Salah seorang syeikh mempunyai beberapa orang murid, dan dia lebih menyukai salah seorang muridnya, dan memberinya perhatian lebih daripada murid-muridnya yang lain. Ketika dia ditanya tentang hal itu, dia menjawab, “Aku akan menunjukkan kepadamu mengapa aku bersikap demikian terhadapnya.”
Lalu diberikannya kepada setiap orang muridnya sekor burung dan memerintahkan kepada mereka, Sembelihlah burung-burung itu di suatu tempat di mana tidak seorang pun melihatnya. Mereka semua lalu berangkat, kemudian masing-masing kembali dengan burung sembelihannya. Tetapi murid yang disayangi syeikh itu kembali dengan membawa burungnya yang masih hidup. Ketika syeikhnya bertanya, “Mengapa engkau tidak menyembelih burungmu?” Si murid menjawab, “Tuan memerintahkan saya supaya menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat oleh sesiapa pun, dan saya tidak dapat menemukan tempat seperti itu.
"Sungguh pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal." (QS Yusuf [12]:111)
Monday, April 29, 2013
Pelayan Sang Raja
Ada seorang raja yang mempunyai seorang pelayan yang mendapat perhatian lebih dari pelayan lainnya. Tidak seorang pun diantara mereka yang lebih beharga atau lebih tampan dari pelayan yang satu itu. Sang raja ditanya tentang hal ini, maka dia lalu ingin menjelaskan kepada mereka kelebihan pelayannaya itu dari pelayan yang lain dalam pengabdiannya.
Suatu hari beliau telah mengenderai kuda bersama para pengiringnya. Di kejauhan nampak sebuah gunung berpuncakkan salju. Sang raja melihat kepada salju itu dan membungkukkan kepadalanya. Si pelayan lalu memacu kudanya. Tidak lama kemudian dia kembali dengan membawa sedikit salju.
Sang raja bertanya kepadanya, "Bagaimana engkau tahu bahawa aku menginginkan salju?.."
Si pelayan menjawab, “ Karena paduka melihatnya, dan seorang raja hanya melihat sesuatu jika dia mempunyai niat yang kuat”.
Maka sang raja lalu berkata, “Aku memberinya anugerah dan kehormatan khusus, karena bagi setiap orang ada pekerjaannya sendiri, dan pekerjaannya adalah mengamati pandangan mataku dan memperhatikan keadaanku dengan penuh perhatian.”[]
Suatu hari beliau telah mengenderai kuda bersama para pengiringnya. Di kejauhan nampak sebuah gunung berpuncakkan salju. Sang raja melihat kepada salju itu dan membungkukkan kepadalanya. Si pelayan lalu memacu kudanya. Tidak lama kemudian dia kembali dengan membawa sedikit salju.
Sang raja bertanya kepadanya, "Bagaimana engkau tahu bahawa aku menginginkan salju?.."
Si pelayan menjawab, “ Karena paduka melihatnya, dan seorang raja hanya melihat sesuatu jika dia mempunyai niat yang kuat”.
Maka sang raja lalu berkata, “Aku memberinya anugerah dan kehormatan khusus, karena bagi setiap orang ada pekerjaannya sendiri, dan pekerjaannya adalah mengamati pandangan mataku dan memperhatikan keadaanku dengan penuh perhatian.”[]
Friday, April 19, 2013
Ketakjuban Rasulullah saw Pada Seseorang
Telah diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw sedang
makan-makan.
Lalu datanglah seorang lelaki hitam yang berpenyakit cacar
sedang mengupas-ngupas. Maka apabila lelaki hitam itu duduk di samping
seseorang, berdirilah orang yang duduk di sampingnya.
Kemudian Nabi saw menyuruh orang hitam itu duduk di
sampingnya.
Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya
menakjubkan aku bahwa seseorang membawa sesuatu pada tangannya, ia bekerja
untuk keluarganya, ia menolak kesombongan dengan pekerjaannya itu dari
dirinya.”[]
Hati-hati Mencibir Seseorang
Diriwayatkan bahwasanya Nabi saw berada dalam suatu golongan
dari sahabat-sahabat di rumahnya dimana mereka makan-makan.
Maka berdirilah seorang peminta-minta yang sakit lumpuh yang
tidak disenangi orang. Kemudian peminta-minta itu diizinkan masuk. Lalu ia
didudukkan oleh Rasulullah di pangkuannya.
Kemudian beliau berkata kepadanya, “Makanlah!”
Maka ada seorang Quraisy yang merasa jijik dan tidak senang
kepadanya. Sehingga matilah Quraisy itu dimana ia pun terkena penyakit lumpuh
seperti yang diderita oleh peminta-minta itu.[]
Pelajaran Untuk Sederhana
Dari Abu Salamah Al Madini dari ayahnya dari neneknya, ia
berkata,
“Rasulullah saw pernah bersama kita di masjid Quba dimana
beliau berpuasa. Maka kami bawakan ketika buka puasa segelas susu. Dan kami
masukkan ke dalamnya sedikit madu. Maka ketika beliau mengangkat gelas itu dan
merasakan susunya, beliau dapati rasa manisnya madu.
Lalu beliau bertanya, “Rasa apakah ini?”
Kami menjawab, “Wahai Rasulullah! Kami masukkan ke dalamnya
sedikit madu.”
Kemudian Rasulullah meletakkan gelas itu seraya bersabda:
“Sesungguhnya saya
tidaklah mengharamkan madu. Dan barangsiapa merendahkan diri karena Allah,
niscaya ia diangkat derajatnya oleh Allah. Dan barangsiapa yang sederhana,
niscaya dikayakan oleh Allah. Dan barangsiapa yang berbuat tabdzir (boros),
niscaya dijadikan miskin oleh Allah. Dan barangsiapa banyak dzikir kepada
Allah, niscaya ia dicintai oleh Allah”
(HR Al Bazzar)
Pertanyaan Pendeta Yahudi Tentang Surga
Pendeta Yahudi bertanya
“Apakah hadiah mereka ketika
mereka memasuki surga?”
Rasulullah saw bersabda:
“Tambahan hati ikan paus.”
Pendeta Yahudi bertanya, “Lalu
makanan apakah sesudah itu?”
Rasulullah bersabda:
“Disembelihkan bagi mereka lembu jantan surga yang dimakan di tepi-tepi
surga.”
Pendeta Yahudi bertanya, “Apakah
minuman mereka sesudah itu?”
Rasulullah saw berkata:
“Dari mata air di surga yang dinamakan Salsabil.”
Maka pendeta itu berkata, “Kamu
benar”
(HR Muslim)
Kamar-Kamar Surga
Jabir ra berkata, “Rasulullah saw
bersabda kepada kami:
“Maukah aku ceritakan kepada kamu tentang kamar-kamar surga?”
Saya berkata, “Ya, wahai
Rasulullah, mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat atas engkau, demi engkau
saya korbankan ayah ibuku.”
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya di dalam surga ada kamar-kamar dari jenis-jenis permata
yang luarnya dapat dilihat dari dalamnya dan dalamnya dapat dilihat dari
luarnya. Di dalamnya ada kenikmatan, kelezatan dan kesenangan yang mata tidak
pernah melihat dan telinga tidak mendengar dan tidak ada goresan atas hati
manusia.”
Jabir bertanya, “Wahai
Rasulullah! Bagi siapakah kamar-kamar itu?”
Rasulullah saw bersabda:
“Bagi orang yang menyebarkan salam, memberi makan, mengekalkan puasa
dan mengerjakan shalat malam, sedang manusia tidur.”
Jabir berkata, “Wahai Rasulullah!
Siapa yang sanggup yang demikian itu?”
Rasulullah saw bersabda:
“Ummatku mampu yang demikian itu. Dan aku akan beritahukan kepadamu
tentang yang demikian itu. Barangsiapa yang berjumpa dengan saudaranya, lalu ia
mengucapkan salam kepadanya atau menjawab salam kepadanya, maka ia telah
menyebarkan salam. Dan barangsiapa memberi makan kepada istrinya dan
keluarganya sehingga mengenyangkan mereka, maka ia telah memberikan makanan.
Dan barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan dari setiap bulan tiga hari,
maka ia telah mengekalkan puasa dan barangsiapa shalat Isya yang akhir dan
mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah, maka ia telah mengerjakan shalat
malam, sedang manusia tidur.”
Maksudnya orang Yahudi, Nasrani
dan Majusi.
(HR Abu Nu’aim)
Gerombolan Manusia Meminta Pertolongan Di Akhirat
Rasulullah saw bersabda:
“Aku adalah pemimpin para Rasul pada hari Kiamat. Apakah kamu tahu dari
apa yang demikian itu? Allah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan
orang-orang yang terakhir pada suatu dataran tinggi dimana seorang penyeru
didengar oleh mereka, penglihatan menembus mereka dan matahari dekat. Maka
manusia sampai dari kesusahan dan kesulitan kepada yang mereka tidak sanggup
menanggungnya. Lalu manusia berkata kepada sebagian yang lain, “Apakah kamu
tidak tahu apa yang telah sampai kepadamu. Apakah kamu tidak melihat siapa yang
memohon syafaat bagi kepada Tuhanmu?” Maka sebagian mereka berkata kepada
sebagian yang lain, “Haruslah kamu dengan Adam as”
“Lalu mereka datang kepada Adam lalu berkata kepadanya”; “Engkau adalah
bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya. Dia menghembuskan padamu
dari ruh-Nya dan Dia menyuruh para malaikat untuk bersujud kepadamu.
Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada Tuhanmu! Apakah kamu tidak tahu apa yang
menimpa kami? Apakah kamu tidak tahu apa yang telah sampai kepada kami?”
Maka Adam as menjawab, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini
dengan kemarahan yang belum pernah Dia marah sebelumnya seperti itu dan
sesudahnya seperti itu. Sesungguhnya Dia telah melarangku dari pohon lalu aku
durhaka kepada-Nya. Pergilah kepada selain diriku, pergilah kepada Nuh.”
Lalu mereka datang kepada Nabi Nuh as, lantas mereka berkata, “Hai Nuh,
engkau adalah Rasul yang pertama kepada penduduk bumi dan Allah telah
menamakanmu hamba yang banyak bersyukur. Mohonlah syafa’at bagi kami kepada
tuhanmu! Apakah kamu tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Maka Nabi Nuh as berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari
ini dengan kemarahan yang tidak pernah Dia marah sebelumnya seperti dan
sesudahnya seperti itu. Dan sesungguhnya telah ada bagiku suatu doa yang aku
doakannya atas kaumku. Pergilah kepada selainku, pergilah kepada Ibrahim
kekasih Allah.”
Lalu mereka datang kepada Ibrahim as, lantas mereka berkata: “Engkau
adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi. Mohonkanlah syafa’at
kepada kami kepada Tuhanmu! Apakah engkau tidak melihat apa yang menimpa kami?”
Nabi Ibrahim as berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Tuhanku telah
marah pada hari ini dengan suatu kemarahan yang belum pernah Dia marah
sebelumnya seperti itu dan sesudahnya seperti itu. Dan sesungguhnya aku telah
berdusta tiga kali – dan ia menyebutkannya – Pergilah kepada selain diriku!
Pergilah kepada Musa as.”
Lalu mereka datang kepada Nabi Musa as, lantas mereka berkata, “Hai
Musa, engkau adalah rasul Allah, Dia telah melebihkanmu dengan risalah-Nya dan
dengan kalam-Nya atas manusia. Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada Tuhanmu!
Apakah kamu tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Nabi Musa as berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini
dengan kemarahan yang belum pernah Dia marah sebelumnya seperti itu dan
sesudahnya tidak akan marah seperti itu. Dan sesungguhnya aku telah membunuh
jiwa yang aku tidak disuruh membunuhnya. Pergilah kepada selainku, pergilah
kepada Isa as!”
Lalu mereka datang kepada Isa as, lantas mereka berkata, “Hai Isa,
engkau adalah Rasul Allah dan kalimat-Nya yang diletakkan-Nya kepada Maryam,
dan engkau adalah ruh daripada-Nya, dan engkau dapat berbicara kepada manusia
ketika dalam ayunan. Mohonkanlah syafa’at bagi kami kepada Tuhanmu! Apakah
engkau tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Nabi Isa as berkata, “Sesungguhnya Tuhanku telah marah pada hari ini
dengan kemarahan yang tidak pernah Dia marah sebelumnya dan tidak akan marah
sesudahnya seperti itu – dan ia tidak menyebut dosa -Pergilah kepada selainku,
pergilah kepada Muhammad saw”
Lalu mereka datang kepadaku. Lantas mereka berkata, “Hai Muhammad,
engkau adalah rasul Allah dan penutup para nabi. Dan Allah telah mengampuni
bagimu dosa yang terdahulu dan yang terkemudian. Mohonkanlah syafa’at bagi kami
kepada tuhanmu! Apakah engkau tidak tahu apa yang menimpa kami?”
Maka aku berangkat, lalu aku datang di bawah ‘Arsy, maka aku jatuh
bersujud kepada Tuhanku. Kemudian Allah membuka bagiku dari puji-pujiNya dan
kebagusan sanjungan kepada-Nya, sesuatu yang tidak pernah dibukakan kepada
seseorang sebelumku. Kemudian dikatakan, “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu dan
mintalah, niscaya kamu diberi dan mintailah syafa’at, niscaya kamu diberi
syafa’at.”
Maka aku berkata, “Ummatku, ummatku, wahai Tuhan!” Lalu dikatakan, “Hai
Muhammad, masukkanlah dari ummatmu orang-orang yang tidak ada hisab atas mereka
dari pintu yang kanan dari pintu-pintu surga. Dan mereka itu sekutu-sekutu
manusia pada pintu-pintu yang selain pintu yang kanan itu!”
Kemudian beliau saw bersabda, “Demi Tuhan yang diriku di dalam
kekuasaan-Nya. Sesungguhnya di antara daun-daun pintu surga itu seperti jarak
antara Makkah dan Himyar atau seperti jarak antara Makkah dan Bashrah”
(HR Muttafaq’alaih)
Hari Ketika Setiap Orang Sibuk Dengan Dirinya
Hasan Al Bashri meriwayatkan,
“Sesungguhnya kepala Rasulullah
saw berada di pangkuan Aisyah ra. Lalu beliau mengantuk, maka Aisyah ra
mengingat akhirat, lalu ia menangis hingga mengalir air matanya. Lalu air mata
itu menetes di atas pipi Rasulullah saw. Maka beliau terbangun, lalu beliau
bersabda:
“Apakah yang membuat engkau menangis wahai Aisyah?”
Aisyah menjawab, “Aku mengingat
akhirat. Apakah engkau akan mengingatkan keluargamu akan hari kiamat?”
Rasulullah saw bersabda:
“Demi Tuhan yang diriku di tangan-Nya. Terdapat tiga tempat saat
seseorang tidak ingat kecuali kepada dirinya, yaitu ketika neraca-neraca
diletakkan dan amal perbuatan ditimbang sehingga anak Adam memandang apakah
ringan timbangannya atau berat, dan di sisi lembaran-lembaran amal, sehingga ia
memandang apakah dengan tangan kanannya ia mengambil catatan amalnya atau
dengan tangan kirinya dan ketika di sisi titian.”
(HR Abu Dawud)
Wasiat Sang Gadis Korban Wabah Kolera
Yazid bin Nu’amah berkata,
“Seorang gadis meninggal dunia
dalam wabah penyakit kolera, lalu ayahnya bermimpi bertemu dengannya dalam
tidur, kemudian ayahnya berkata kepadanya, “Hai anak perempuanku! Beritahukanlah
kepadaku tentang akhirat!”
Gadis itu menjawab, “Hai ayahku!
Kami datang kepada urusan yang besar yang kami mengerti dan tidak dapat
mengerjakan, sedangkan kamu mengerjakan dan tidak mengerti. Demi Allah, satu
kali tasbih atau dua kali tasbih atau satu rakaat dalam lapangan amal itu lebih
aku sukai daripada dunia seisinya.”[]
Taqwa Dalam Hati Yang Susah
Abu Bakar Al Khatani berkata,
“Saya bermimpi dalam tidur bertemu dengan seorang pemuda yang tidak pernah saya
lihat lebih baik dari parasnya. Lalu saya bertanya kepadanya, “Siapa kamu?”
Pemuda itu menjawab, “Taqwa”
Saya bertanya, “Dimana kamu
bertempat tinggal?”
Pemuda itu menjawab, “Di setiap
hati yang susah”
Kemudian ia berpaling. Lalu
tiba-tiba ada wanita hitam, lalu saya bertanya, “Siapa kamu?” Wanita itu
menjawab, “Saya adalah penyakit.”
Saya bertanya, “Dimana kamu
bertempat tinggal?”
Wanita itu menjawab, “Di setiap
hati yang bersenang-senang lagi bersuka ria”
Abu Bakar Al Kathani lalu
berkata, “Lalu saya terbangun dan berjanji tidak tertawa selain karena
terpaksa.” []
Ganjaran Menanggung Kesedihan Di Dunia
Shaleh bin Basyir berkata, “Saya
bermimpi bertemu dengan Atha’ ‘As Silmi dalam tidur, lalu saya berkata
kepadanya, “Mudah-mudahan Allah merahmatimu. Sungguh kamu telah lama menanggung
kesedihan di dunia.”
Atha’ As Silmi berkata, “Ingatla
demi Allah. Dia telah membalas kepadaku yang demikian itu dengan istirahat yang
lama dan kesenangan yang kekal.”
Lalu saya bertanya, “Di tingkat
yang mana kamu?”
‘Atha As Silmi menjawab:
“Bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu Nabi-nabi, para shiddiqiin, syuhada dan orang-orang yang shaleh dan
mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa:69) []
Ibnu Abbas Mimpi Husain Terbunuh
Ibnu Abbas ra bangun suatu kali
dari tidurnya lalu ia membaca inna
lillahi wa inna ilaihi raaji’uun dan ia berkata, “Al Husain terbunuh, demi
Allah” dan itu adalah sebelum terbunuhnya.
Lalu para sahabat tidak percaya
kepadanya, maka ia berkata, “Saya bermimpi bertemu Rasulullah saw dan bersama
beliau terdapat kaca yang bersimbah darah, lalu beliau bersabda, “Apakah kamu
tidak mengerti apa yang diperbuat oleh umatku sepeninggalku. Mereka membunuh
cucuku Al Husain dan ini darahny dan darah teman-temannya yang aku angkat
kepadanya Allah Ta’ala”
Maka datanglah berita setelah dua
puluh empat hari mengenai terbunuhnya Al Husain dari hari yang dimimpikan Ibnu
Abbas.[]
Diselamatkan Oleh Shalawat
Abdul Wahid bin Zaid berkata,
“Saya keluar untuk menunaikan ibadah haji, lalu saya ditemani oleh seorang
laki-laki yang tidak berdiri, tidak duduk, tidak bergerak dan tidak tenang
melainkan ia membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Lalu saya bertanya
kepadanya tentang yang demikian itu. Maka ia menjawab,
“Saya akan memberitahukan
kepadamu tentang yang demikian. Saya keluar pertama kali untuk pergi, kemudian
saya tidur di salah satu bagian rumah, ketika saya tidur tiba-tiba datang
kepadaku seseorang yang berkata, “Bangunlah, Allah telah mematikan ayahmu dan
menghitamkan rupanya.”
Lalu saya bangun dengan terkejut,
lantas saya segera melihat ayah saya dan ternyata ia telah meninggal dunia lagi
hitam mukanya. Lalu rasa ketakutan menyergapku sedemikian rupa. Tidak lama
kemudian, dalam kondisi yang masih bersedih, saya melihat empat orang hitam di
sekitar ayahku membawa tiang-tiang besi. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki
yang bagus wajahnya dan berkata kepada mereka, “Menyingkirlah!” lalu ia
mengusap kepala ayahku dengan tangannya. Kemudian ia mendatangiku dan berkata, “Bangunlah,
Allah telah memutihkan muka ayahmu.”
Lalu saya bertanya kepadanya, “Siapa
engkau, wahai demi engkau saya korbankan ayah dan ibuku.”
Maka ia menjawab, “Muhammad”
Teman itu berkata, “Lalu saya
membuka kain dari muka ayahku, tiba-tiba ia telah putih. Maka saya tidak pernah
meninggalkan shalawat kepada Nabi saw setelah itu.”[]
Sunday, April 7, 2013
Berbicara Dengan Orang Yang Telah Meninggal
Ketika tokoh-tokoh golongan
Quraisy terbunuh pada Perang Badar, maka Rasulullah saw memanggil mereka, lalu
beliau bersabda:
“Hai fulan! Hai fulan! Aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan
Tuhanku kepadaku itu benar, maka apakah kamu mendapatkan apa yang dijadikan
Tuhanmu itu benar?”
Lalu ditanyakan, “Wahai
Rasulullah, apakah engkau memanggil mereka padahal mereka telah mati?”
Maka Rasulullah bersabda,
“Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya mereka itu
lebih mendengar perkataan ini daripada kamu. Hanya saja mereka tidak mampu
menjawab.”
(HR Muslim)
Dialog Dengan Orang Yang Telah Wafat
Seorang laki-laki dari keluarga
‘Ashim Al Jahdari berkata,
“Saya bermimpi bertemu ‘Ashim
dalam tidurku setelah dua tahun ia meninggal dunia, lalu saya bertanya,
“Bukankah kamu telah meninggal dunia?”
‘Ashim menjawab, “Ya”
Lalu saya bertanya, “Dimana
kamu?”
Maka ‘Ashim menjawab, “Saya demi
Allah dalam taman dari taman-taman surga, saya dan rombongan dari sahabatku
berkumpul setiap malam Jum’at dan paginya ke tempat Abu Bakar bin Abdillah Al
Muzani, lalu kami menerima berita-beritamu.”
Saya bertanya, “Bagaimana dengan
tubuhmu dan ruhmu?”
Maka ‘Ashim menjawab, “Alangkah
jauh, tubuh telah hancur dan sesungguhnya ruh-ruh itu bertemu.”
Keluarga ‘Ashim terus berkata,
“Saya bertanya, “Apakah kamu tahu mengenai ziarah kamu kepadamu?”
‘Ashim menjawab, “Ya, kami tahu
dengan ziarahmu pada sore hari Jum’at, hari Jum’at semuanya dan hari Sabtu
sampai terbitnya matahari.”
Saya bertanya, “Mengapa tidak
pada semua hari?”
‘Ashim menjawab, “Karena
keutamaan hari Jum’at dan keagungannya.” []
Pemabuk Yang Diampuni
Diceritakan bahwa seorang
laki-laki pemabuk dan pembuat onar meninggal dunia di salah satu sudut kota Bashrah. Lalu
istrinya tidak menemukan orang yang membantunya dalam membawa jenazah, maka
sang istri menyewa dua orang kuli untuk membawanya ke mushalla dimana tidak ada
seorang pun yang melakukan shalat baginya, kemudian istrinya membawa jenazah
itu ke sebuah padang
sahara untuk dikebumikan.
Di atas bukit yang dekat dengan
tempat kuburan itu ada seorang ahli zuhud, lalu istri itu melihat sang ahli
zuhud seperti menanti kepada jenazah dan bermaksud melakukan shalat atasnya.
Maka tersebarlah berita bahwa
seorang ahli zuhud turun dan melakukan shalat bagi si tukang onar, dan banyak
orang heran atas sikap orang zuhud itu.
Maka sang ahli zuhud berkata,
“Dikatakan kepadaku di waktu tidur, turunlah ke tempat si fulan, maka kamu
melihat jenazah disana yang tidak ada seorang pun bersamanya selain istrinya,
lalu kerjakan shalat atasnya, sesungguhnya dia diampuni.”
Maka bertambahlah keheranan
manusia, lalu orang ahli zuhud itu memanggil istrinya dan ia bertanya kepadanya
tentang keadaan sang jenazah tentang bagaimana keadaan ia semasa hidup. Istri
itu menjawab, “Seperti yang telah diketahui, ia sepanjang harinya di warung
khamr, disibukkan dengan meminum khamr.”
Orang ahli zuhud itu bertanya,
“Ingat-ingatlah, apakah kamu melihat padanya suatu amal kebaikan?”
Istri itu menjawab, “Ya, tiga
perkara. Pertama, ia setiap hari sadar dari mabuknya di waktu shubuh, maka ia
mengganti pakaiannya, berwudhu dan melakukan shalat Shubuh dalam jamaah,
kemudian ia kembali ke warung khamr dan menyibukkan diri dengan kefasikannya.
Kedua, bahwa dalam rumahnya selamanya tidak pernah sunyi dari satu atau dua
anak yatim, dan perbuatan baiknya kepada mereka itu lebih banyak daripada
perbuatannya kepada anak-anaknya dan ia sangat memperhatikan keadaan anak yatim
itu. Ketiga, bahwa ia sadar di tengah-tengah mabuknya pada kegelapan malam,
lalu ia menangis dan berdoa, “Wahai Tuhan sudut manakah dari sudut-sudut neraka
Jahannam yang Engkau bermaksud memenuhi dengan orang keji ini.”
Lalu orang zuhud itu pergi dan
telah hilang kemusykilannya tentang urusan orang yang meninggal dunia itu.[]
Kalimah Wasiat Abu Bakar Ash Shiddiq ra
Sa’id bin Al Musayyah berkata:
“Ketika Abu Bakar ra hampir
meninggal dunia, maka ia didatangi oleh orang banyak dari kalangan sahabat lalu
mereka berkata, “Hai khalifah Rasulullah saw, bekalilah kami. Sesungguhnya kami
melihat engkau karena apa yang ada pada engkau.”
Maka Abu Bakar ra berkata, “Barangsiapa
mengucapkan kalimat-kalimat ini, kemudian ia mati, maka dijadikan ruhnya di
ufuq yang nyata.”
Mereka bertanya, “Apakah itu ufuq
yang nyata?”
Abu Bakar ra menjawab, “Tanah
rata lagi halus di hadapan Arsy yang padanya ada taman-taman Allah,
sungai-sungai dan pohon-pohon yang ditutupi setiap hari oleh seratus rahmat.
Maka barangsiapa yang mengucapkan ucapan ini, maka Allah menjadikan ruhnya di
tempat ini, yaitu:
“Wahai Allah, sesungguhnya Engkau memulai penciptaan dengan tanpa ada
keperluan pada-Mu, kepada mereka kemudian Engkau ciptakan menjadi dua golongan,
satu golongan untuk surga dan satu golongan untuk neraka. Maka jadikanlah aku
untuk surga dan jangan jadikan aku untuk neraka.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan makhluk menjadi beberapa
golongan dan Engkau membeda-bedakan mereka sebelum Engkau menciptakan mereka. Lalu
Engkau jadikan dari mereka orang celaka, orang yang bahagia, orang yang sesat
dan orang yang memperoleh petunjuk. Maka janganlah Engkau celakakan aku dengan
perbuatan-perbuatan maksiat kepada-Mu.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui apa yang dikerjakan
oleh setiap jiwa sebelum Engkau menciptakannya. Maka tidak ada tempat lari
baginya dari apa yang Engkau ketahui, maka jadikanlah aku dari orang yang
Engkau gunakan untuk taat kepada-Mu.
Wahai Allah, sesungguhnya seseorang tidak menghendaki sehingga Engkau
menghendaki, maka jadikanlah kehendak-Mu bahwa aku berkehendak kepada apa yang
mendekatkanku kepada-Mu.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menentukan gerakan-gerakan hamba, maka
tidaklah bergerak sesuatupun kecuali dengan izin-Mu, maka jadikanlah
gerakan-gerakanku dalam taqwa kepada-Mu.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan kebaikan dan keburukan dan
Engkau jadikan setiap satu dari keduanya orang yang mengerjakannya. Maka jadikanlah
aku termasuk sebaik-baik diantara dua bagian.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan surga dan neraka dan
Engkau jadikan bagian setiap satu dari keduanya akan penghuninya, maka
jadikanlah aku termasuk penghuni surga-Mu.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau menghendaki dengan suatu kaum
kesesatan dan Engkau sempitkan dada mereka karenanya, maka bukalah dadaku bagi
iman dan hiaskanlah iman di dalam hatiku.
Wahai Allah, sesungguhnya Engkau mengatur segala urusan dan Engaku
menjadikan tempat kembalinya kepada-Mu, maka hidupkanlah aku setelah mati
dengan kehidupan yang baik dan dekatkanlah aku kepada-Mu sedekat-dekatnya.
Wahai Allah, barangsiapa pagi dan sore kepercayaannya kepada selain
Engkau, maka Engkau adalah kepercayaanku dan harapanku. Tiada daya dan upaya
selain dengan pertolongan Allah.”
Abu Bakar ra berkata, “Ini semuanya ada dalam kitab Allah Azza wa
Jalla.”[]
Memandikan Jasad Rasulullah SAW
‘Aisyah ra berkata, “Ketika
mereka berkumpul untuk memandikan Rasulullah saw, maka mereka berkata, “Demi
Allah, kita tidak tahu bagaimana kita memandikan Rasulullah saw apakah kita
membuka kain beliau sebagaimana kami berbuat dengan orang-orang yang meninggal
dunia dari kami atau kita mandikan beliau dalam pakaian beliau?”
‘Aisyah terus berkata, “Lalu
Allah mengutus tidur kepada mereka sehingga tidak tertinggal pun seorang dari
mereka melainkan meletakkan janggutnya atas dadanya dalam keadaan tidur. Kemudian
berkatalah orang berkata yang tidak diketahui siapa dia. “Mandikanlah
Rasulullah saw dalam pakaiannya.”
Lalu mereka banggun, lantas
berbuat demikian. Maka Rasulullah saw dimandikan dalam baju beliau sehingga saat
mereka selesai memandikan, maka beliau dikafani.[]
Kematian Tak Lari Kemana
Malaikat pencabut nyawa datang
kepada Nabi Sulaiman bin Dawud as, kemudian ia memandang kepada salah seorang
dari teman duduknya. Ia terus-terusan memandang kepadanya.
Ketika malaikat pencabut nyawa
keluar, maka laki-laki itu bertanya, “Siapa gerangan orang itu?”
Nabi Sulaiman menjawab, “Ia
adalah malaikat pencabut nyawa.”
Lalu laki-laki itu berkata, “Sesungguhnya
saya melihat bahwa ia senantiasa memandangiku seakan-akan ia menghendakiku.”
Nabi Sulaiman bertanya, “Lalu apa
yang kamu kehendaki?”
Laki-laki itu menjawab, “Saya
menghendaki agar engkau menyelamatkanku darinya, suruhlah angin sehingga ia
membawaku ke negeri India
yang paling jauh.”
Maka Nabi Sulaiman menyuruh angin
untuk berbuat demikian.
Kemudian malaikat pencabut nyawa
datang kembali kepada Nabi Sulaiman, dan kali ini sang nabi bertanya kepadanya
, “Saya melihat engkau memandangi kepada salah seorang dari teman dudukku terus
menerus, ada apa gerangan?”
Sang malaikat menjawab, “Ya, saya
heran padanya. Karena saya disuruh mencabut nyawanya di negeri India
yang paling jauh pada saat ia berada dekat di sisimu.”[]
Thursday, April 4, 2013
Habisnya Jatah Usia Seseorang
Atha’ bin Yasar berkata, “Apabila
tiba malam pertengahan bulan Sya’ban, maka suatu lembaran diserahkan kepada
malaikat pencabut nyawa, lalu dikatakan, “Cabutlah pada tahun ini orang ada
dalam lembaran ini.”
“Tiada suatu hari melainkan
malaikat pencabut nyawa menyelidiki setiap rumah sampai tiga kali. Maka
barangsiapa mereka yang telah menyempurnakan rezeki dan telah habis ajalnya,
maka dicabut nyawanya. Apabila ia dicabut nyawanya, maka keluarganya
menghadapinya dengan jeritan dan tangisan. Lalu malaikat pencabut nyawa
memegang kayu sisi pintu dan berkata, “Demi Allah, saya tidak memakan rezekinya
dan tidak menghilangkan umurnya dan tidak mengurangi ajalnya. Dan sesungguhnya
aku akan kembali sehingga aku tidak meninggalkan seorang pun di antara kamu.”[]
Perlakuan Berbeda dari Sang Malaikat Maut
Wahb bin Al Munabbih berkata,
“Ada seorang raja dari raja-raja menghendaki
naik kendaraan ke suatu daerah di bumi, lalu ia meminta sepotong pakaian untuk
digunakan. Ketika pakaian yang dipilihkan tidak mengagumkannya, maka ia meminta
pakaian lain untuk digunakan, dan ia mencoba itu beberapa kali. Begitu pula
saat ia meminta binatang kendaraan, ia memilih yang terbaik untuk dikendarai.
Maka iblis datang, lalu ia meniup pada lubang hidungnya sekali tiupan, maka ia
memenuhi raja itu dengan kesombongan.
Kemudian raja itu berjalan
mengendarai kuda-kudanya, dan ia tidak memandang kepada manusia karena
sombongnya.
Lalu datang seorang laki-laki
yang buruk rupanya, laki-laki itu mengucapkan salam kepadanya. Maka sang raja
tidak membalas salam kepadanya, lalu laki-laki itu memegang tali kendali
binatang kendaraannya. Maka raja itu berkata, “Lepaskanlah tali kendali itu,
sesungguhnya kamu telah mencari perkara!”
Laki-laki itu berkata,
“Sesungguhnya saya mempunyai keperluan kepadamu.”
Raja itu berkata, “Sabarlah
sehingga saya turun.”
Laki-laki itu berkata, “Tidak!
Sekarang saja.” Maka laki-laki itu memaksakan raja di atas tali kendali binatang
kendaraannya.
Raja itu berkata, “Sebutkanlah
keperluanmu itu.”
Laki-laki itu berkata, “Itu
rahasia.” Maka laki-laki itu mendekatkan kepalanya kepada raja dan membisikinya
seraya berkata, “Saya adalah malaikat pencabut nyawa.”
Maka berubahlah warna muka raja
dan berguncanglah lisannya kemudian dia berkata, “Tinggalkanlah saya sehingga
saya kembali kepada keluargaku dan memenuhi keperluanku hingga saya berpisah
dengan mereka.”
Malaikat pencabut nyawa berkata,
“Tidak, demi Allah. Kamu tidak akan melihat keluargamu dan semua milikmu
selama-lamanya.”
Lalu malaikat pencabut nyawa itu
mencabut nyawa sang raja. Maka raja itu jatuh seolah-olah ia adalah sepotong
kayu.
Kemudian malaikat pencabut nyawa
itu pergi, lalu ia menjumpai seorang mukmin. Kemudian ia mengucapkan salam dan
orang mukmin itu membalas salamnya. Malaikat itu berkata, “Sesungguhnya saya
mempunyai keperluan kepadamu yang saya akan sebutkan pada telingamu.”
Orang mukmin itu berkata,
“Sebutkanlah.”
Maka malaikat pencabut nyawa itu
membisikinya dan berkata, “Aku adalah malaikat pencabut nyawa.”
Orang mukmin itu berkata,
“Selamat datang. Maka demi Allah, tidak ada di bumi orang yang saya sukai
perjumpaannya selain denganmu.”
Malaikat pencabut nyawa itu
berkata, “Laksanakanlah keperluanmu.”
Orang mukmin itu berkata, “Tidak
ada bagiku keperluan yang lebih besar dan lebih saya sukai daripada pertemuan
dengan Allah Ta’ala.”
Malaikat pencabut nyawa berkata,
“Pilihlah atas keadaan apa yang kamu inginkan saat saya mencabut nyawamu.”
Orang mukmin itu berkata, “Apakah
engkau mampu berbuat demikian?”
Malaikat pencabut nyawa berkata,
“Ya, saya diperintah dengan demikian.”
Orang mukmin itu berkata,
“Tinggalkanlah saya sehingga saya berwudhu dan melakukan shalat, kemudian
cabutlah nyawaku saat aku sedang bersujud.”
Maka malaikat pencabut nyawa itu
mencabut nyawa orang mukmin saat ia sedang bersujud.[]
Dialog Malaikat Pencabut Nyawa dengan Ibrahim as dan Sulaiman as
Asy’ats bin Aslam berkata,
“Nabi Ibrahim as bertanya kepada
malaikat pencabut nyawa dan namanya adalah Izrail dan ia mempunyai dua mata,
yang satu di mukanya dan yang lain di kuduknya. Maka ia bertanya, “Hai malaikat
pencabut nyawa! Apa yang kamu perbuat apabila ada seorang di timur dan seorang
lagi di barat dan terjadi penyakit kolera dan dua barisan perang bertemu,
bagaimana kamu melakukan tugasmu?”
Malaikat pencabut nyawa menjawab,
“Saya panggil ruh-ruh itu dengan izin Allah, maka ruh-ruh itu diantara dua jari
ini.”
Asy’ats terus berkata, “Bumi
telah dibentangkan bagi malaikat pencabut nyawa lalu dibiarkan seperti baskom
diantara kedua tangannya. Ia mengambil daripadanya apa yang dikehendaki.”
Nabi Sulaiman bin Dawud as
bertanya kepada malaikat pencabut nyawa, “Mengapa saya tidak melihat engkau
berlaku adil diantara dua manusia. Kamu mengambil ini dan tinggalkan ini.”
Malaikat pencabut nyawa menjawab,
“Tidaklah saya tentang yang demikian itu lebih mengerti daripada kamu.
Sesungguhnya itu adalah lembaran-lembaran yang dilemparkan kepadaku yang di
dalamnya ada nama-nama.”[]
Cincin Berlafazkan Allah
Jabir bin Wida’ah berkata,
“Ada seorang pemuda yang suka berbuat keji,
lalu ia hampir mati. Maka ibunya berkata kepadanya, ‘Hai anakku, berwasiatlah
dengan sesuatu!’”
Pemuda itu berkata, “Ya, cincinku
janganlah engkau membukanya! Sesungguhnya padanya ada sebutan Allah Ta’ala. Maka
mudah-mudahan Allah menyayangiku.”
Ketika ia dikebumikan, maka ia
diimpikan dalam tidur, lalu ia berkata, “Beritahukanlah kepada ibuku bahwa
kalimat itu telah bermanfaat bagiku dan bahwa Allah telah mengampuni
dosa-dosaku.”[]
Harapan Seorang Pendosa Di Ujung Maut
Wa’ilah bin Al Asqa’ menemui seorang
sakit, lalu ia bertanya,
“Beritahukanlah kepadaku
bagaimana sangkaanmu kepada Allah?”
Orang sakit itu menjawab, “Telah
ditenggelamkan saya oleh dosa-dosa dan saya mendekati kebinasaan. Tetapi saya
mengharapkan rahmat Tuhanku.”
Maka Wa’ilah mengucapkan takbir
dan keluarga rumah juga mengucapkan takbir disebabkan takbir Wa’ilah. Wa’ilah
berkata, “Allahu Akbar, saya mendengar Rasulullah saw bersabda”
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku menurut sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, maka
hendaklah ia menyangka kepada-Ku apa yang ia kehendaki”
(HR Ibnu Hibban) []
Harapan Seorang Pemarah
Tsabit Al Bannani berkata, “Ada seorang pemuda yang
pemarah dan ia mempunyai ibu yang banyak menasihatinya seraya berkata
kepadanya,
‘Hai anakku, sesungguhnya engkau
mempunyai hari, maka ingatlah harimu.”
Maka ketika utusan Allah Ta’ala berupa
malaikat maut datang menjemputnya, sang ibu menelungkup di atasnya dan ia
berkata kepadanya,
“Hai anakku! Saya telah
memperingatkanmu atas kejatuhanmu ini dan saya berkata kepadamu, ‘sesungguhnya
engkau mempunyai hari’”
Maka pemuda itu berkata, “Hai
ibuku, sesungguhnya saya mempunyai Tuhan yang banyak kebaikannya dan
sesungguhnya saya mengharapkan agar Dia tidak meniadakanku pada hari itu akan
sebagian kebaikan-Nya.”
Tsabit terus berkata, “Maka Allah
menyayanginya dengan bagus sangkaannya kepada Tuhannya”[]
Monday, April 1, 2013
Nabi Adam as Menangis Tiga Ratus Tahun
Wahb bin Munabbih telah berkata:
Ketika Allah menurunkan Adam dari surga ke bumi, maka Adam
tinggal dengan berurai air mata, lalu Allah Azza wa Jalla melihat kepadanya
pada hari yang ketujuh sedang ia dalam keadaan susah, sedih, berduka cita, lagi
tertunduk kepalanya.
Allah Ta’ala mewahyukan kepada Adam, “Hai Adam! Apa
kesungguhan ini yang Aku lihat padamu?”
Adam menjawab, “Wahai Tuhan! Bencana besar dan kesalahan
mengitariku, dan saya dikeluarkan dari negeri malakut Tuhanku, lalu saya
menjadi berada di negeri kehinaan setelah berada di negeri kemuliaan, di negeri
celaka setelah negeri kesenangan, di negeri bencana setelah negeri sehat wal
afiat, di negeri yang hilang setelah negeri yang tetap, dan di negeri kematian
dan kebinasaan setelah negeri yang abadi dan kekal. Maka bagaimana saya tidak
menangis atas kesalahanku.”
Maka Allah mewahyukan kepada Adam, “Hai Adam! Tidakkah Aku
memilihmu bagi diri-Ku, Aku tempatkan kamu di rumah-Ku, Aku khususkan kamu
dengan kemuliaan-Ku dan Aku peringatkan kamu akan kemarahan-Ku.
Tidakkah Aku menciptakanmu dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan padamu
akan ruhku dan Aku suruh para malaikat sujud kepadamu, lalu kau mendurhakai
perintah-Ku dan kamu lupa janjimu dan kamu menghadapi kemarahan-Ku.
Maka demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, jikalau bumi dengan
orang-orang semuanya seperti kamu, mereka menyembah-Ku dan bertasbih kepada-Ku
kemudian mereka durhaka kepada-Ku, niscaya Aku tempatkan mereka pada tempat
orang-orang yang durhaka.”
Maka Nabi Adam as menangis ketika itu selama tiga ratus
tahun.[]
Saturday, March 30, 2013
Budak Wanita Yang Tidak Suka Dibebaskan
Sebagian
orang-orang shaleh berkata, “Saya keluar pada suatu hari ke pasar dan bersamaku
seorang budak wanita dari Habsyi, lalu saya menyuruhnya diam pada suatu tempat
ke arah pasar dan berkata kepadanya, “Janganlah kamu meninggalkan tempat ini
sehingga saya kembali kepadamu!”.
Kemudian saya pergi mendapatkan keperluanku di pasar dan ketika kembali
saya tidak mendapatkannya di tempat.
Maka saya kembali
ke rumah dalam keadaan marah kepadanya.
Ketika sang budak
wanita itu melihat kemarahan pada wajahku, ia berkata “Wahai tuanku, janganlah
tergesa-gesa menghukumku sesungguhnya engkau menempatkanku pada suatu tempat
dimana saya tidak melihat padanya orang yang berzikir kepada Allah Ta’ala. Maka
saya takut bahwa tempat itu akan ditenggelamkan.”
Maka saya kagum
terhadap perkataannya dan berkata kepadanya, “Kamu mulai sekarang orang yang
merdeka.”
Lalu ia berkata,
“Alangkah buruknya hal yang kau perbuat. Jika saya melayanimu maka saya
memperoleh dua pahala (Pen: Pahala melayani manusia dan Tuhan). Adapun
sekarang, maka hilanglah dariku salah satu dari keduanya.”[]
Dzunnun Diajari Tentang Makna Tangisan
Dzunnun Al Mishri
berkata, “Saya keluar suatu malam ke lembah Kan’an. Ketika saya naik ke atas
lembah tiba-tiba datang sesosok hitam kepadaku dan ia membaca ayat,
“Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang
belum pernah diperkirakan.”
(QS Az Zumar: 47)
Dan ia menangis.
Kemudian sesosok
hitam itu mendekatiku, ternyata ia adalah seorang wanita berjubah hitam, ia
bertanya, “Siapakah kamu?”
Maka saya
menjawab, “Seorang laki-laki asing.”
Lalu wanita itu
berkata, “Hai orang asing, apakah ada keasingan bersama Allah.”
Dzunnun terus
berkata, “Maka saya menangis karena perkataannya.”
Kemudian wanita
itu bertanya kepadaku, “Apa yang membuat kamu menangis?”
Maka saya
menjawab, “Sungguh obat telah jatuh di atas hati yang luka.”
Wanita itu
berkata, “Kalau kamu benar, maka mengapa kamu menangis.”
Maka saya menjawab, “Mudah-mudahan Allah merahmatimu, dan apakah orang benar itu tidak menangis?”
Maka saya menjawab, “Mudah-mudahan Allah merahmatimu, dan apakah orang benar itu tidak menangis?”
Wanita itu
menjawab, “Tidak!”
Saya bertanya,
“Mengapa demikian?”
Wanita itu
menjawab, “Karena menangis itu kesenangan hati.”
Maka saya terdiam
karena kagum terhadap perkataannya.[]
Sya’wanah Sang Penghias Surga
Muhammad bin
Muadz berkata:
“Seorang wanita dari wanita yang ahli beribadah berkata, “Saya
bermimpi dalam tidurku seolah-olah saya memasuki surga. Maka tiba-tiba penghuni
surga berdiri pada pintu mereka, lalu saya berkata, “Apa urusan para penghuni
surga itu berdiri?” Lalu seseorang berkata kepadaku, “Mereka keluar memandang
wainta ini dimana surga dihias karena kedatangannya.”
Maka saya
bertanya, “Siapa wanita ini?”
Lalu dikatakan, “Ia
adalah seorang budak wanita hitam dari penduduk Al Aikah yang dipanggil dengan
nama Sya’wanah.”
Wanita yang
bermimpi itu berkata, “Ia adalah saudara perempuanku demi Allah.” Lalu ia terus
berkata, “Maka seketika itu juga saya tiba-tiba berhadapan dengannya di atas
kendaraan yang pandai terbang dengannya. Maka ketika melihatnya saya panggil, “Hai
saudara perempuanku! Apakah kamu tidak melihat tempatku dari tempatmu. Jikalau
engkau berdoa bagiku kepada Tuhanmu, niscaya Dia menyusulkanku denganmu.”
Wanita yang
bermimpi itu terus berkata, “Maka wanita itu tersenyum kepadaku dan berkata,
“Peliharalah
dua perkara; yaitu tetapi kesusahan dalam hatimu dan dahulukan kecintaan kepada
Allah atas hawa nafsumu.”[]
Ibadah Seorang Buta
Diriwayatkan dari
Ujrah (seorang wanita Basrah) bahwa ia menghidupkan malam dengan beribadah dan
ia adalah orang buta.
Maka apabila di
waktu sahur, ia menyeru dengan suaranya yang menyedihkan,
“Kepada-Mu
orang-orang ahli beribadah memotong kegelapan malam. Mereka berlomba kepada
rahmat-Mu dan karunia ampun-Mu, tidak dengan selain-Mu, agar Engkau
menjadikanku dalam golongan orang-orang shaleh dan agar Engkau mengangkat aku
di sisi-Mu dalam surga Illiyyin pada derajat orang-orang yang mendekatkan diri.
Maka Engkau adalah yang paling penyayang di antara para penyayang dan paling
Agung di antara orang-orang yang agung dan paling Pemurah di antara orang-orang
yang pemurah. Wahai Tuhan Yang Pemurah!”
Kemudian ia jatuh
tersungkur dengan keadaan bersujud dan ia senantiasa berdoa dan menangis sampai
fajar.[]
Petuah Seorang Tua
Ketika saya
berjalan di suatu perjalanan, tiba-tiba saya tertarik untuk beristirahat di
bawah sebuah pohon. Tiba-tiba seorang tua mendatangiku dan berkata, “Hai
manusia! Bangunlah karena sesungguhnya kematian itu tidak mati!”
Kemudian ia pergi
ke arah depan, lalu saya mengikutinya, lantas saya mendengar ia membaca ayat
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”
(QS Ali Imran:
185)
Lalu saya
berkata, “Dan apa yang terjadi sesudah kematian?”
Maka orang itu
berkata, “Barangsiapa yang yakin dengan apa yang terjadi sesudah kematian,
niscaya ia menyingsingkan kain kewaspadaan dan tidak ada baginya tempat di
dunia.”
Kemudian orang
itu berdoa, “Wahai Dzat yang bagi wajah-Nya bersungguh-sungguhlah semua wajah,
putihkanlah wajahku dengan memandang kepada wajah-Mu dan penuhilah hatiku
dengan kecintaan kepada-Mu, dan selamatkanlah saya dari kehinaan pencelaan
besok di sisi-Mu. Sesungguhnya telah datang dariku rasa malu dengan-Mu dan telah
tiba bagiku waktu kembali dari berpaling dari-Mu.”
Kemudian orang
itu berkata, “Jikalau tidak ada kemurahan-Mu, niscaya tidak lapang bagiku
ajalku dan jikalau tidak ada kemaafan-Mu, niscaya tidak terhampar pada apa yang
di sisi-Mu akan cita-citaku.”
Kemudian ia
berlalu dan meninggalkanku.[]
Kesungguhan Doa Aisyah ra
Al Qasim bin Muhammad
berkata,
Di pagi hari saya
mulai dengan menemui ‘Aisyah ra untuk memberi salam kepadanya.
Suatu hari saya
pergi kepadanya dan ia sedang mengerjakan shalat dhuhur, ia membaca ayat
“Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan
memelihara kami dari azab neraka” (QS Ath Thur: 27)
Dan ‘Aisyah
menangis dan mengulang-ulangi ayat tersebut. Lalu saya berdiri hingga jemu dan
ia masih seperti itu.
Ketika saya
melihat itu, maka saya pergi ke pasar. Kemudian saya kembali dari pasar setelah
membeli segala keperluanku, ia masih mengulang-ulangi ayat tersebut sambil
menangis dan berdoa.[]
Friday, March 29, 2013
Menepati Cita-cita
Telah
diriwayatkan dari Anas bahwa pamannya yaitu Annas bin An Nadhr tidak mengikuti
perang Badar beserta Rasulullah saw. Lalu yang demikian itu membuat berat
hatinya, ia berkata, “Tempat gugurnya orang yang mati syahid yang diikuti oleh
Rasulullah saw dan saya tidak hadir padanya. Demi Allah, jikalau Allah
memperlihatkan kepadaku tempat gugurnya orang yang mati syahid beserta
Rasulullah, niscaya Allah akan melihat apa yang saya perbuat.”
Lalu Annas bin An
Nadhr menyaksikan peperangan Uhud pada tahun berikutnya, lantas ia disambut
oleh Sa’ad bin Muadz seraya berkata, “Hai Abu Amr! Kemana?”
Annas bin Nadhr
menjawab, “Aduhai bau sorga di depan Uhud.”
Lalu Annas bin
Nadhr berperang hingga terbunuh dan dijumpai pada tubuhnya delapan puluh lebih
luka dari lemaran panah, pukulan dan tusukan. Saudara perempuannya, yaitu
Bintum Nadhr berkata, “Saya tidak mengenal saudaraku kecuali dengan
jari-jarinya.”
Maka turunlah
ayat ini:
Ada orang-orang yang menetapi apa yang mereka
telah janjikan kepada Allah
(QS Al Ahzab:23)
Ukuran Malaikat Jibril dan Israfil
Rasulullah saw
bersabda kepada malaikat Jibril as
”Aku ingin untuk melihat rupamu yang itu rupamu.”
Malaikat Jibril
as menajwab, “Engkau tidak sanggup demikian.”
Rasulullah saw
terus bersabda,
“Tetapi tampakkanlah kepadaku.”
Maka Jibril
menjanjikan kepada Rasulullah saw di maqam Baqi’ pada malam yang terang bulan.
Malaikat Jibril datang bersama beliau, lalu Rasulullah saw memandang. Tiba-tiba
malaikat Jibril telah menutupi kaki langit, yakni tepi-tepinya.
Maka Rasulullah
saw jatuh pingsan, lalu beliau sadar dan malaikat Jibril as telah kembali
kepada rupanya yang pertama.
Maka Rasulullah
saw bersabda,
“Aku tidak menduga bahwa satu dari makhluk Allah
sedemikian itu.”
Malaikat Jibril
berkata, “Bagaimana jika engkau melihat malaikat Israfil. Sesungguhnya Arsy di
atas bahunya, dan dua kakinya yang tembus di lapisan bumi yang paling bawah.
Dan ia menjadi kecil daripada kebesaran Allah sehingga ia menjadi seperti
washa, yakni seperti burung pipit yang kecil.
Maka
perhatikanlah apa yang menutupi Malaikat Jibril dari kebesaran dan kewibawaan
sehingga ia kembali ke batas tersebut. Dan para malaikat lainnya tidaklah
seperti itu karena berlebih kurangnya mereka pada makrifat.[]
Bencana Tanda Cinta Allah
Allah Ta’ala
mewahyukan kepada Nabi Musa as,
“Sesungguhnya Aku
apabila mencintai seorang hamba, maka Aku mencobanya dengan bencana-bencana
yang mana gunung-gunung tidak dapat berdiri karenanya, agar Aku melihat
bagaimana benarnya.
Kalau Aku
dapatkan ia penyabar, maka Aku jadikan ia kekasih, dan apabila Aku dapatkan ia
orang yang gundah gulana dan mengadu kepada makhluk-Ku, maka Aku akan
hinakannya dan Aku tidak akan peduli.”
Jadi, diantara
tanda-tanda benar adalah menyembunyikan semua bencana dan taat semuanya dan
tidak suka bahwa makhuk mengetahuinya.[]
Friday, March 22, 2013
Tuntaskan Pekerjaanmu!
Seseorang pernah
berdiri beserta Abu Ubaid At Tutsuri dan ia tengah membajak tanahnya setelah
Ashar dari hari Arafah, lalu sebagian temannya dari wali Abdal melewatinya
lantas membisikinya dengan sesuatu. Maka Abu Ubaid berkata, “Tidak.”
Lalu teman itu
berjalan seperti awan yang mengusap bumi sehingga ia hilang dari mataku. Maka
saya bertanya kepada Abu Ubaid, “Apa yang ia katakan kepadamu?”
Abu Ubaid
menjawab, “Ia memintaku agar saya menunaikan haji bersamanya, lalu saya
menjawab tidak.”
Abu Ubaid
kemudian menjelaskan, “Saya tidak mempunyai niat menunaikan ibadah haji dan
saya telah berniat bahwa saya akan menyempurnakan tanah ini pada sore hari,
sehingga saya takut kalau saya mengerjakan haji maka saya akan menghadapi
kutukan Allah Ta’ala karena saya memasukkan dalam sesuatu amal bagi Allah
dengan sesuatu selain-Nya. Maka apa yang saya lakukan itu menurut saya lebih
besar daripada tujuh puluh kali haji.”
Ikhlas Sumber Kekuatan
Dalam
cerita-cerita Bani Israil dikisahkan bahwa seorang Abid (yang ahli ibadah)
menyembah Allah dalam masa yang lama, lalu suatu kaum mendatanginya lantas
mereka berkata, “Sesungguhnya disini terdapat suatu kaum yang menyembah pohon,
tidak menyembah Allah. Maka ia marah, karena demikian itu ia mengambil kapaknya
dan ia menuju ke pohon itu lalu memotongnya.
Lalu iblis dalam
bentuk seorang syekh menyambutnya lalu bertanya, “Kemana kau hendak pergi?
Mudah-mudahan Allah merahmatimu.” Orang abid itu menjawab, “Saya hendak
memotong pohon ini.”
Iblis bertanya,
“Apa yang terjadi antara dirimu dengan pohon itu sehingga kamu meninggalkan
ibadahmu, kesibukanmu dengan dirimu dan kamu mengosongkan diri untuk selain demikian?”
Maka abid
menjawab, “Sesungguhnya ini sebagian dari ibadahku.”
Iblis berkata,
“Saya tidak akan membiarkanmu memotongnya.”
Lalu iblis
memeranginya, lantas abid tersebut menangkapnya dan membuangnya ke tanah dan ia
duduk di atas iblis.
Maka iblis lemah,
lalu berkata kepadanya, “Apakah kamu mempunyai keputusan tentang sesuatu
perkara yang terjadi antara saya dan kamu, yang ia lebih baik dan lebih berguna
bagimu.”
Abid itu
bertanya, “Apa itu?”
Ibli menjawab,
Lepaskanlah saya, sehingga saya berkata kepadamu.”
Lalu abid
melepaskannya.
Maka iblis itu
berkata kepadanya, “Kamu adalah orang miskin yang tidak memiliki apa-apa.
Sesungguhnya kamu adalah beban atas manusia yang menanggungmu dan mungkin kamu
ingin melebihi saudara-saudaramu dan membantu tetangga-tetanggamu, kamu kenyang
dan tidak memerlukan manusia.”
Abid itu
menjawab, “Ya.”
Iblis berkata,
“Kembalilah dari urusan ini dan bagimu atasku bahwa saya memberi di dekat
kepalamu setiap malam dua dinar, apabila pagi-pagi maka kamu mengambilnya, lalu
kamu belanjakan untuk dirimu dan keluargamu dan kamu bersedekah kepada
saudara-saudaramu.” Maka demikian itu lebih berguna bagimu dan bagi kaum
muslimin daripada memotong pohon ini yang akan ditanami tempatnya. Dan
memotongnya tidak mendatangkan bahaya sedikitpun kepada mereka. Dan kamu
memotong pohon itu tidak membawa manfaat bagi saudara-saudaramu yang mukmin.”
Maka Abid itu berpikir
mengenai apa yang dikatakan iblis dan ia berkata, “Syaikh itu benar. Saya bukan
seorang nabi yang mengharuskan saya memotong pohon ini, dan Allah pun tidak
menyuruh saya memotongnya sehingga saya durhaka dengan membiarkannya. Dan apa
yang ia sebutkan itu lebih banyak manfaatnya.”
Maka iblis
berjanji kepadanya untuk menepati janji tersebut dan bersumpah baginya. Lalu
Abid itu kembali ke tempat ibadahnya lantas ia bermalam. Maka ketika pagi-pagi,
ia melihat dua dinar di dekat kepalanya, lalu ia mengambilnya. Begitu pula
keesokan harinya, kemudian pada pagi hari yang ketiga dan seterusnya ia tidak
melihat apa-apa.
Maka abid itu marah
dan mengambil kapak di atas pundaknya, lalu iblis menyambutnya dalam bentuk
seorang syaikh, lalu ia bertanya kepadanya, “Kemana?”
Abid itu
menjawab, “saya akan memotong pohon itu.”
Iblis berkata,
“Kamu berdusta, demi Allah, kamu tidak mampu berbuat demikian dan tidak ada
jalan bagimu kepadanya.”
Lalu sang Abid
berusaha menangkap iblis seperti yang ia lakukan pertama kali.
Iblis berkata,
“Amat jauh.”
Dengan mudah
iblis menangkap dan membantingnya dan iblis duduk di atas dadanya seraya
berkata, “Hendaklah kamu menghentikan apa yang hendak kamu lakukan atau saya
akan menyembelihmu!”
Si abid melihat
bagaimana tiba-tiba tidak ada kemampyan baginya untuk melawan iblis, maka ia
berkata, “Wahai syaikh, engkau telah mengalahkanku, maka lepaskanlah aku dan
beritahukanlah kepadaku bagaimana engkau dapat mengalahkanku sekarang.”
Iblis menjawab,
“Sesungguhnya kamu pertama marah karena Allah dan hatimu adalah akhirat, lalu
Allah menundukkanku bagimu, sedangkan kali ini engkau marah karena dirimu dan
karena dunia, maka saya dengan mudah bisa mengalahkanmu.”[]
Subscribe to:
Posts (Atom)