Thursday, August 31, 2017

Kisah Keteguhan Iman Ismail Pada Detik Penyembelihan

Ketika Hajar Berucap, “Allah Tidak Akan Mengabaikan Kami.”
Ketika Hajar tepat di pertengahan jalan menuju negeri Mesir, maka Malaikat Jibril as menampakkan diri di depan Hajar seraya berkata, "Wahai Hajar, hamba Sarah, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?"
Hajar menjawab, "Aku pergi meninggalkan Sarah."
Lalu kata Jibril berkata, "Kembalilah, karena sesungguhnya Allah memiliki rencana atas dirimu."
Sejenak Hajar terdiam, lalu Hajar mengikuti nasihat Jibril as. pergi kembali kepada Ibrahim dan Sarah.
Lalu Jibril berkata kepada Hajar, "Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismail, sebab Engkau telah mendengarkan Allah; dan Allah pun telah mendengarkan (deritamu)."
Ketika Ibrahim mendapat perintah Allah utk membawa Hajar dan bayi Ismail Siti ke suatu tempat yg kering dan gersang dan meninggalkannya di lembah Bakkah (Mekah), Hajar bertanya untuk yg terakhir kalinya kpd Ibrahim, “Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”
Nabi Ibrahim menjawab, “Ya.”
Hajar pun berucap, “Allah tidak akan mengabaikan kami.”
Sepeninggal Ibrahim as, manakala air susu Hajar telah mengering dan persediasn air pun telah habis, Ismail kecil kemudian menangis karena kehausan. Naluri seorang Ibu, Hajar kemudian berlari menuruni 2 bukit Shafa dan Marwa. Setelah berlari tujuh putaran, saat Hajar berada di Bukit Marwah dan mendengar suara. Ia lalu terdiap dan berkata, “Diam!”
Setelah diperhatikan betul-betul bahwa ia memang mendengar ada suara, ia pun lalu berkata, “Aku mendengar suaramu. Tolonglah aku jika Engkau memiliki kebaikan.”
Malaikat Jibril pun lalu menampakan diri dan melalui hentakan kaki Ismail, memancarlah air dari dalam bumi. Hajar lalu membendung air itu dan karena begitu melimpahnya, ia berkata, “zam....zam....zam....” (berkumpulah, berkumpulah).
Kelak kisah heroik Hajar berlari kecil menyusuri bukit Shafa dan Marwa menjadi salah satu prosesi rukun haji yaitu Sai.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
"Hai anakku! Aku telah bermimpi, di dalam tidur seolah-olah Aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu?" tanya Nabi Ibrahim.
Nabi Ismail menjawab, "Wahai Ayahku, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Semoga Engkau akan menemuiku insya Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah-Nya."
Lalu Ismail berkata lirih kepada ayahnya, "Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu agar Ayah mengikatku kuat kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan Ayah; kedua, agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku ketika Ibuku melihatnya; ketiga, tajamkanlah pedangmu dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaaan dan rasa pendihku; keempat, dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dantanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Penyembilan itu dilakukan. Tangan dan kaki Nabi Ismail diikat dan dibaringkan. Pedang yang sudah dipertajam diambil dan memulai menyembelih putranya. Dalam keadaan sedih dan berlinang air mata, pedang tersebut sudah menyentuh leher Nabi Ismail dan parang tersebut menjadi tumpul dan Nabi Ibrahim tidak dapat menyembelih Nabi Ismail. Setelah berbagai usaha dilakukan, penyembelihan tidak dapat dilakukan. Dalam putus asa, lalu Allah SWT berfirman.
"Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar."
Bbrp saat sebelum eksekusi penyembelihan Ismail, maka syaithan datang menggoda Ibrahim utk mengurungkan niatnya. Ibrahim tdk menggubris, lalu syaithan dilempari batu tujuh kali. Pperistiwa ini terjadi di sekitar Jumrah Aqabah. Syetan rupanya tak mau kehilangan akal, maka setan datang merayu Hajar, isteri Ibrahim, untuk membujuk suaminya agar tidak menyembelih Ismail. Tapi, Hajar tak peduli, malah ia melempari setan dengan batu sebanyak tujuh kali di Jumrah Wustha. Namun, syetan belum menyerah, kini giliran Ismail yang dibujuknya agar tidak mau dikorbankan ayahnya. Ismail pun begitu teguh pada pendiriannya, bahkan ia melempar syetan dengan batu sebanyak tujuh kali di Jumrah Ula.
Peristiwa ini kemudian mjd dikenal dalam prosesi haji yaitu melempar tujuh buah batu di Jumrah Aqabah, Jumrah Wustha dan Jumrah Ula. Sebuah simbolisasi permusuhan abadi antara Bani Adam dan Syaithan.
Salam Takzim Untuk Ibunda Siti Hajar.
Kala tetesan air mata Ibrahim jatuh menyaksikan keteguhan iman anaknya Ismail, kala itulah sejarah agung tercipta. 

Tuesday, August 1, 2017

Kisah Batu Mulia dan Para Manusia Rakus

Pada suatu hari yang cerah saat sedang melintas di area yang jarang dilalui orang banyak seorang pria menyadari sebuah kilatan muncul dari sebuah tempat di dalam tanah, ia segera mendekati dan membongkar tanah yang menutupi kilatan tersebut dan menemukan sebongkah besar batu mulia. Demikian besar batu tersebut hingga ia perlu mengeluarkan upaya cukup besar untuk mengangkatnya dari dalam tanah. Namun, saat sang pria itu hendak mengangkat batu mulia itu dari tanah, tiba terdengar sang batu berkata-kata, "Wahai manusia, sesungguhnya aku bersembunyi di sini untuk mencegah orang tersakiti. Kalau engkau mengangkatku dari dalam tanah maka ketahuilah bahwa bahaya akan mendatangimu dan kedamaian tidak akan pernah bertahan di hatimu selama engkau masih memilikiku. Maka tolong sebelum terlambat, tinggalkanlah aku disini!"

Namun sang pria yang sudah dipenuhi hasrat kekayaan, kemahsyuran dan kekuasaan tidak mau mendengar sepatahpun kata sang batu mulia, sebaliknya ia menjawab ketus, "Kamu batu tidak tahu untung! Justru aku membawamu untuk menaikkan derajatmu daripada tertimbun dalam kegelapan tanah." Dan ya, dalam hatinya sang pria tahu ia pun menginginkan kemahsyuran dan derajat tinggi di mata masyarakat. Ia pun bergegas membawa pulang sang batu mulia.

Dalam hitungan hari kabar besar tentang penemuan batu mulia itu mulai tersebar, orang mulai mengambil antrian panjang untuk melihatnya, tak kurang petinggi kerajaan dan orang-orang tersohor mulai berdatangan ingin menemui sang pria pemilik batu mulia terbesar yang mereka pernah lihat itu. Hingga di hari ketujuh, empat orang perampok bayaran mendatangi rumah sang pemegang batu mulia saat tengah malam, ketika sebagian besar orang terlelap dalam tidur. Malang tak dapat dihindari, dalam upayanya menyelamatkan batu mulia yang demikian ia cintai ia tidak hanya kehilangan tangannya namun juga kepalanya dipenggal tanpa kenal belas kasih oleh sang perampok.

Ketika batu mulia dibawa lari oleh sekelompok perampok itu, ia mulai lagi berkata-kata, "Sudah cukup korban yang jatuh, tolong buang aku sekarang juga karena keberadaanku di tangan kalian hanya akan membawa bahaya bagi diri kalian sendiri!" Lagi-lagi para manusia yang telah dirasuki hawa tamak ini tidak mau mendengar saran batu yang dapat berbicara itu. Di tengah perjalanan, saat mereka beristirahat satu persatu berkesempatan memegang dan memerhatikan keindahan sang batu mulia dari dekat, dan tak ayal lagi gelora kerakusan dalam diri makin menyala, masing-masing membayangkan bagaimana jika dirinya sendiri yang memiliki batu itu dan tidak usah dibagi dengan kawannya yang lain. Maka diam-diam masing-masing menyusun siasat licik dalam diamnya. Menjelang pagi rencana busuk itu mulai dieksekusi yang pada akhirnya mendatangkan kematian bagi mereka semua.

***

Begitulah jika kekayaan yang dikejar hanya sebatas kekayaan material dan dunia, maka orang hanya akan jungkir balik, berkeringat dan bersusah payah untuk suatu perlombaan yang tidak ada garis akhirnya. Manusia bahkan rela menyakiti sesama untuk sekadar meraih ambisinya. Ibarat diberi emas segunung, maka orang akan menginginkan gunung kedua - demikian Sang Nabi sudah mewanti-wanti. Meraup kekayaan dunia itu bagaikan minum air laut, semakin banyak diminum akan semakin bertambah haus, hingga satu-satunya yang dapat memenuhi mulut manusia adalah segumpal tanah kubur.

Bukan berarti tidak boleh memiliki dunia, yang dilarang adalah mencintainya. Genggam dunia dalam tanganmu dan jangan masukkan ia ke dalam hatimu, demikian pesan Sayyidina Ali kw. Rasulullah saw bersabda :

Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi)

Adapun seorang mukmin dilatih untuk melihat harta yang lebih berharga dibanding sesuatu yang bersifat fisik, harta-harta itu berupa akhlak yang baik berupa kesabaran, kesyukuran, mulai tidak mengeluh, diberi kecergasan badan untuk beribadah, memaafkan, semuanya merupakan rezeki yang tak ternilai yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bersyukur. 

(Adaptasi dari "The Gem and The Greedy Man", 101 stories for children of all ages. M.R. Bawa Muhaiyyaddeen. Fellowship Press, Philadelphia, 2006)