Thursday, November 3, 2016

Kisah Imam Ghazali Berguru Kepada Tukang Daging

Suatu hari Imam Ghazali melakukan shalat berjamaah bersama adiknya. Sang kakak menjadi imam ketika di tengah-tengah shalat adik Imam Ghazali tiba-tiba memisahkan diri dan membatalkan bermakmum kepadanya. Setelah selesai shalat bertanyalah Imam Ghazali kepada adiknya perihal mengapa ia memisahkan diri dari shalat berjamaah. Lantas sang adik menjawab, "Bagaimana aku hendak bermakmum denganmu, aku melihat tubuhmu penuh bersimbah darah, oleh karena itulah maka aku memisahkan diri dari berjamaah shalat denganmu."

Mendengar jawaban itu, Imam Ghazali menjadi merenung, perihal darah yang dilihat adiknya itu bukanlah darah secara fisik, ia kemudian teringat bahwa ketika itu beliau sedang menulis tentang permasalahan haidh dan memang benar saat shalat pemikiran tentang isi tulisan itu terbawa-bawa, tampaknya Allah telah menzahirkan apa yang sedang beliau pikirkan itu ke penglihatan batin adiknya.

Imam Ghazali kemudian terkesan dengan hal ini lantas bertanya kembali kepada sang adik, "Bagaimana kamu bisa mendapatkan derajat penglihatan batin seperti ini, sudilah kiranya engkau memberitahukanku dari siapa kau mempelajari hal ini?"
Adiknya kemudian menjawab, "Duhai kakak, engkau sungguh tidak layak belajar kepadanya bukankah engkau orang yang mahsyur sedangkan guruku ini tukang daging biasa di pasar." Namun Imam Ghazali terus mendesak hingga akhirnya sang adik setuju untuk membawanya berjumpa dengan sang guru.

Di pasar, mereka mendatangi seorang penjual daging. Lalu adiknya memberitahu itulah gurunya. Imam Ghazali lalu berkata kepada sang penjual daging, "Tuan saya mohon untuk belajar ilmu dengan Tuan."
Sang penjual daging menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Aku tidak mempunyai ilmu untuk diajarkan kepadamu."
Imam Ghazali merayu sekali lagi, "Tolong tuan, ajarilah saya. Ajarkanlah saya ilmu yang Tuan miliki itu." Namun sang penjual daging tetap tidak mau memenuhi keinginan Imam Ghazali. Sehingga akhirnya Imam Ghazali berkata kepada penjual daging tersebut, "Ajarilah saya. Saya serahkan diri saya kepada Tuan bagaikan mayat menyerahkan diri kepada yang memandikannya."

Sang penjual daging mulai meliriknya dan berkata, "Baiklah, lepaskan jubah kebesaranmu itu (jubah yang dipakai Imam Ghazali karena beliau merupakan orang tertinggi di Universitas Nizamiyyah). Lalu bersihkan meja tempat aku memotong daging dengan jubahmu itu!"
Tanpa berpikir panjang Imam Ghazali lalu memenuhi keinginan sang tukang daging itu. Setelah selesai Imam Ghazali berkata kepada sang penjual daging, "Sekarang ajarilah aku ilmumu." Lalu sang penjual daging berkata, "Baiklah, esok pagi datanglah ke rumahku selepas Subuh."

Keesokan harinya tepat selepas subuh Imam Ghazali telah menanti sang penjual daging di depan rumahnya. Saat melihat kehadiran Imam Ghazali segera sang tukang daging menyuruhnya untuk memotong rumput di halaman rumahnya. Imam Ghazali pun dengan sigap melakukan apa yang diminta dan ketika pekerjaannya selesai dan ia meminta diajari ilmu olehnya maka jawaban sang tukang daging sama dengan hari sebelumnya, "Datanglah kembali selepas subuh esok hari."

Hari kedua Imam Ghazali kembali menepati janjinnya datang tepat selepas subuh dan sang tukang daging sudah menantinya dengan memberikan tugas lain, setiap hari semakin berat dan semakin menjijikkan. Kali ini sang tukang daging menyuruh Imam Ghazali untuk membersihkan selokan yang kotor di sekitar rumahnya. Saat pekerjaan selesai di akhir hari dan Imam Ghazali bertanya mengenai ilmu yang akan diajarkan kepadanya kembali sang tukang daging memintanya untuk kembali ke rumahnya selepas subuh.

Hari ketiga Imam Ghazali dengan tekun datang tepat sebelum subuh dan seperti biasa sang tukang daging telah menantinya seraya memberikan tugas untuk membersihkan saluran tinja yang ada di rumahnya. Tanpa perasaan terhina dalam hati sang Imam menimba ember yang berisi kotoran manusia dan melaksanakan pekerjaannya seharian penuh. Di akhir hari sang penjual daging berkata, "Sekarang pulanglah, segala ilmu yang ingin kamu ketahui telah engkau dapatkan."

Dalam perjalanan pulang Imam Ghazali terkejut karena apa yang dikatakan oleh gurunya sang tukang daging itu benar adanya, pandangannya tersingkap dan ia dapat melihat dan mengerti tentang ilmu yang lebih tinggi.

*****

Seringkali kita mengeluh merasa terdampar mengerjakan sesuatu yang 'remeh -temeh' dan jauh dari penghargaan orang, padahal Allah Ta'ala telah menetapkan segala sesuatu yang terbaik untuk kita dengan presisi.

Untuk mereka yang merasa pekerjaannya begitu-begitu saja dan ngga begitu keren,
untuk para ibu yang berjibaku mengurus anak-anak di rumah dan jauh dari glamor 'kenaikan pangkat, gaji dan penghargaan masyarakat'
untuk mereka yang kehidupannya dianggap 'kurang sukses'di mata kebanyakan orang.
Jangan terkecoh dengan cemoohan orang dan tetaplah tegak berjalan karena Anda telah menjaga kemuliaan diri dan keluarga dengan tidak meminta-minta atau mendapatkan rezeki dengan jalan yang baik (tidak menipu, korupsi atau mengais harta riba).

Belajar dari kisah Imam Ghazali di atas, bisa jadi cahaya ilmu yang menyinari hati justru didapatkan bukan dari penelaahan yang canggih di perpustakaan atau di pusat-pusat ilmu, tapi sesimpel mengerjakan apa yang ditugaskan per hari ini yang Ia letakkan di tangan kita, apapun itu.

Carpe diem!