Friday, March 25, 2016

Kisah Orang Yang Marah Kepada Tuhan

Pada suatu hari seorang ulama berkelana dan melintasi sebuah desa. Di sekat sebuah pohon rindang ia melihat seorang laki-laki sedang bersimpuh dan menangis tersedu-sedu. Sang ulama mendekati orang itu dan terdengarlah sang laki-laki sedang berkata dalam tangisannya, "Oh Tuhan, Engkau sungguh ada? Apakah Engkau sungguh Tuhan Yang Maha Kuasa? Lalu kenapa doaku tidak juga dikabulkan? Semua tetangga dan temanku hidupnya sudah makmur, mereka memiliki tanah dan harta sedangkan aku tidak punya semua itu dan hidup miskin. Engkau sungguh tidak adil Tuhan!"

Sang ulama kemudian menyapanya dan berkata, "Wahai anakku, kenapa engkau meratap seperti ini?"
"Hey orang tua, apa urusanmu? Aku hanya berdoa itu saja."Jawab si laki-laki itu dengan ketus, kemudian ia berkata "Aku telah berdoa berpuluh tahun lamanya tapi mana jawaban Tuhan? Siang dan malam aku beribadah kepada-Nya sesuai yang Ia inginkan tapi mana balasan untukku? Adapun Ia telah menjadikan teman dan tetanggaku kaya dan sukses tapi aku? Aku bukan siapa-siapa, aku seorang pecundang!"

Sang ulama yang bijak kemudian berkata dengan lembut, "Wahai anakku, coba ingat-ingat pada saat temanmu lahir ke muka bumi ini, apakah ia membawa sesuatu dengannya? Begitu juga dengan tetanggamu apakah ia lahir dengan membawa emas dan harta? Adapun temanmu, engkau tentu tumbuh bersama dengannya, apakah ia kaya sejak dahulu kala?"

"Tidak, orang tuanya bercocok tanam dan kemudian meraih sukses dari usahanya, itulah kenapa mereka menjadi kaya raya sekarang."

"Ya, kamu benar."Jawab sang ulama dengan tersenyum. "Sekarang, lihatlah dirimu sendiri, badanmu masih kuat, matamu masih tajam melihat, Tuhanlah yang memberikan kepadamu semua kekuatan badan ini bukan? Sama seperti yang diberikan kepada tetangga dan temanmu, hanya kemudian mereka menggunakan pemberian Tuhan tersebut untuk bekerja keras, ia memerah keringat untuk menggarap lahannya, suatu pekerjaan yang tidak mudah. Bumi ini luas dan akan membuahkan hasil bagi siapapun yang mau bekerja keras."

"Apakah kamu pernah perhatikan ayam kampung? Tidak ada yang memberinya makan namun ia rajin mematuk-matuk makanan di tanah. Juga sapi, ia mencari makanannya di lapangan rumput. Juga burung bangun di pagi hari dengan perut kosong namun mereka senantiasa pulang dalam keadaan kenyang. Anakku, sadarilah bahwa ketika Tuhan menciptakan ciptaan-Nya maka Ia juga telah menyediakan makanan dan segala kebutuhannya. Namun semua harus berusaha dan mencarinya."

"Tuhan tidak pernah dusta, ia selalu menjawab doa hamba-Nya, rezeki yang kau minta itu ada di sekitarmu tapi kamu harus bangkit dan menyingsingkan lengan baju untuk meraihnya, itulah aturan main di dunia ini. Sekarang bangkitlah dan jelang rezekimu!"

Sang laki-laki tersadar bahwa selama ini ia terlalu berleha-leha dalam hidup dan kurang bekerja keras. Maka ia bertekad untuk mengubah perilakunya mulai saat itu.

Tahun demi tahun telah berlalu, sang ulama kemudian lewat kembali ke desa tersebut dan menemukan sang laki-laki itu telah hidup makmur, ia memiliki tanah dan keluarga bahagia.
Sang lelaki masih mengenali sang ulama dan berkata, "Wahai pak tua, terima kasih atas saranmu dulu, aku kemudian mencari kerja di sebuah pertanian dan bertahun-tahun aku bekerja keras sehingga aku memiliki tanah sendiri dan kini aku telah berkeluarga dan memiliki anak, kebahagiaanku semakin lengkap."

Sang ulama menjawab, "Aku ikut berbahagia anakku, sekarang apakah engkau masih menyalahkan Tuhan?"

"Oh pak tua, aku sungguh malu dengan tabiatku dulu. Aku menyadari bahwa itu bukan salah-Nya, adalah aku yang malas dan kurang bekerja keras. Engkau benar, bahwa untuk setiap ciptaan telah ada kantung rezekinya masing-masing dan aku telah memperolehnya."

Demikianlah anakku, apapun yang terjadi dalam kehidupan jangan salahkan Tuhan, namun introspeksi kenapa kita belum mampu melihat cahaya kebenaran-Nya. Surga dan neraka ada dalam diri masing-masing, kita yang menentukan apakah ingin hidup dalam kebahagiaan surga atau kesengsaraan neraka, oleh karenanya kendalikan pikiran dan keinginanmu yang liar, tundukkan jiwa dengan mengerjakan apa-apa yang Tuhan dan para rasul-Nya ajarkan, sesungguhnya semua itu adalah obat bagi jiwa yang cenderung gelisah dalam ketidakpuasan. Hartamu ada di dalam dirimu, ada di dalam takdirmu, dalam hari-harimu, di sekitarmu , sangat dekat denganmu, maka raihlah dengan cara-cara yang mulia...

(Adaptasi dan terjemahan dari "The Man Who Blamed God. 101 stories for children all ages."Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen. Guru sufi di Philadephia Amerika. The Fellowship Press, 1981)

Monday, March 14, 2016

Menemukan Harta Karun Diri

Tersebutlah sebuah keluarga kecil yang hidup sederhana baru saja mengalami musibah, sang ayah meninggal dunia karena penyakit jantung. Ia meninggalkan istri dan seorang anak yang baru berusia tujuh tahun. Sepeninggal sang suami beban kehidupan menjadi kian berat karena selain harus menutup utang akibat biaya perawatannya, sumber mata pencaharian pun menjadi jauh berkurang karena hanya mengandalkan sang ibu yang menawarkan jasa cuci dan setrika keliling. Hingga pada suatu hari sang ibu tahu bahwa sang penagih utang akan datang dan menyita seluruh aset yang mereka miliki. Dalam suasana duka ia kemudian menyelamatkan satu-satunya benda berharga miliknya berupa cincin berlian peninggalan ibunya yang berencana ia turunkan kepada anaknya. Maka ia menemukan sebuah jaket usang peninggalan suami dan menyembunyikan cincin berlian itu dalam jahitan yang baru ia buat.

Malang tak dapat ditolak, tidak lama setelah sang ayah menghadap Sang Pencipta kemudian sang ibu pun menyusulnya, tanpa sempat memberi tahu kepada anak tunggalnya perihal cincin berlian yang ia sembunyikan di lipatan saku jaket usang ayahnya.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak lelaki itu bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya. Kadang ia menjadi kuli di pasar dan tidak jarang mencari tambahan dengan memilah-milah barang yang ia bisa jual di tempat pembuangan sampah umum. Hingga suatu hari ia mendapat pekerjaan harian untuk menebang beberapa pohon di hutan. Karena hutan itu terletak di dataran yang agak tinggi maka ia membawa jaket almarhum ayahnya tercinta yang merupakan satu-satunya barang kenangan dari orang tuanya. Saat ia dengan gesit mengayunkan lengannya untuk menebang pohon tiba-tiba jaketnya tersangkut di salah satu ranting pohon dan merobek bagian saku tempat di mana sang ibunda menyembunyikan cincin berlian warisan orang tuanya dahulu.

Si anak lelaki yang sudah menjadi pemuda itu kemudian membawa cincin itu ke toko emas terdekat dan terkaget-kaget akan harga taksiran yang sang pemilik toko emas katakan. Akhirnya sejak saat itu sang pemuda mulai hidup berkecukupan.

===

Sumber kebahagiaan ada di dalam diri kita masing-masing, dia tidak pernah jauh juga tak sukar untuk diraih, hanya dibutuhkan kesadaran dan pengakuan jujur dari kita bahwa ia selalu ada. Karena kebahagiaan itu adalah sesuatu yang kita bawa saat kita terlahir ke dunia ini. Oleh karenanya kita sebenarnya kaya bahkan ketika kita seringkali merasa berkekurangan.

Cincin berlian dalam cerita di atas adalah simbol suatu hal yang ada di dalam diri kita masing-masing, sesuatu yang diberikan dan dibawa saat kita terlahir ke dunia. Semua orang tidak terkecuali memiliki harta karunnya masing-masing, sesuatu yang harus terungkap di dalam kehidupan dunia yang singkat ini. Supaya kita tidak merugi dan menjadi miskin di sini dan alam berikutnya.

(Adaptasi dari Kisah Zen: The Threadbare Coat)

Akhlak Rasulullah Menghadapi Penghinaan

Malam itu si perempuan gelisah memikirkan sebuah rencana yang bisa memuaskan keinginan balas dendam akan seseorang yang ia anggap mencemarkan sesembahannya, sesuatu yang ia puja dan sanjung mati-matian.
Menjelang dini hari, rencana itu matang sudah. Si perempuan mengais-ais bak sampah dan mengumpulkan sekian banyak barang yang telah membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap. Ia tahu pagi ini orang itu biasanya akan berjalan melintasi depan rumahnya. Tujuannya satu, ingin memancing kemarahannya sedemikian rupa sehingga orang-orang bisa tahu orang macam apa dia.
Tak lama kemudian, orang yang sang perempuan nantikan datang berjalan melalui depan rumahnya dan sang perempuan melempar semua sampah bau dan kotor itu dari atap rumahnya sehingga mengotori kepala dan badan orang yang dibencinya itu. Sang perempuan tertawa puas karena rencananya berjalan lancar, namun untuk waktu yang tak lama karena orang tersebut hanya diam sebentar untuk kemudian melanjutkan kembali perjalanannya.
Kecewa karena merasa gagal memancing kemarahan orang itu yang dengan harapan membuat wibawanya jatuh di hadapan orang banyak, esok paginya sang perempuan menyiapkan sekumpulan sampah yang lebih dahsyat baunya dan sangat kotor, barangkali dengannya orang yang ia benci itu akan terpancing kemarahannya.
Menjelang pagi, di waktu yang sama orang itu kembali melintas depan rumahnya yang memungkinkan sang perempuan melancarkan aksi busuknya. Namun malang, sang perempuan harus kembali menelan ludah kekecewaan karena orang itu kembali diam sejenak mencoba membersihkan sampah yang melekat di kepala dan badannya sebisanya untuk kemudian kembali berjalan.
Sebenarnya orang ini bisa saja mengambil rute lain dan menghindari aksi pelecehan yang dilakukan oleh perempuan itu. Namun hatinya terlalu penyayang untuk bisa mengecewakannya. Maka ia mengambil jalan yang sama juga pada waktu yang sama. Namun di luar dugaan tidak ada yang terjadi. Maka orang itu mencoba mengetuk pintu rumah sang perempuan.
"Siapakah itu? Aku terlalu sakit untuk bisa membukakan pintu." Terdengar suara parau sang perempuan dari dalam rumah.
"Ini aku, Muhammad Rasulullah. Aku datang untuk menjengukmu."
Jantung sang perempuan tiba-tiba berdegup kencang, rasa takut dan bersalah menerkamnya untuk sesaat, ia khawatir orang itu datang untuk membalas dendam. Namun semua pikiran buruknya itu luluh dengan nada suara yang terdengar penuh kasih dari orang yang sangat dibencinya itu. Maka akhirnya ia mengizinkan Rasulullah masuk.
Rasulullah melangkah masuk dan menemukan seorang perempuan tua yang menggigil oleh demam tinggi dan lemah tubuhnya hingga tak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Ia melihat gelas yang kosong tergeletak di sampingnya dan dengan sigap mengisinya dengan air untuk kemudian diberikan kepada sang perempuan. Tidak hanya itu sang baginda rasul membantu membersihkan dan merapikan tempat tinggal sang perempuan bahkan hingga berhari-hari sampai sang perempuan pulih kekuatannya.
Demikianlah akhlak Rasulullah menghadapi orang yang berbuat buruk kepadanya.
(Adaptasi dan terjemahan dari "The Garbage Thrower")