya sehingga mengenyangkan mereka, maka ia telah memberikan makanan. Dan barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan dari setiap bulan tiga hari, maka ia telah mengekalkan puasa dan barangsiapa shalat Isya yang akhir dan mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah, maka ia telah mengerjakan shalat malam, sedang manusia tidur.”
Maksudnya orang Yahudi, Nasrani dan Majusi.

(HR Abu Nu’aim)

Gerombolan Manusia Meminta Pertolongan Di Akhirat


Rasulullah saw bersabda:
“Aku adalah pemimpin para Rasul pada hari Kiamat. Apakah kamu tahu dari apa yang demikian itu? Allah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terakhir pada suatu dataran tinggi dimana seorang penyeru didengar oleh mereka, penglihatan menembus mereka dan matahari dekat. Maka manusia sampai dari kesusahan dan kesulitan kepada yang mereka tidak sanggup menanggungnya. Lalu manusia berkata kepada sebagian yang lain, “Apakah kamu tidak tahu apa yang telah sampai kepadamu. Apakah kamu tidak melihat siapa yang memohon syafaat bagi kepada Tuhanmu?” Maka sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Haruslah kamu dengan Adam as”
“Lalu mereka datang kepada Adam lalu berkata kepadanya”; “Engkau adalah bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya. Dia menghembuskan padamu dari ruh-Nya dan Dia menyuruh para malaikat untuk bersujud kepadamu. Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada Tuhanmu! Apakah kamu tidak tahu apa yang menimpa kami? Apakah kamu tidak tahu apa yang telah sampai kepada kami?”
Maka Adam as menjawab, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini dengan kemarahan yang belum pernah Dia marah sebelumnya seperti itu dan sesudahnya seperti itu. Sesungguhnya Dia telah melarangku dari pohon lalu aku durhaka kepada-Nya. Pergilah kepada selain diriku, pergilah kepada Nuh.”
Lalu mereka datang kepada Nabi Nuh as, lantas mereka berkata, “Hai Nuh, engkau adalah Rasul yang pertama kepada penduduk bumi dan Allah telah menamakanmu hamba yang banyak bersyukur. Mohonlah syafa’at bagi kami kepada tuhanmu! Apakah kamu tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Maka Nabi Nuh as berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini dengan kemarahan yang tidak pernah Dia marah sebelumnya seperti dan sesudahnya seperti itu. Dan sesungguhnya telah ada bagiku suatu doa yang aku doakannya atas kaumku. Pergilah kepada selainku, pergilah kepada Ibrahim kekasih Allah.”
Lalu mereka datang kepada Ibrahim as, lantas mereka berkata: “Engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi. Mohonkanlah syafa’at kepada kami kepada Tuhanmu! Apakah engkau tidak melihat apa yang menimpa kami?”
Nabi Ibrahim as berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini dengan suatu kemarahan yang belum pernah Dia marah sebelumnya seperti itu dan sesudahnya seperti itu. Dan sesungguhnya aku telah berdusta tiga kali – dan ia menyebutkannya – Pergilah kepada selain diriku! Pergilah kepada Musa as.”
Lalu mereka datang kepada Nabi Musa as, lantas mereka berkata, “Hai Musa, engkau adalah rasul Allah, Dia telah melebihkanmu dengan risalah-Nya dan dengan kalam-Nya atas manusia. Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada Tuhanmu! Apakah kamu tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Nabi Musa as berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini dengan kemarahan yang belum pernah Dia marah sebelumnya seperti itu dan sesudahnya tidak akan marah seperti itu. Dan sesungguhnya aku telah membunuh jiwa yang aku tidak disuruh membunuhnya. Pergilah kepada selainku, pergilah kepada Isa as!”
Lalu mereka datang kepada Isa as, lantas mereka berkata, “Hai Isa, engkau adalah Rasul Allah dan kalimat-Nya yang diletakkan-Nya kepada Maryam, dan engkau adalah ruh daripada-Nya, dan engkau dapat berbicara kepada manusia ketika dalam ayunan. Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada Tuhanmu! Apakah engkau tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Nabi Isa as berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini dengan kemarahan yang tidak pernah Dia marah sebelumnya dan tidak akan marah sesudahnya seperti itu – dan ia tidak menyebut dosa -Pergilah kepada selainku, pergilah kepada Muhammad saw”
Lalu mereka datang kepadaku. Lantas mereka berkata, “Hai Muhammad, engkau adalah rasul Allah dan penutup para nabi. Dan Allah telah mengampuni bagimu dosa yang terdahulu dan yang terkemudian. Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada tuhanmu! Apakah engkau tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Maka aku berangkat, lalu aku datang di bawah ‘Arsy, maka aku jatuh bersujud kepada Tuhanku. Kemudian Allah membuka bagiku dari puji-pujiNya dan kebagusan sanjungan kepada-Nya, sesuatu yang tidak pernah dibukakan kepada seseorang sebelumku. Kemudian dikatakan, “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu dan mintalah, niscaya kamu diberi dan mintailah syafa’at, niscaya kamu diberi syafa’at.”
Maka aku berkata, “Ummatku, ummatku, wahai Tuhan!” Lalu dikatakan, “Hai Muhammad, masukkanlah dari ummatmu orang-orang yang tidak ada hisab atas mereka dari pintu yang kanan dari pintu-pintu surga. Dan mereka itu sekutu-sekutu manusia pada pintu-pintu yang selain pintu yang kanan itu!”
Kemudian beliau saw bersabda, “Demi Tuhan yang diriku di dalam kekuasaan-Nya. Sesungguhnya di antara daun-daun pintu surga itu seperti jarak antara Makkah dan Himyar atau seperti jarak antara Makkah dan Bashrah”
(HR Muttafaq’alaih)

Hari Ketika Setiap Orang Sibuk Dengan Dirinya


Hasan Al Bashri meriwayatkan,
“Sesungguhnya kepala Rasulullah saw berada di pangkuan Aisyah ra. Lalu beliau mengantuk, maka Aisyah ra mengingat akhirat, lalu ia menangis hingga mengalir air matanya. Lalu air mata itu menetes di atas pipi Rasulullah saw. Maka beliau terbangun, lalu beliau bersabda:

“Apakah yang membuat engkau menangis wahai Aisyah?”

Aisyah menjawab, “Aku mengingat akhirat. Apakah engkau akan mengingatkan keluargamu akan hari kiamat?”

Rasulullah saw bersabda:
“Demi Tuhan yang diriku di tangan-Nya. Terdapat tiga tempat saat seseorang tidak ingat kecuali kepada dirinya, yaitu ketika neraca-neraca diletakkan dan amal perbuatan ditimbang sehingga anak Adam memandang apakah ringan timbangannya atau berat, dan di sisi lembaran-lembaran amal, sehingga ia memandang apakah dengan tangan kanannya ia mengambil catatan amalnya atau dengan tangan kirinya dan ketika di sisi titian.”
(HR Abu Dawud)

Wasiat Sang Gadis Korban Wabah Kolera


Yazid bin Nu’amah berkata,
“Seorang gadis meninggal dunia dalam wabah penyakit kolera, lalu ayahnya bermimpi bertemu dengannya dalam tidur, kemudian ayahnya berkata kepadanya, “Hai anak perempuanku! Beritahukanlah kepadaku tentang akhirat!”

Gadis itu menjawab, “Hai ayahku! Kami datang kepada urusan yang besar yang kami mengerti dan tidak dapat mengerjakan, sedangkan kamu mengerjakan dan tidak mengerti. Demi Allah, satu kali tasbih atau dua kali tasbih atau satu rakaat dalam lapangan amal itu lebih aku sukai daripada dunia seisinya.”[]

Taqwa Dalam Hati Yang Susah


Abu Bakar Al Khatani berkata, “Saya bermimpi dalam tidur bertemu dengan seorang pemuda yang tidak pernah saya lihat lebih baik dari parasnya. Lalu saya bertanya kepadanya, “Siapa kamu?”
Pemuda itu menjawab, “Taqwa”
Saya bertanya, “Dimana kamu bertempat tinggal?”
Pemuda itu menjawab, “Di setiap hati yang susah”
Kemudian ia berpaling. Lalu tiba-tiba ada wanita hitam, lalu saya bertanya, “Siapa kamu?” Wanita itu menjawab, “Saya adalah penyakit.”
Saya bertanya, “Dimana kamu bertempat tinggal?”
Wanita itu menjawab, “Di setiap hati yang bersenang-senang lagi bersuka ria”
Abu Bakar Al Kathani lalu berkata, “Lalu saya terbangun dan berjanji tidak tertawa selain karena terpaksa.” []

Ganjaran Menanggung Kesedihan Di Dunia


Shaleh bin Basyir berkata, “Saya bermimpi bertemu dengan Atha’ ‘As Silmi dalam tidur, lalu saya berkata kepadanya, “Mudah-mudahan Allah merahmatimu. Sungguh kamu telah lama menanggung kesedihan di dunia.”

Atha’ As Silmi berkata, “Ingatla demi Allah. Dia telah membalas kepadaku yang demikian itu dengan istirahat yang lama dan kesenangan yang kekal.”
Lalu saya bertanya, “Di tingkat yang mana kamu?”
‘Atha As Silmi menjawab:

“Bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiqiin, syuhada dan orang-orang yang shaleh dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa:69) []

Ibnu Abbas Mimpi Husain Terbunuh


Ibnu Abbas ra bangun suatu kali dari tidurnya lalu ia membaca inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun dan ia berkata, “Al Husain terbunuh, demi Allah” dan itu adalah sebelum terbunuhnya.

Lalu para sahabat tidak percaya kepadanya, maka ia berkata, “Saya bermimpi bertemu Rasulullah saw dan bersama beliau terdapat kaca yang bersimbah darah, lalu beliau bersabda, “Apakah kamu tidak mengerti apa yang diperbuat oleh umatku sepeninggalku. Mereka membunuh cucuku Al Husain dan ini darahny dan darah teman-temannya yang aku angkat kepadanya Allah Ta’ala”

Maka datanglah berita setelah dua puluh empat hari mengenai terbunuhnya Al Husain dari hari yang dimimpikan Ibnu Abbas.[]

Diselamatkan Oleh Shalawat


Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Saya keluar untuk menunaikan ibadah haji, lalu saya ditemani oleh seorang laki-laki yang tidak berdiri, tidak duduk, tidak bergerak dan tidak tenang melainkan ia membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Lalu saya bertanya kepadanya tentang yang demikian itu. Maka ia menjawab,
“Saya akan memberitahukan kepadamu tentang yang demikian. Saya keluar pertama kali untuk pergi, kemudian saya tidur di salah satu bagian rumah, ketika saya tidur tiba-tiba datang kepadaku seseorang yang berkata, “Bangunlah, Allah telah mematikan ayahmu dan menghitamkan rupanya.”

Lalu saya bangun dengan terkejut, lantas saya segera melihat ayah saya dan ternyata ia telah meninggal dunia lagi hitam mukanya. Lalu rasa ketakutan menyergapku sedemikian rupa. Tidak lama kemudian, dalam kondisi yang masih bersedih, saya melihat empat orang hitam di sekitar ayahku membawa tiang-tiang besi. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang bagus wajahnya dan berkata kepada mereka, “Menyingkirlah!” lalu ia mengusap kepala ayahku dengan tangannya. Kemudian ia mendatangiku dan berkata, “Bangunlah, Allah telah memutihkan muka ayahmu.”
Lalu saya bertanya kepadanya, “Siapa engkau, wahai demi engkau saya korbankan ayah dan ibuku.”
Maka ia menjawab, “Muhammad”

Teman itu berkata, “Lalu saya membuka kain dari muka ayahku, tiba-tiba ia telah putih. Maka saya tidak pernah meninggalkan shalawat kepada Nabi saw setelah itu.”[]

Sunday, April 7, 2013

Berbicara Dengan Orang Yang Telah Meninggal


Ketika tokoh-tokoh golongan Quraisy terbunuh pada Perang Badar, maka Rasulullah saw memanggil mereka, lalu beliau bersabda:

“Hai fulan! Hai fulan! Aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhanku kepadaku itu benar, maka apakah kamu mendapatkan apa yang dijadikan Tuhanmu itu benar?”

Lalu ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memanggil mereka padahal mereka telah mati?”

Maka Rasulullah bersabda,
“Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya mereka itu lebih mendengar perkataan ini daripada kamu. Hanya saja mereka tidak mampu menjawab.”

(HR Muslim)

Dialog Dengan Orang Yang Telah Wafat


Seorang laki-laki dari keluarga ‘Ashim Al Jahdari berkata,
“Saya bermimpi bertemu ‘Ashim dalam tidurku setelah dua tahun ia meninggal dunia, lalu saya bertanya, “Bukankah kamu telah meninggal dunia?”
‘Ashim menjawab, “Ya”
Lalu saya bertanya, “Dimana kamu?”
Maka ‘Ashim menjawab, “Saya demi Allah dalam taman dari taman-taman surga, saya dan rombongan dari sahabatku berkumpul setiap malam Jum’at dan paginya ke tempat Abu Bakar bin Abdillah Al Muzani, lalu kami menerima berita-beritamu.”
Saya bertanya, “Bagaimana dengan tubuhmu dan ruhmu?”
Maka ‘Ashim menjawab, “Alangkah jauh, tubuh telah hancur dan sesungguhnya ruh-ruh itu bertemu.”
Keluarga ‘Ashim terus berkata, “Saya bertanya, “Apakah kamu tahu mengenai ziarah kamu kepadamu?”
‘Ashim menjawab, “Ya, kami tahu dengan ziarahmu pada sore hari Jum’at, hari Jum’at semuanya dan hari Sabtu sampai terbitnya matahari.”
Saya bertanya, “Mengapa tidak pada semua hari?”
‘Ashim menjawab, “Karena keutamaan hari Jum’at dan keagungannya.” []

Pemabuk Yang Diampuni


Diceritakan bahwa seorang laki-laki pemabuk dan pembuat onar meninggal dunia di salah satu sudut kota Bashrah. Lalu istrinya tidak menemukan orang yang membantunya dalam membawa jenazah, maka sang istri menyewa dua orang kuli untuk membawanya ke mushalla dimana tidak ada seorang pun yang melakukan shalat baginya, kemudian istrinya membawa jenazah itu ke sebuah padang sahara untuk dikebumikan.

Di atas bukit yang dekat dengan tempat kuburan itu ada seorang ahli zuhud, lalu istri itu melihat sang ahli zuhud seperti menanti kepada jenazah dan bermaksud melakukan shalat atasnya.

Maka tersebarlah berita bahwa seorang ahli zuhud turun dan melakukan shalat bagi si tukang onar, dan banyak orang heran atas sikap orang zuhud itu.
Maka sang ahli zuhud berkata, “Dikatakan kepadaku di waktu tidur, turunlah ke tempat si fulan, maka kamu melihat jenazah disana yang tidak ada seorang pun bersamanya selain istrinya, lalu kerjakan shalat atasnya, sesungguhnya dia diampuni.”

Maka bertambahlah keheranan manusia, lalu orang ahli zuhud itu memanggil istrinya dan ia bertanya kepadanya tentang keadaan sang jenazah tentang bagaimana keadaan ia semasa hidup. Istri itu menjawab, “Seperti yang telah diketahui, ia sepanjang harinya di warung khamr, disibukkan dengan meminum khamr.”

Orang ahli zuhud itu bertanya, “Ingat-ingatlah, apakah kamu melihat padanya suatu amal kebaikan?”
Istri itu menjawab, “Ya, tiga perkara. Pertama, ia setiap hari sadar dari mabuknya di waktu shubuh, maka ia mengganti pakaiannya, berwudhu dan melakukan shalat Shubuh dalam jamaah, kemudian ia kembali ke warung khamr dan menyibukkan diri dengan kefasikannya. Kedua, bahwa dalam rumahnya selamanya tidak pernah sunyi dari satu atau dua anak yatim, dan perbuatan baiknya kepada mereka itu lebih banyak daripada perbuatannya kepada anak-anaknya dan ia sangat memperhatikan keadaan anak yatim itu. Ketiga, bahwa ia sadar di tengah-tengah mabuknya pada kegelapan malam, lalu ia menangis dan berdoa, “Wahai Tuhan sudut manakah dari sudut-sudut neraka Jahannam yang Engkau bermaksud memenuhi dengan orang keji ini.”

Lalu orang zuhud itu pergi dan telah hilang kemusykilannya tentang urusan orang yang meninggal dunia itu.[]

Kalimah Wasiat Abu Bakar Ash Shiddiq ra


Sa’id bin Al Musayyah berkata:
“Ketika Abu Bakar ra hampir meninggal dunia, maka ia didatangi oleh orang banyak dari kalangan sahabat lalu mereka berkata, “Hai khalifah Rasulullah saw, bekalilah kami. Sesungguhnya kami melihat engkau karena apa yang ada pada engkau.”
Maka Abu Bakar ra berkata, “Barangsiapa mengucapkan kalimat-kalimat ini, kemudian ia mati, maka dijadikan ruhnya di ufuq yang nyata.”

Mereka bertanya, “Apakah itu ufuq yang nyata?”
Abu Bakar ra menjawab, “Tanah rata lagi halus di hadapan Arsy yang padanya ada taman-taman Allah, sungai-sungai dan pohon-pohon yang ditutupi setiap hari oleh seratus rahmat. Maka barangsiapa yang mengucapkan ucapan ini, maka Allah menjadikan ruhnya di tempat ini, yaitu:

“Wahai Allah, sesungguhnya Engkau memulai penciptaan dengan tanpa ada keperluan pada-Mu, kepada mereka kemudian Engkau ciptakan menjadi dua golongan, satu golongan untuk surga dan satu golongan untuk neraka. Maka jadikanlah aku untuk surga dan jangan jadikan aku untuk neraka.

Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan makhluk menjadi beberapa golongan dan Engkau membeda-bedakan mereka sebelum Engkau menciptakan mereka. Lalu Engkau jadikan dari mereka orang celaka, orang yang bahagia, orang yang sesat dan orang yang memperoleh petunjuk. Maka janganlah Engkau celakakan aku dengan perbuatan-perbuatan maksiat kepada-Mu.

Wahai Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui apa yang dikerjakan oleh setiap jiwa sebelum Engkau menciptakannya. Maka tidak ada tempat lari baginya dari apa yang Engkau ketahui, maka jadikanlah aku dari orang yang Engkau gunakan untuk taat kepada-Mu.

Wahai Allah, sesungguhnya seseorang tidak menghendaki sehingga Engkau menghendaki, maka jadikanlah kehendak-Mu bahwa aku berkehendak kepada apa yang mendekatkanku kepada-Mu.

Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menentukan gerakan-gerakan hamba, maka tidaklah bergerak sesuatupun kecuali dengan izin-Mu, maka jadikanlah gerakan-gerakanku dalam taqwa kepada-Mu.

Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan kebaikan dan keburukan dan Engkau jadikan setiap satu dari keduanya orang yang mengerjakannya. Maka jadikanlah aku termasuk sebaik-baik diantara dua bagian.

Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan surga dan neraka dan Engkau jadikan bagian setiap satu dari keduanya akan penghuninya, maka jadikanlah aku termasuk penghuni surga-Mu.

Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menghendaki dengan suatu kaum kesesatan dan Engkau sempitkan dada mereka karenanya, maka bukalah dadaku bagi iman dan hiaskanlah iman di dalam hatiku.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau mengatur segala urusan dan Engaku menjadikan tempat kembalinya kepada-Mu, maka hidupkanlah aku setelah mati dengan kehidupan yang baik dan dekatkanlah aku kepada-Mu sedekat-dekatnya.

Wahai Allah, barangsiapa pagi dan sore kepercayaannya kepada selain Engkau, maka Engkau adalah kepercayaanku dan harapanku. Tiada daya dan upaya selain dengan pertolongan Allah.”

Abu Bakar ra berkata, “Ini semuanya ada dalam kitab Allah Azza wa Jalla.”[]

Memandikan Jasad Rasulullah SAW


‘Aisyah ra berkata, “Ketika mereka berkumpul untuk memandikan Rasulullah saw, maka mereka berkata, “Demi Allah, kita tidak tahu bagaimana kita memandikan Rasulullah saw apakah kita membuka kain beliau sebagaimana kami berbuat dengan orang-orang yang meninggal dunia dari kami atau kita mandikan beliau dalam pakaian beliau?”

‘Aisyah terus berkata, “Lalu Allah mengutus tidur kepada mereka sehingga tidak tertinggal pun seorang dari mereka melainkan meletakkan janggutnya atas dadanya dalam keadaan tidur. Kemudian berkatalah orang berkata yang tidak diketahui siapa dia. “Mandikanlah Rasulullah saw dalam pakaiannya.”

Lalu mereka banggun, lantas berbuat demikian. Maka Rasulullah saw dimandikan dalam baju beliau sehingga saat mereka selesai memandikan, maka beliau dikafani.[]

Kematian Tak Lari Kemana


Malaikat pencabut nyawa datang kepada Nabi Sulaiman bin Dawud as, kemudian ia memandang kepada salah seorang dari teman duduknya. Ia terus-terusan memandang kepadanya.

Ketika malaikat pencabut nyawa keluar, maka laki-laki itu bertanya, “Siapa gerangan orang itu?”
Nabi Sulaiman menjawab, “Ia adalah malaikat pencabut nyawa.”
Lalu laki-laki itu berkata, “Sesungguhnya saya melihat bahwa ia senantiasa memandangiku seakan-akan ia menghendakiku.”
Nabi Sulaiman bertanya, “Lalu apa yang kamu kehendaki?”
Laki-laki itu menjawab, “Saya menghendaki agar engkau menyelamatkanku darinya, suruhlah angin sehingga ia membawaku ke negeri India yang paling jauh.”
Maka Nabi Sulaiman menyuruh angin untuk berbuat demikian.

Kemudian malaikat pencabut nyawa datang kembali kepada Nabi Sulaiman, dan kali ini sang nabi bertanya kepadanya , “Saya melihat engkau memandangi kepada salah seorang dari teman dudukku terus menerus, ada apa gerangan?”
Sang malaikat menjawab, “Ya, saya heran padanya. Karena saya disuruh mencabut nyawanya di negeri India yang paling jauh pada saat ia berada dekat di sisimu.”[]

Thursday, April 4, 2013

Habisnya Jatah Usia Seseorang


Atha’ bin Yasar berkata, “Apabila tiba malam pertengahan bulan Sya’ban, maka suatu lembaran diserahkan kepada malaikat pencabut nyawa, lalu dikatakan, “Cabutlah pada tahun ini orang ada dalam lembaran ini.”

“Tiada suatu hari melainkan malaikat pencabut nyawa menyelidiki setiap rumah sampai tiga kali. Maka barangsiapa mereka yang telah menyempurnakan rezeki dan telah habis ajalnya, maka dicabut nyawanya. Apabila ia dicabut nyawanya, maka keluarganya menghadapinya dengan jeritan dan tangisan. Lalu malaikat pencabut nyawa memegang kayu sisi pintu dan berkata, “Demi Allah, saya tidak memakan rezekinya dan tidak menghilangkan umurnya dan tidak mengurangi ajalnya. Dan sesungguhnya aku akan kembali sehingga aku tidak meninggalkan seorang pun di antara kamu.”[]

Perlakuan Berbeda dari Sang Malaikat Maut


Wahb bin Al Munabbih berkata,
Ada seorang raja dari raja-raja menghendaki naik kendaraan ke suatu daerah di bumi, lalu ia meminta sepotong pakaian untuk digunakan. Ketika pakaian yang dipilihkan tidak mengagumkannya, maka ia meminta pakaian lain untuk digunakan, dan ia mencoba itu beberapa kali. Begitu pula saat ia meminta binatang kendaraan, ia memilih yang terbaik untuk dikendarai. Maka iblis datang, lalu ia meniup pada lubang hidungnya sekali tiupan, maka ia memenuhi raja itu dengan kesombongan.

Kemudian raja itu berjalan mengendarai kuda-kudanya, dan ia tidak memandang kepada manusia karena sombongnya.
Lalu datang seorang laki-laki yang buruk rupanya, laki-laki itu mengucapkan salam kepadanya. Maka sang raja tidak membalas salam kepadanya, lalu laki-laki itu memegang tali kendali binatang kendaraannya. Maka raja itu berkata, “Lepaskanlah tali kendali itu, sesungguhnya kamu telah mencari perkara!”
Laki-laki itu berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai keperluan kepadamu.”
Raja itu berkata, “Sabarlah sehingga saya turun.”
Laki-laki itu berkata, “Tidak! Sekarang saja.” Maka laki-laki itu memaksakan raja di atas tali kendali binatang kendaraannya.
Raja itu berkata, “Sebutkanlah keperluanmu itu.”
Laki-laki itu berkata, “Itu rahasia.” Maka laki-laki itu mendekatkan kepalanya kepada raja dan membisikinya seraya berkata, “Saya adalah malaikat pencabut nyawa.”
Maka berubahlah warna muka raja dan berguncanglah lisannya kemudian dia berkata, “Tinggalkanlah saya sehingga saya kembali kepada keluargaku dan memenuhi keperluanku hingga saya berpisah dengan mereka.”
Malaikat pencabut nyawa berkata, “Tidak, demi Allah. Kamu tidak akan melihat keluargamu dan semua milikmu selama-lamanya.”
Lalu malaikat pencabut nyawa itu mencabut nyawa sang raja. Maka raja itu jatuh seolah-olah ia adalah sepotong kayu.

Kemudian malaikat pencabut nyawa itu pergi, lalu ia menjumpai seorang mukmin. Kemudian ia mengucapkan salam dan orang mukmin itu membalas salamnya. Malaikat itu berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai keperluan kepadamu yang saya akan sebutkan pada telingamu.”
Orang mukmin itu berkata, “Sebutkanlah.”
Maka malaikat pencabut nyawa itu membisikinya dan berkata, “Aku adalah malaikat pencabut nyawa.”
Orang mukmin itu berkata, “Selamat datang. Maka demi Allah, tidak ada di bumi orang yang saya sukai perjumpaannya selain denganmu.”
Malaikat pencabut nyawa itu berkata, “Laksanakanlah keperluanmu.”
Orang mukmin itu berkata, “Tidak ada bagiku keperluan yang lebih besar dan lebih saya sukai daripada pertemuan dengan Allah Ta’ala.”
Malaikat pencabut nyawa berkata, “Pilihlah atas keadaan apa yang kamu inginkan saat saya mencabut nyawamu.”
Orang mukmin itu berkata, “Apakah engkau mampu berbuat demikian?”
Malaikat pencabut nyawa berkata, “Ya, saya diperintah dengan demikian.”
Orang mukmin itu berkata, “Tinggalkanlah saya sehingga saya berwudhu dan melakukan shalat, kemudian cabutlah nyawaku saat aku sedang bersujud.”
Maka malaikat pencabut nyawa itu mencabut nyawa orang mukmin saat ia sedang bersujud.[]

Dialog Malaikat Pencabut Nyawa dengan Ibrahim as dan Sulaiman as


Asy’ats bin Aslam berkata,
“Nabi Ibrahim as bertanya kepada malaikat pencabut nyawa dan namanya adalah Izrail dan ia mempunyai dua mata, yang satu di mukanya dan yang lain di kuduknya. Maka ia bertanya, “Hai malaikat pencabut nyawa! Apa yang kamu perbuat apabila ada seorang di timur dan seorang lagi di barat dan terjadi penyakit kolera dan dua barisan perang bertemu, bagaimana kamu melakukan tugasmu?”
Malaikat pencabut nyawa menjawab, “Saya panggil ruh-ruh itu dengan izin Allah, maka ruh-ruh itu diantara dua jari ini.”

Asy’ats terus berkata, “Bumi telah dibentangkan bagi malaikat pencabut nyawa lalu dibiarkan seperti baskom diantara kedua tangannya. Ia mengambil daripadanya apa yang dikehendaki.”

Nabi Sulaiman bin Dawud as bertanya kepada malaikat pencabut nyawa, “Mengapa saya tidak melihat engkau berlaku adil diantara dua manusia. Kamu mengambil ini dan tinggalkan ini.”

Malaikat pencabut nyawa menjawab, “Tidaklah saya tentang yang demikian itu lebih mengerti daripada kamu. Sesungguhnya itu adalah lembaran-lembaran yang dilemparkan kepadaku yang di dalamnya ada nama-nama.”[]

Cincin Berlafazkan Allah


Jabir bin Wida’ah berkata,
Ada seorang pemuda yang suka berbuat keji, lalu ia hampir mati. Maka ibunya berkata kepadanya, ‘Hai anakku, berwasiatlah dengan sesuatu!’”

Pemuda itu berkata, “Ya, cincinku janganlah engkau membukanya! Sesungguhnya padanya ada sebutan Allah Ta’ala. Maka mudah-mudahan Allah menyayangiku.”

Ketika ia dikebumikan, maka ia diimpikan dalam tidur, lalu ia berkata, “Beritahukanlah kepada ibuku bahwa kalimat itu telah bermanfaat bagiku dan bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosaku.”[]

Harapan Seorang Pendosa Di Ujung Maut


Wa’ilah bin Al Asqa’ menemui seorang sakit, lalu ia bertanya,
“Beritahukanlah kepadaku bagaimana sangkaanmu kepada Allah?”
Orang sakit itu menjawab, “Telah ditenggelamkan saya oleh dosa-dosa dan saya mendekati kebinasaan. Tetapi saya mengharapkan rahmat Tuhanku.”

Maka Wa’ilah mengucapkan takbir dan keluarga rumah juga mengucapkan takbir disebabkan takbir Wa’ilah. Wa’ilah berkata, “Allahu Akbar, saya mendengar Rasulullah saw bersabda”

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku menurut sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, maka hendaklah ia menyangka kepada-Ku apa yang ia kehendaki”
(HR Ibnu Hibban) []

Harapan Seorang Pemarah


Tsabit Al Bannani berkata, “Ada seorang pemuda yang pemarah dan ia mempunyai ibu yang banyak menasihatinya seraya berkata kepadanya,
‘Hai anakku, sesungguhnya engkau mempunyai hari, maka ingatlah harimu.”

Maka ketika utusan Allah Ta’ala berupa malaikat maut datang menjemputnya, sang ibu menelungkup di atasnya dan ia berkata kepadanya,
“Hai anakku! Saya telah memperingatkanmu atas kejatuhanmu ini dan saya berkata kepadamu, ‘sesungguhnya engkau mempunyai hari’”

Maka pemuda itu berkata, “Hai ibuku, sesungguhnya saya mempunyai Tuhan yang banyak kebaikannya dan sesungguhnya saya mengharapkan agar Dia tidak meniadakanku pada hari itu akan sebagian kebaikan-Nya.”

Tsabit terus berkata, “Maka Allah menyayanginya dengan bagus sangkaannya kepada Tuhannya”[]

Monday, April 1, 2013

Nabi Adam as Menangis Tiga Ratus Tahun


Wahb bin Munabbih telah berkata:

Ketika Allah menurunkan Adam dari surga ke bumi, maka Adam tinggal dengan berurai air mata, lalu Allah Azza wa Jalla melihat kepadanya pada hari yang ketujuh sedang ia dalam keadaan susah, sedih, berduka cita, lagi tertunduk kepalanya.
Allah Ta’ala mewahyukan kepada Adam, “Hai Adam! Apa kesungguhan ini yang Aku lihat padamu?”

Adam menjawab, “Wahai Tuhan! Bencana besar dan kesalahan mengitariku, dan saya dikeluarkan dari negeri malakut Tuhanku, lalu saya menjadi berada di negeri kehinaan setelah berada di negeri kemuliaan, di negeri celaka setelah negeri kesenangan, di negeri bencana setelah negeri sehat wal afiat, di negeri yang hilang setelah negeri yang tetap, dan di negeri kematian dan kebinasaan setelah negeri yang abadi dan kekal. Maka bagaimana saya tidak menangis atas kesalahanku.”

Maka Allah mewahyukan kepada Adam, “Hai Adam! Tidakkah Aku memilihmu bagi diri-Ku, Aku tempatkan kamu di rumah-Ku, Aku khususkan kamu dengan kemuliaan-Ku dan Aku peringatkan kamu akan kemarahan-Ku.
Tidakkah Aku menciptakanmu dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan padamu akan ruhku dan Aku suruh para malaikat sujud kepadamu, lalu kau mendurhakai perintah-Ku dan kamu lupa janjimu dan kamu menghadapi kemarahan-Ku.
Maka demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, jikalau bumi dengan orang-orang semuanya seperti kamu, mereka menyembah-Ku dan bertasbih kepada-Ku kemudian mereka durhaka kepada-Ku, niscaya Aku tempatkan mereka pada tempat orang-orang yang durhaka.”

Maka Nabi Adam as menangis ketika itu selama tiga ratus tahun.[]