Thursday, September 28, 2017

Kisah Utsman bin Affan Yang Menangis Di Pekuburan

Sayyidina Utsman bin Affan kerap menangis ketika berada di pemakaman. Lalu salah seorang Sahabat bertanya,"Mengapa Anda menangis?"
Sayyidina Utsman ra mrnjawab, "Aku mendengar Rasulullah SAW pernah bertutur, "Sesungguhnya alam kubur adalah persinggahan pertama dari beberapa persinggahan di alam akhirat. Apabila seseorang selamat di alam kubur, maka alam sesudahnya akan lebih mudah; dan apabila seseorang tidak selamat di alam kubur, maka alam setelahnya akan lebih buruk dari alam sebelumnya."
Sayyidina Utsman pun selalu teringat perkataan Nabi SAW,“Aku tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menakutkan melebihi alam kubur."

Thursday, August 31, 2017

Kisah Keteguhan Iman Ismail Pada Detik Penyembelihan

Ketika Hajar Berucap, “Allah Tidak Akan Mengabaikan Kami.”
Ketika Hajar tepat di pertengahan jalan menuju negeri Mesir, maka Malaikat Jibril as menampakkan diri di depan Hajar seraya berkata, "Wahai Hajar, hamba Sarah, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?"
Hajar menjawab, "Aku pergi meninggalkan Sarah."
Lalu kata Jibril berkata, "Kembalilah, karena sesungguhnya Allah memiliki rencana atas dirimu."
Sejenak Hajar terdiam, lalu Hajar mengikuti nasihat Jibril as. pergi kembali kepada Ibrahim dan Sarah.
Lalu Jibril berkata kepada Hajar, "Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismail, sebab Engkau telah mendengarkan Allah; dan Allah pun telah mendengarkan (deritamu)."
Ketika Ibrahim mendapat perintah Allah utk membawa Hajar dan bayi Ismail Siti ke suatu tempat yg kering dan gersang dan meninggalkannya di lembah Bakkah (Mekah), Hajar bertanya untuk yg terakhir kalinya kpd Ibrahim, “Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”
Nabi Ibrahim menjawab, “Ya.”
Hajar pun berucap, “Allah tidak akan mengabaikan kami.”
Sepeninggal Ibrahim as, manakala air susu Hajar telah mengering dan persediasn air pun telah habis, Ismail kecil kemudian menangis karena kehausan. Naluri seorang Ibu, Hajar kemudian berlari menuruni 2 bukit Shafa dan Marwa. Setelah berlari tujuh putaran, saat Hajar berada di Bukit Marwah dan mendengar suara. Ia lalu terdiap dan berkata, “Diam!”
Setelah diperhatikan betul-betul bahwa ia memang mendengar ada suara, ia pun lalu berkata, “Aku mendengar suaramu. Tolonglah aku jika Engkau memiliki kebaikan.”
Malaikat Jibril pun lalu menampakan diri dan melalui hentakan kaki Ismail, memancarlah air dari dalam bumi. Hajar lalu membendung air itu dan karena begitu melimpahnya, ia berkata, “zam....zam....zam....” (berkumpulah, berkumpulah).
Kelak kisah heroik Hajar berlari kecil menyusuri bukit Shafa dan Marwa menjadi salah satu prosesi rukun haji yaitu Sai.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
"Hai anakku! Aku telah bermimpi, di dalam tidur seolah-olah Aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu?" tanya Nabi Ibrahim.
Nabi Ismail menjawab, "Wahai Ayahku, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Semoga Engkau akan menemuiku insya Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah-Nya."
Lalu Ismail berkata lirih kepada ayahnya, "Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu agar Ayah mengikatku kuat kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan Ayah; kedua, agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku ketika Ibuku melihatnya; ketiga, tajamkanlah pedangmu dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaaan dan rasa pendihku; keempat, dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dantanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Penyembilan itu dilakukan. Tangan dan kaki Nabi Ismail diikat dan dibaringkan. Pedang yang sudah dipertajam diambil dan memulai menyembelih putranya. Dalam keadaan sedih dan berlinang air mata, pedang tersebut sudah menyentuh leher Nabi Ismail dan parang tersebut menjadi tumpul dan Nabi Ibrahim tidak dapat menyembelih Nabi Ismail. Setelah berbagai usaha dilakukan, penyembelihan tidak dapat dilakukan. Dalam putus asa, lalu Allah SWT berfirman.
"Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar."
Bbrp saat sebelum eksekusi penyembelihan Ismail, maka syaithan datang menggoda Ibrahim utk mengurungkan niatnya. Ibrahim tdk menggubris, lalu syaithan dilempari batu tujuh kali. Pperistiwa ini terjadi di sekitar Jumrah Aqabah. Syetan rupanya tak mau kehilangan akal, maka setan datang merayu Hajar, isteri Ibrahim, untuk membujuk suaminya agar tidak menyembelih Ismail. Tapi, Hajar tak peduli, malah ia melempari setan dengan batu sebanyak tujuh kali di Jumrah Wustha. Namun, syetan belum menyerah, kini giliran Ismail yang dibujuknya agar tidak mau dikorbankan ayahnya. Ismail pun begitu teguh pada pendiriannya, bahkan ia melempar syetan dengan batu sebanyak tujuh kali di Jumrah Ula.
Peristiwa ini kemudian mjd dikenal dalam prosesi haji yaitu melempar tujuh buah batu di Jumrah Aqabah, Jumrah Wustha dan Jumrah Ula. Sebuah simbolisasi permusuhan abadi antara Bani Adam dan Syaithan.
Salam Takzim Untuk Ibunda Siti Hajar.
Kala tetesan air mata Ibrahim jatuh menyaksikan keteguhan iman anaknya Ismail, kala itulah sejarah agung tercipta. 

Tuesday, August 1, 2017

Kisah Batu Mulia dan Para Manusia Rakus

Pada suatu hari yang cerah saat sedang melintas di area yang jarang dilalui orang banyak seorang pria menyadari sebuah kilatan muncul dari sebuah tempat di dalam tanah, ia segera mendekati dan membongkar tanah yang menutupi kilatan tersebut dan menemukan sebongkah besar batu mulia. Demikian besar batu tersebut hingga ia perlu mengeluarkan upaya cukup besar untuk mengangkatnya dari dalam tanah. Namun, saat sang pria itu hendak mengangkat batu mulia itu dari tanah, tiba terdengar sang batu berkata-kata, "Wahai manusia, sesungguhnya aku bersembunyi di sini untuk mencegah orang tersakiti. Kalau engkau mengangkatku dari dalam tanah maka ketahuilah bahwa bahaya akan mendatangimu dan kedamaian tidak akan pernah bertahan di hatimu selama engkau masih memilikiku. Maka tolong sebelum terlambat, tinggalkanlah aku disini!"

Namun sang pria yang sudah dipenuhi hasrat kekayaan, kemahsyuran dan kekuasaan tidak mau mendengar sepatahpun kata sang batu mulia, sebaliknya ia menjawab ketus, "Kamu batu tidak tahu untung! Justru aku membawamu untuk menaikkan derajatmu daripada tertimbun dalam kegelapan tanah." Dan ya, dalam hatinya sang pria tahu ia pun menginginkan kemahsyuran dan derajat tinggi di mata masyarakat. Ia pun bergegas membawa pulang sang batu mulia.

Dalam hitungan hari kabar besar tentang penemuan batu mulia itu mulai tersebar, orang mulai mengambil antrian panjang untuk melihatnya, tak kurang petinggi kerajaan dan orang-orang tersohor mulai berdatangan ingin menemui sang pria pemilik batu mulia terbesar yang mereka pernah lihat itu. Hingga di hari ketujuh, empat orang perampok bayaran mendatangi rumah sang pemegang batu mulia saat tengah malam, ketika sebagian besar orang terlelap dalam tidur. Malang tak dapat dihindari, dalam upayanya menyelamatkan batu mulia yang demikian ia cintai ia tidak hanya kehilangan tangannya namun juga kepalanya dipenggal tanpa kenal belas kasih oleh sang perampok.

Ketika batu mulia dibawa lari oleh sekelompok perampok itu, ia mulai lagi berkata-kata, "Sudah cukup korban yang jatuh, tolong buang aku sekarang juga karena keberadaanku di tangan kalian hanya akan membawa bahaya bagi diri kalian sendiri!" Lagi-lagi para manusia yang telah dirasuki hawa tamak ini tidak mau mendengar saran batu yang dapat berbicara itu. Di tengah perjalanan, saat mereka beristirahat satu persatu berkesempatan memegang dan memerhatikan keindahan sang batu mulia dari dekat, dan tak ayal lagi gelora kerakusan dalam diri makin menyala, masing-masing membayangkan bagaimana jika dirinya sendiri yang memiliki batu itu dan tidak usah dibagi dengan kawannya yang lain. Maka diam-diam masing-masing menyusun siasat licik dalam diamnya. Menjelang pagi rencana busuk itu mulai dieksekusi yang pada akhirnya mendatangkan kematian bagi mereka semua.

***

Begitulah jika kekayaan yang dikejar hanya sebatas kekayaan material dan dunia, maka orang hanya akan jungkir balik, berkeringat dan bersusah payah untuk suatu perlombaan yang tidak ada garis akhirnya. Manusia bahkan rela menyakiti sesama untuk sekadar meraih ambisinya. Ibarat diberi emas segunung, maka orang akan menginginkan gunung kedua - demikian Sang Nabi sudah mewanti-wanti. Meraup kekayaan dunia itu bagaikan minum air laut, semakin banyak diminum akan semakin bertambah haus, hingga satu-satunya yang dapat memenuhi mulut manusia adalah segumpal tanah kubur.

Bukan berarti tidak boleh memiliki dunia, yang dilarang adalah mencintainya. Genggam dunia dalam tanganmu dan jangan masukkan ia ke dalam hatimu, demikian pesan Sayyidina Ali kw. Rasulullah saw bersabda :

Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi)

Adapun seorang mukmin dilatih untuk melihat harta yang lebih berharga dibanding sesuatu yang bersifat fisik, harta-harta itu berupa akhlak yang baik berupa kesabaran, kesyukuran, mulai tidak mengeluh, diberi kecergasan badan untuk beribadah, memaafkan, semuanya merupakan rezeki yang tak ternilai yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bersyukur. 

(Adaptasi dari "The Gem and The Greedy Man", 101 stories for children of all ages. M.R. Bawa Muhaiyyaddeen. Fellowship Press, Philadelphia, 2006)

Saturday, July 8, 2017

Mengenal Miryam: Kakak Perempuan Nabi Musa as.

Mengenal Miryam : Kakak Perempuan Musa as.
Kisah kelam ihwal pembantaian para bayi laki-laki itu berawal dari mimpi yang dialami Firaun dalam tidurnya ia melihat seakan-akan ada kobaran api dari Baitul Maqdis yang bergejolak mendekat kepadanya. Api itu membakar dan bangunan kerajaan dan menghanguskan komunitas Qibthi di Mesir, tetapi kobaran api itu sama sekali tidak membakar komunitas Bani Israil di negeri itu. Ketika Firaun terbangun dari tidurnya, ia sangat terkejut dengan mimpi yang baru saja dialaminya. Setelah itu, ia segera mengumpulkan para dukun, tunag sihir, dan tukang tenung untuk menafsirkan arti mimpinya itu. Ia meminta petunjuk dari mereka tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mereka pun berkata, "Akan lahir anak laki-laki dari kalangan Bani Israil yang menjadi penyebab hancurnya negeri Mesir di bawah kekuasaannya." Oleh sebab itu, Firaun memerintahkan para prajuritnya untuk membunuh setiap anak laki-laki sedangkan anak-anak perempuan dibiarkan hidup.

Kekejaman ini berlangsung selama bertahun-tahun. Setiap pasangan Bani Israil yang baru menikah akan dicatat dan dipantau sembilan bulan kemudian untuk diperiksa apakah pernikahan itu membuahkan anak atau tidak, dan dalam salah satu riwayat dikisahkan para bidan kerajaan yang bertugas membantu kelahiran diperintahkan untuk langsung membuang bayi yang baru lahir itu ke Sungai Nil untuk dibiarkan tenggelam jika yang terlahir adalah seorang bayi laki-laki.

Dalam suasana yang mencekam itu Imran, yang merupakan keturunan imam di garis keluarga Levi memutuskan untuk bercerai dari istrinya Yokhebed, khawatir dalam penyatuan mereka akan melahirkan anak lelaki lain, saat itu mereka sudah memiliki satu anak perempuan bernama Miryam dan anak laki-laki bernama Harun yang sudah berusia sekitar dua tahun ketika perintah Firaun diluncurkan, sehingga ia terbebas dari perintah pembunuhan yang ditujukan hanya untuk semua bayi laki-laki yang baru dilahirkan.

Miryam, sang anak berkata lantang menentang rencana ayahnya untuk bercerai, "Keputusan ayah ini lebih buruk dibanding titah Firaun. Adapun perintah Firaun hanya akan memutuskan orang tua dari anak laki-lakinya akan tetapi keputusan ayah akan membuat anak perempuan terputus juga dari orang tuanya." Imran, sang lelaki bijak membatalkan keputusannya untuk bercerai yang kemudian diikuti juga oleh keluarga Bani Israil lain, maklum saja keluarga Imran adalah panutan mereka. Bahkan Miryam pun pada usianya yang muda (sekitar 5 tahun) sudah diakui sebagai orang terang. Adalah Miryam juga yang mengatakan kalimat nubuwah, "Ibuku akan melahirkan anak laki-laki yang akan menyelamatkan Bani Israil."

Tercatat dalam sejarah bahwa Yokhebed sebenarnya sudah mengandung selama tiga bulan saat Imran menikahinya kembali. Oleh karenanya Musa lahir lebih awal dibandingkan perkiraan para petugas pencatat yang biasanya kembali pada bulan kesembilan setelah pernikahan. Saat Musa dilahirkan cahaya bersinar di rumah itu, Imran kemudian memanggil Miryam dan berkata "Nak, ramalanmu telah menjadi kenyataan." Kemudian bayi Musa sempat diasuh dalam balutan kasih sayang keluarga itu dalam kurun waktu tiga bulan lamanya, dan ia berhasil disembunyikan dari pantauan para pegawai kerajaan. Hingga kemudian Yokhebed, menerima wahyu dari Allah Ta'ala - untuk mengalirkan bayi Musa ke dalam sungai Nil. Peristiwa yang menunjukkan martabat ketaqwaan yang tinggi dari seorang perempuan yang juga berasal dari garis keturunan para imam dari keluarga Levi di Bani Israil. Petunjuk yang diturunkan kepada Yokhebed diabadikan dalam Al Quran, surat Al Qashash:7,

"Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; 'Susuilah ia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul."

Dengan hati yang dipenuhi tawakal kepada Allah Ta’ala sang ibu mengalirkan bayi Musa yang baru berusia beberapa bulan itu ke dalam sungai Nil di dalam tabut, kemudian atas perintah ibu Miryam mengikuti sejauh mana sang adik terbawa mengikuti aliran sungai. Hingga akhirnya saat sungai melintasi daerah istana tampaklah bahwa para dayang memungut Musa yang masih ada di dalam tabut yang tertutup dari tepi sungai Nil, tetapi saat itu mereka tidak berani membukanya. Akhirnya, mereka meletakkan peti itu di hadapan istri Firaun yang bernama Asiyah binti Muzahim. Berkat Asiyah-lah maka Firaun akhirnya mau menerima bayi Musa untuk dirawat dalam lingkungan kerajaan.
Lalu Allah Ta’ala membuat bayi Musa tidak mau disusui oleh perempuan manapun yang berusaha menyusuinya. Disini peran Miryam sang kakak perempuan Musa kembali muncul, dikisahkan bahwa Miryam saat itu merupakan salah satu bidan kerajaan di usianya yang muda belia ia sudah dipercayai melakukan aktivitas dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Miryam-lah yang memberi saran kepada siapa sang bayi hendak dicoba disusui.

"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya, hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa seandainya tidak Kami teguhkan hatinya supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).
Ibu Musa berkata kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah ia,' maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh sementara mereka tidak mengetahuinya.
Kami cegah Musa dari menyusui kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. Lalu berkatalah saudara Musa: 'Maukah aku tunjukkan kepada kalian keluarga yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
'Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berdukacita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS Al Qashash:10-13)

Selain itu Miryam yang salah satu arti namanya berasal dari kata “mar” (מר) dalam bahasa Ibrani yang berarti "air", kehidupannya memiliki asosiasi yang kuat dengan kejadian di air, yaitu saat memantau bayi Musa di sungai Nil, saat memimpin kaum perempuan menyebrangi Laut Merah beserta Musa dan umatnya sambil melantunkan puji-pujian bagi Tuhan dan diabadikan dalam Perjanjian Lama pasal Keluaran 15:1  ; dan juga dalam tradisi Bani Israil dikenal istilah "Sumur Miryam", yaitu mukjizat sumber air yang keluar di dataran kering saat Bani Israil berkelana pasca penyeberangan di Laut Merah. Dikisahkan bahwa kekeringan melanda Bani Israil setelah Miryam tiada yang akhirnya membuat Musa as memecah batu dan darinya mengalir dua belas mata air.

"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.
Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (QS al-Baqarah [2]: 60).

Ihwal wafatnya Miryam tertulis di dalam Taurat, "Seluruh rombongan Bani Israil tiba di Gurun Tzin pada bulan pertama, dan orang-orang berkumpul di Kadesh. Miryam menghembuskan nafas terakhirnya di sana dan dimakamkan di tempat yang sama" (Bilangan 20:1). Dikabarkan kepergian Miryam adalah sebuah kematian yang indah dan tidak menyakitkan yang diungkapkan sebagai dijemput oleh ciuman kematian "kiss of death". Keagungan dan keberkahan kiranya terlimpah kepada mereka yang menolong para utusan-Nya.[]

Referensi:
1.       Wikipedia. Miriam. https://en.wikipedia.org/wiki/Miriam. 5 Juli 2017.
2.       Andrews, M. Miriam: A Treasure of the Nile. Waterbrook Press, 2016. Colorado.
3.       Crawford, SW. Traditions about Miriam in the Qumran Scrolls. University of Nebraska - Lincoln, 2003.

4.       Katsir I. Kisah Para Nabi. Qisthi Press, Jakarta, 2015.

Thursday, May 25, 2017

Kedahsyatan Dzikir 'Laa Hawla Walaa Quwwata

Seorang sahabat Nabi yang bernama 'Auf bin Malik Al Asyja'i pergi menemui Rasulullah Saw dan bertanya, "Ya Rasulullah sesungguhnya anakku Malik pergi bersamamu berperang di jalan Allah dan ia belum pulang, apa yang harus saya perbuat? Padahal seluruh pasukan sudah pulang."

Rasulullah Saw bersabda, "Ya 'Auf perbanyaklah bagi kamu dan istrimu berdzikir 'laa hawla wa laa quwwata illa billah' - tiada daya dan upaya selain dari Allah'"

Auf kemudian pulang dan menemui sang istri yang tengah menanti kabar tentang kepulangan anaknya juga. Melihat suaminya datang sang istri sholihah bertanya, "Wahai 'Auf, apa yang diberitakan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam?"
'Auf menjawab, "Beliau mewasiatkan bagi kita agar banyak berdzikir laa hawla wa laa quwwata illabillah'".  Kemudian suami istri itu melaksanakan pesan Rasulullah.

Sampai saat malam yang gelap tiba, seketika ada yang mengetuk pintu, ketika 'Auf membuka pintu ternyata anaknya Malik datang sambil membawa banyak sekali domba sebagai ghonimah (harta rampasan perang).

Melihat ayahnya yang terkejut Malik mencoba menjelaskan, "Sesungguhnya musuh telah menangkapku dan mengikat dengan rantai besi pada kedua tangan dan kakiku. Ketika malam tiba saya berusaha keras untuk kabur tapi tidak bisa karena kuatnya ikatan rantai besi tersebut. Namun tiba-tiba rantai itu menjadi longgar sehingga kaki dan tangan saya bisa lepas. Kemudian ada malaikat yang membawa saya hingga saya bisa pulang secepat kilat menempuh perjalanan jauh malam ini."

Subhanallahi al 'adzim

Wednesday, May 24, 2017

Pengabdian At Tirmidzi Kepada Sang Bunda

Suatu hari, ketika cahaya surya yang terik melecut bumi seorang anak lelaki bernama Abu Abdullah Hakim Al-Tirmidzi memutuskan untuk mengembara bersama dengan dua sahabatnya, menuntut ilmu. Namun niat luhur itu kandas, lantaran sang ibu tidak menyetujui keberangkatannya.
“Wahai buah hatiku, mengapa Ananda tega meninggalkan wanita yang sudah renta tak berdaya ini? Bila engkau pergi, tidak ada lagi seorang pun yang Ibunda miliki. Sebab selama ini engkaulah tempat sandaranku. Lalu kepada siapa Ananda akan menitipkan Ibunda yang sebatang kara dan lemah ini? Kata Ibundanya bercucuran air mata.
Apa boleh buat, ia terpaksa mengurungkan niatnya, sementara kedua sahabatnya berangkat. Keberangkatan kedua sahabatnya itu sering membuat Tirmidzi termenung. Suatu hari ia duduk termenung di sebuah makam, membayangkan kedua sahabatnya yang akan pulang. “Oh sedihnya aku, tiada seorangpun memperdulikan orang bodoh seperti aku. Sedangkan kedua sahabatku akan kembali sebagai orang terpelajar dan berpendidikan,” katanya, dalam hati sangat sedih.
Tanpa disadari, muncul seorang kakek dengan wajah teduh. “Mengapa engkau menangis, anakku?” tanya si kakek. Maka Tirmidzi pun menceritakan perihal kegundahan hatinya. Mendengar itu si kakek menawarkan kepada Tirmidzi untuk belajar kepadanya. “Maukah engkau belajar kepada saya setiap hari, sehingga engkau dapat melampaui kedua sahabatmu itu dalam waktu singkat?” kata sang kakek. Tentu saja Tirmidzi sangat senang. “Baik aku bersedia,” katanya berseri-seri.
Hari demi hari, kakek tua itu mengajar Tirmidzi. Sekitar tiga tahun kemudian, barulah Tirmidzi menyadari bahwa si kakek itu sesungguhnya adalah Nabi Khidir. “Rupanya inilah keberuntungan yang kuperoleh karena telah berbakti kepada Ibuku dengan penuh ketulusan hati,” katanya dalam hati.[]

Wednesday, February 8, 2017

Kisah Tentang Kebersyukuran

Beberapa kali ia menatap kosong ke arah layar komputer yang berada di hadapannya. Pikirannya tengah digelayuti oleh ide bahwa dirinya gagal dan tidak sesukses teman-temannya dalam ukuran pencapaian dunia. Pekerjaan sebagai petugas administrasi di sebuah kantor tata kota yang pada awalnya dia sambut gembira kini bagaikan daun tumbuhan yang lapuk dan membusuk di ujung jalanan, hanya menunggu untuk dibuang ke tempat sampah. Istrinya yang setia mendampinginya selama lebih dari 8 tahun dan menjadi anak ibu dari dua anaknya kini rasanya tampak biasa saja, bahkan kerap kali tidak seseksi rekan barunya yang duduk di seberang dengan dandanan genit dan minyak wangi yang bertebaran wanginya setiap kali ia lewat di depannya.
Kenapa hidupku rasanya jadi tidak menyenangkan begini?
Kenapa aku tidak merasa bahagia?
Kenapa...(tiba-tiba suara adzan memecah semua imajinasi kelamnya)
Sang pemuda, dalam sendunya masih ingat Sang Pencipta. Kiranya pesan almarhumah ibunda masih selalu terngiang di telinganya. "Kalau kamu punya kesulitan, sujud sama Gusti Allah, minta pertolongan-Nya."
Ia pun menyambut panggilan sang muadzin dan beranjak ke masjid yang terletak di sebelah kantornya.
Seusai sholat berjamaah, sang pemuda mengambil tempat menyepi di ujung mesjid untuk berdzikir. Tak lama kemudian telefon bergetar, suara panik dari seberang menusuk-nusuk telinganya, "Rumah kebakaran pak! Ibu! Ibu!...." suara Bi Imas, sang asisten rumah tangga setengah berteriak. Bagaikan petir di siang bolong, kabar itu membuat sang pemuda terkejut dan tak berpikir dua kali untuk langsung menuju rumahnya.
Bangunan di perumahan yang masih dicicil itu sudah tak berbentuk lagi, tinggal puing-puing semata. Semua harta benda yang ia tinggal di rumah termasuk kendaraan hitam legam. Dan...sang istri dan anak-anaknya yang terperangkap di dalam rumah sudah dalam keadaan tidak bernyawa...
Tiba-tiba sekeliling mendadak menjadi gelap dan kakinya tidak dapat lagi dirasakan. Sang pemuda terjatuh pingsan.
"Pak..pak...maaf!" ia kemudian dibangunkan oleh suara seorang bapak tua yang memakai peci putih. Sang pemuda mengenali wajahnya, ia adalah bapak sang penjaga mesjid yang terletak di sebelah kantornya itu.
"Itu handphone-nya tampaknya nyala" lanjut sang bapak tua sambil mengarahkan telunjuknya pada hp sang pemuda yang tergeletak tak jauh dari saku bajunya.
Rupanya ia tertidur sekejap dalam upayanya untuk berdzikir selepas sholat dhuhur.
Ia meraba jantungnya, masih berdegup kencang karena mimpi buruk yang telah dialaminya. Tanpa menanti sang pemuda langsung mengambil handphone dan menghubungi istrinya yang baru saja pulang menjemput kedua buah hatinya dari sekolah.
"Sayang, malam ini papa pulang lebih cepat, tidak usah masak ya kita dan anak-anak akan makan di restoran favorit kita!"
Selepas 'pengalaman tidur siang'itu sang pemuda tiba-tiba menjadi jauh lebih bahagia. Ternyata kebahagiaan yang ia cari tidak jauh, ia selalu ada. Ia ada dalam tubuhnya yang sehat dan masih bisa digunakan untuk mencari nafkah, ia ada dalam sambutan hangat istri dan anak-anaknya di rumah, ia ada dalam pekerjaan biasa yang mampu menyediakan kebutuhan istri dan anak-anaknya Ternyata sekadar bayangan kehilangan apa-apa yang tengah kita miliki bisa jadi obat mujarab untuk membasuh hati yang kurang bersyukur. Sungguh Allah Maha Cepat menyambut pencarian sang hamba♥