Thursday, March 24, 2022

Tatkala Allah Menerima Taubat Seorang Hamba

Saat Bani Israil sedang dalam perjalanan menuju Palestina, sudah satu tahun lamanya mereka tidak menjumpai hujan. Sementara suhu udara begitu panas dan kering. Karena tidak diguyur air dalam jangka waktu yang lama, tanaman pun mengalami kekeringan. Gagal panen merebak. Wabah kelaparan membayang di depan mata.

Orang-orang pun meminta kepada Nabi Musa AS agar berdoa. Harapannya, Allah Ta’ala mengabulkan doa itu sehingga turunlah hujan yang ditunggu-tunggu. Nabi Musa kemudian mengumpulkan seluruh umatnya di tanah lapang. Setelah itu, mereka diajaknya untuk bermunajat secara bersama-sama.

“Wahai Tuhan penguasa hujan, turunkanlah hujan kepada kami,” kata Nabi Musa sembari mengangkat kedua tangannya ke arah langit.

Ibadah berjamaah itu dilakukan secara rutin, dari hari ke hari. Akan tetapi, hujan tidak kunjung turun. Sebagian Bani Israil sudah merasakan sakit dan kelaparan. Selain itu, persediaan air minum kian menipis.

Nabi Musa AS lantas melakukan ibadah sendirian. Dalam munajatnya, beliau memohon kepada Rabb semesta alam, “Ya Allah, Tuhan semesta alam, biasanya Engkau selalu mengabulkan permohonan kami, mengapa kali ini hujan tidak kunjung turun?”

Allah menjawab, “Wahai Musa, hujan tidak turun kepada kalian karena di antara Bani Israil ada seseorang yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun. Karena keburukan maksiatnya, Aku mengharamkan hujan dari langit untuk kalian semua.”

Nabi Musa lalu bertanya, apakah yang harus dilakukannya terhadap ahli maksiat itu. Allah memerintahkan utusan-Nya itu agar mengusir lelaki itu. Beberapa saat kemudian, Nabi Musa kembali kepada kaumnya dan berseru, “Wahai saudara-saudaraku Bani Israil! Demi Allah, aku bersumpah bahwa di antara kita ada seseorang yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun. Akibat perbuatannya itu, Allah tidak menurunkan hujan untuk kita.”

Belum selesai orang-orang bergumang dan saling berkata satu sama lain, Nabi Musa melanjutkan perkataannya, “Maka hujan tidak akan turun kecuali setelah ahli maksiat itu pergi. Maka, usirlah orang itu dari sini.”

Orang-orang tidak mengetahui, siapa sosok ahli maksiat yang dimaksud. Bahkan, Nabi Musa AS pun tidak mengetahui namanya. Di tengah hiruk-pikuk itu, ada seorang lelaki yang berdiri lemas. Ya, dialah si ahli maksiat yang disinggung Nabi Musa dalam seruannya.

Lelaki ini sadar, dirinya sudah biasa melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya selama 40 tahun berturut-turut. Akan tetapi, ia sangat malu untuk mengakuinya kepada khalayak dan Nabi Musa. Ia hanya bisa melihat sekelilingnya, berharap ada orang lain yang melangkah pergi.

Ternyata, tak ada seorang pun yang beranjak dari tempatnya. Menyadari hal itu, lelaki tersebut semakin bermuram durja. Tanpa diketahui siapapun, ia lantas berdoa dalam hati, “Ya Allah, ya Tuhanku, aku menyesal telah bermaksiat kepada-Mu selama 40 tahun. Aku sungguh-sungguh memohon kiranya Engkau menutupi aibku. Jika sekarang pergi, aku pasti dilecehkan dan dipermalukan kaumku. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Ya Allah, terimalah tobatku.”

Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Seluruh Bani Israil terkejut dan melonjak gembira. Mereka bersama-sama bersujud syukur, mengucapkan puja dan puji kepada-Nya. Nabi Musa pun terkejut dengan datangnya hujan. Sebab, belum ada seorang pun yang beranjak pergi. Artinya, si ahli maksiat masih berada di antara kaumnya.

Allah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, hujan turun karena Aku gembira, hamba-Ku yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun itu kini telah bertobat.”

Karena penasaran, Nabi Musa memohon kepada Allah agar menunjukkan, siapa orang yang dimaksud itu. Dengan begitu, sang nabi dapat menyampaikan langsung kepadanya tentang kabar gembira ini.

Allah berfirman, “Wahai Musa, dia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, dan semuanya perbuatannya Kurahasiakan darimu dan kaummu. Sekarang setelah dia bertobat, mungkinkah Aku akan mempermalukannya?”