Saturday, July 8, 2017

Mengenal Miryam: Kakak Perempuan Nabi Musa as.

Mengenal Miryam : Kakak Perempuan Musa as.
Kisah kelam ihwal pembantaian para bayi laki-laki itu berawal dari mimpi yang dialami Firaun dalam tidurnya ia melihat seakan-akan ada kobaran api dari Baitul Maqdis yang bergejolak mendekat kepadanya. Api itu membakar dan bangunan kerajaan dan menghanguskan komunitas Qibthi di Mesir, tetapi kobaran api itu sama sekali tidak membakar komunitas Bani Israil di negeri itu. Ketika Firaun terbangun dari tidurnya, ia sangat terkejut dengan mimpi yang baru saja dialaminya. Setelah itu, ia segera mengumpulkan para dukun, tunag sihir, dan tukang tenung untuk menafsirkan arti mimpinya itu. Ia meminta petunjuk dari mereka tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mereka pun berkata, "Akan lahir anak laki-laki dari kalangan Bani Israil yang menjadi penyebab hancurnya negeri Mesir di bawah kekuasaannya." Oleh sebab itu, Firaun memerintahkan para prajuritnya untuk membunuh setiap anak laki-laki sedangkan anak-anak perempuan dibiarkan hidup.

Kekejaman ini berlangsung selama bertahun-tahun. Setiap pasangan Bani Israil yang baru menikah akan dicatat dan dipantau sembilan bulan kemudian untuk diperiksa apakah pernikahan itu membuahkan anak atau tidak, dan dalam salah satu riwayat dikisahkan para bidan kerajaan yang bertugas membantu kelahiran diperintahkan untuk langsung membuang bayi yang baru lahir itu ke Sungai Nil untuk dibiarkan tenggelam jika yang terlahir adalah seorang bayi laki-laki.

Dalam suasana yang mencekam itu Imran, yang merupakan keturunan imam di garis keluarga Levi memutuskan untuk bercerai dari istrinya Yokhebed, khawatir dalam penyatuan mereka akan melahirkan anak lelaki lain, saat itu mereka sudah memiliki satu anak perempuan bernama Miryam dan anak laki-laki bernama Harun yang sudah berusia sekitar dua tahun ketika perintah Firaun diluncurkan, sehingga ia terbebas dari perintah pembunuhan yang ditujukan hanya untuk semua bayi laki-laki yang baru dilahirkan.

Miryam, sang anak berkata lantang menentang rencana ayahnya untuk bercerai, "Keputusan ayah ini lebih buruk dibanding titah Firaun. Adapun perintah Firaun hanya akan memutuskan orang tua dari anak laki-lakinya akan tetapi keputusan ayah akan membuat anak perempuan terputus juga dari orang tuanya." Imran, sang lelaki bijak membatalkan keputusannya untuk bercerai yang kemudian diikuti juga oleh keluarga Bani Israil lain, maklum saja keluarga Imran adalah panutan mereka. Bahkan Miryam pun pada usianya yang muda (sekitar 5 tahun) sudah diakui sebagai orang terang. Adalah Miryam juga yang mengatakan kalimat nubuwah, "Ibuku akan melahirkan anak laki-laki yang akan menyelamatkan Bani Israil."

Tercatat dalam sejarah bahwa Yokhebed sebenarnya sudah mengandung selama tiga bulan saat Imran menikahinya kembali. Oleh karenanya Musa lahir lebih awal dibandingkan perkiraan para petugas pencatat yang biasanya kembali pada bulan kesembilan setelah pernikahan. Saat Musa dilahirkan cahaya bersinar di rumah itu, Imran kemudian memanggil Miryam dan berkata "Nak, ramalanmu telah menjadi kenyataan." Kemudian bayi Musa sempat diasuh dalam balutan kasih sayang keluarga itu dalam kurun waktu tiga bulan lamanya, dan ia berhasil disembunyikan dari pantauan para pegawai kerajaan. Hingga kemudian Yokhebed, menerima wahyu dari Allah Ta'ala - untuk mengalirkan bayi Musa ke dalam sungai Nil. Peristiwa yang menunjukkan martabat ketaqwaan yang tinggi dari seorang perempuan yang juga berasal dari garis keturunan para imam dari keluarga Levi di Bani Israil. Petunjuk yang diturunkan kepada Yokhebed diabadikan dalam Al Quran, surat Al Qashash:7,

"Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; 'Susuilah ia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul."

Dengan hati yang dipenuhi tawakal kepada Allah Ta’ala sang ibu mengalirkan bayi Musa yang baru berusia beberapa bulan itu ke dalam sungai Nil di dalam tabut, kemudian atas perintah ibu Miryam mengikuti sejauh mana sang adik terbawa mengikuti aliran sungai. Hingga akhirnya saat sungai melintasi daerah istana tampaklah bahwa para dayang memungut Musa yang masih ada di dalam tabut yang tertutup dari tepi sungai Nil, tetapi saat itu mereka tidak berani membukanya. Akhirnya, mereka meletakkan peti itu di hadapan istri Firaun yang bernama Asiyah binti Muzahim. Berkat Asiyah-lah maka Firaun akhirnya mau menerima bayi Musa untuk dirawat dalam lingkungan kerajaan.
Lalu Allah Ta’ala membuat bayi Musa tidak mau disusui oleh perempuan manapun yang berusaha menyusuinya. Disini peran Miryam sang kakak perempuan Musa kembali muncul, dikisahkan bahwa Miryam saat itu merupakan salah satu bidan kerajaan di usianya yang muda belia ia sudah dipercayai melakukan aktivitas dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Miryam-lah yang memberi saran kepada siapa sang bayi hendak dicoba disusui.

"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya, hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa seandainya tidak Kami teguhkan hatinya supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).
Ibu Musa berkata kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah ia,' maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh sementara mereka tidak mengetahuinya.
Kami cegah Musa dari menyusui kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. Lalu berkatalah saudara Musa: 'Maukah aku tunjukkan kepada kalian keluarga yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
'Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berdukacita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS Al Qashash:10-13)

Selain itu Miryam yang salah satu arti namanya berasal dari kata “mar” (מר) dalam bahasa Ibrani yang berarti "air", kehidupannya memiliki asosiasi yang kuat dengan kejadian di air, yaitu saat memantau bayi Musa di sungai Nil, saat memimpin kaum perempuan menyebrangi Laut Merah beserta Musa dan umatnya sambil melantunkan puji-pujian bagi Tuhan dan diabadikan dalam Perjanjian Lama pasal Keluaran 15:1  ; dan juga dalam tradisi Bani Israil dikenal istilah "Sumur Miryam", yaitu mukjizat sumber air yang keluar di dataran kering saat Bani Israil berkelana pasca penyeberangan di Laut Merah. Dikisahkan bahwa kekeringan melanda Bani Israil setelah Miryam tiada yang akhirnya membuat Musa as memecah batu dan darinya mengalir dua belas mata air.

"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.
Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (QS al-Baqarah [2]: 60).

Ihwal wafatnya Miryam tertulis di dalam Taurat, "Seluruh rombongan Bani Israil tiba di Gurun Tzin pada bulan pertama, dan orang-orang berkumpul di Kadesh. Miryam menghembuskan nafas terakhirnya di sana dan dimakamkan di tempat yang sama" (Bilangan 20:1). Dikabarkan kepergian Miryam adalah sebuah kematian yang indah dan tidak menyakitkan yang diungkapkan sebagai dijemput oleh ciuman kematian "kiss of death". Keagungan dan keberkahan kiranya terlimpah kepada mereka yang menolong para utusan-Nya.[]

Referensi:
1.       Wikipedia. Miriam. https://en.wikipedia.org/wiki/Miriam. 5 Juli 2017.
2.       Andrews, M. Miriam: A Treasure of the Nile. Waterbrook Press, 2016. Colorado.
3.       Crawford, SW. Traditions about Miriam in the Qumran Scrolls. University of Nebraska - Lincoln, 2003.

4.       Katsir I. Kisah Para Nabi. Qisthi Press, Jakarta, 2015.