Thursday, June 8, 2023

 Give each other space


Marriage is a top sport. Perlu stamina, daya tahan dan kesabaran dalam menjalaninya. Kadang bosan dan jenuh itu ada. Tapi itu pun sesuatu yang harus dilampaui. Salah satu juris menghadapinya adalah dengan memberi ruang satu sama lain. Give each other space.


Suami saya senangnya naik gunung. Saya senangnya mendaki gunung pengetahuan di perpustakaan. Dia tahu saya ogah diajak hiking apalagi mendaki gunung dengan kondisi lutut saya yang mulai terasa reyot dampak dari jatuh saat kecil dulu. So, we give each other’s space. Saya lepas dia pergi 2 minggu dalam upayanya mendaki Gunung Mont Blanc. Hari ini dia videocall ingin berbagi pemandangan spektakuler yang terbentang indah di hadapannya. Walaupun koneksi internetnya kurang bagus tapi saya menghargai niat dan usahanya untuk berbagi itu dengan saya. That’s sweet💝


Itulah suami saya, betah seharian jalan dan mendaki bersimbah keringat sementara saya lebih suka menggeluti tumpukan naskah-naskah dan menulis. Kita menghargai ruang kesukaannya masing-masing. And yes, kadang mesti berkorban untuk satu sama lain. It’s part of the game. But one thing for sure, saya tidak pernah menghalangi passionnya akan sesuatu. Selalu mensupportnya sebisa mungkin sambil meyakinkannya, “Don’t worry, i’ll take care of the kids. We’ll be fine insya Allah. This is who you are. Enjoy” agar dia pergi dengan lapang hatinya.


It reminds me to a good quote, “The greates gift you can give someone is the space to be his or herself without the threat of you leaving.”




Wednesday, June 7, 2023

 Ibnu Ishak menyebutkan bahwa ketika hendak menemui ajalnya, Adam as memberitahukan kepada putera-puterinya bahwasanya akan datang angin topan yang melanda umat manusia. Kemudian ia berwasiat kepada mereka agar mereka membawa jasadnya bersama mereka ke kapal dan menguburkannya di tempat yang telah ia tentukan.


Dan ketika angin topan datang, mereka membawa Adam ke kapal. Setelah berlabuh ke bumi maka Nuh as menyuruh anak-anaknya untuk membawa jasadnya ke tempat yang telah diwasiatkannya untuk dikuburkan. Maka anak-anak Nuh itu berkata, "Sesungguhnya di daerah itu tidak terdapat seorang pun manusia dan yang ada hanyalah binatang buas saja." Maka Nuh as tetap mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut lalu mengatakan, "Sesungguhnya Adam akan mendoakan panjang umur bagi siapa yang mau menguburkannya,"

Maka mereka pun membawa jasad Adam ke tempat itu saat itu juga, tetapi jasadnya masih tetap bersama mereka sehingga Khidir yang menguburkannya, hingga akhirnya Allah Azza wa Jalla memenuhi janji-Nya, dimana Dia menghidupkan Khidir sampai waktu yang Dia kehendaki."

- Bab Kisah Khidir dan Ilyas as dalam Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir.

Friday, August 12, 2022

Siapa Nabi Yehezkiel a.s. ?

 Siapa Nabi Yehezkiel a.s. ?


Nama “Yehezkiel” seolah tak dikenal dalam Islam, padahal kisah tentang beliau disebutkan dalam Al Quran. Al-Tabari dalam Tarikh al-rusul wa’l muluk mengatakan bahwa Yehezkiel adalah seorang nabi dari keturunan bangsa Israel yang kisahnya disebutkan dalam QS Al Baqarah [2]: 243,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: ‘Matilah kamu,’ kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”

***

Yehezkiel (Ezekiel, Yechezkel) adalah seorang nabi yang tinggal di Babilonia pada masa penghancuran Bait Pertama yang disebut juga Bait Salomo (Haikal Sulaiman) yang dibangun pada tahun 957 SM. Nabi Yehezkiel ini dikenal dengan nubuwahnya yang dituliskan dalam Kitab Yehezkiel seperti penglihatannya tentang kereta terbang yang digerakkan oleh para malaikat - yang teknologi penerbangan bahkan belum terbayangkan ribuan tahun yang lalu, selain itu nubuwah sang nabi yang terkenal adalah tentang lembah yang penuh dengan tulang manusia yang kering yang dihidupkan kembali dan bahwa akan adanya Bait Allah yang ketiga.

Yehezkiel dilahirkan di tanah Israil. Ayahnya bernama Buzi, seorang pendeta Yahudi yang ikut mengungsi bersama puluhan ribu orang lainnya pada masa penaklukkan Yerusalem oleh Nebukadnezar, Raja Babilonia. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak: “Yehezkiel bin Buzi dinamai Ibnu al-Ajuz karena ibunya meminta kepada Allah SWT seorang anak laki-laki meskipun dia sudah tua dan mandul. Kemudian Allah memberikannya kepadanya. Untuk alasan itulah dia disebut ‘putra wanita tua.’

Yehezkiel tinggal di Babilonia, disitulah ia diberi penglihatan tentang kebangkitan Bani Israil. Tugas yang diemban oleh seorang Yehezkiel adalah sangat berat, karena harus memberi peringatan kepada Bangsa Israil yang banyak menentang dan keras kepala. Akan tetapi bagaimanapun kalimat-kalimat Tuhan harus tetap disampaikan. Patut dipahami bahwa Yehezkiel saat itu harus menyampaikan pesan kepada kaum yang telah terusir dari negerinya, terbiasa di tanah asing dan kerap menentang titah Tuhan (YHWH). Dalam kondisi seperti itu, Sang Nabi harus berani menantang imajinasi umat pada zamannya, menggelitik akal sehatnya dan mengguncangkan zona nyaman mereka. Ia harus menggunakan bahasa yang sensasional dan dramatis. Tidak heran kalau penglihatan-penglihatan yang diberikan kepadanya pun bersifat aneh dan menggemparkan.

Pesan-pesan dan penglihatan-penglihatan Nabi Yehezkiel itu diabadikan dalam Kitab Yehezkiel, sebuah kitab yang padat dengan kata-kata yang membangkitkan imajinasi dan merangsang aspek penglihatan dan pendengaran pembacanya. Dalam kitab itu kerap digunakan kata "melihat", "mendengar", "dan aku mendengar", "dan aku melihatnya". Di bab satu saja Yehezkiel menggunakan kata benda "penglihatan" sebanyak 15 kali untuk menyatakan apa yang dia saksikan dan menggunakan kata "suara" sebanyak 7 kali untuk menggambarkan apa yang ia dengar.

Pada tahun ketigapuluh dalam bulan yang keempat pada tanggal lima bulan itu, ketika aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah. (Yehezkiel 1:1)

Ihwal mengaktivasi penglihatan dan pendengaran ini bukan hanya tipikal pada penyampaian Nabi Yehezkiel saja, tapi setiap Nabi akan menyeru untuk membangkitkan penglihatan dan pendengaran.
Dalam Perjanjian Lama Kitab Yehezkiel 12:2, disebutkan tentang fungsi penglihatan dan pendengaran yang merupakan penglihatan dan pendengaran jiwa - sebagai komponen untuk mengenali kebenaran.

“Hai anak manusia, engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak yang mempunyai mata untuk melihat tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga untuk mendengar tetapi tidak mendengar, sebab mereka adalah kaum pemberontak.”
Dalam Al Quran pun disebutkan berkali-kali tentang pentingnya menghidupkan pendengaran dan penglihatan untuk mengaktivasi akal dalam (fu’ad). Diantaranya dalam QS As-Sajadah:9,
“Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya, serta meniupkan padanya Ruh ciptaan-Nya. Dan Dia mengaruniakan kepada kamu pendengaran dan penglihatan serta akal hati (af’idah), tetapi amatlah sedikit kamu yang bersyukur.”

MENERIMA PERINTAH ALLAH UNTUK MENYERU KAUMNYA

Nabi Yehezkiel as menerima firman Allah untuk menyeru kaumnya yang telah memberontak kepada Allah, “Hai anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepada bangsa pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga. Kepada keturunan inilah, yang keras kepala dan tegar hati, Aku mengutus engkau dan harus kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan Allah. Dan baik mereka mendengarkan atau tidak – sebab mereka adalah kaum pemberontak – mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka. Dan engkau, anak manusia, janganlah takut melihat mereka maupun mendengarkan kata-katanya, biarpun engkau di tengah-tengah onak dan duri dan engkau tinggal dekat kalajengking. Janganlah takut mendengarkan kata-kata mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak. Sampaikanlah perkataan-perkataan-Ku kepada mereka, baik mereka mau mendengarkan atau tidak, sebab mereka adalah pemberontak. Dan engkau, anak manusia, dengarlah apa yang Kufirmankan kepadamu; janganlah memberontak seperti kaum pemberontak ini. Ngangakanlah mulutmu dan makanlah apa yang Kuberikan kepadamu.” (Yehezkiel 2:3-8)

Ihwal pembangkangan Bani Israil ini sudah terjadi jauh sebelumnya, karena itu kisah Nabi Yehezkiel tak akan terpisah dengan peran empat nabi besar lainnya yang terkait perannya dalam hal menyelamatkan bangsa Bani Israil. Empat nabi itu adalah Nabi Yesaya as (Isaiah) yang mulai diutus menjadi nabi di akhir masa pemerintahan Raja Uzia dari Kerajaan Yudea dan bertugas selama 64 tahun. Yesaya as adalah nabi yang memberi peringatan kepada Bani Israil ihwal kehancuran yang akan muncul. Setelah kehancuran itu benar terjadi, Allah Ta’ala mengutus Nabi Yeremia as (Jeremiah) yang dikenal juga sebagai “Nabi yang menangis” (weeping prophet) – barangkali karena memang perannya yang menyertai Bani Israil saat kehancuran muncul, yang ditandai dengan penghancuran Bait Sulaiman pada tahun 587 SM. Bani Israil dihancurkan karena mereka mempersekutukan Tuhan dengan menyembah Ba’al serta membakar anak-anaknya sebagai sesembahan bagi Ba’al. Ketika sebuah umat menjadi sedemikian menyimpang, maka Allah pun menghilangkan perlindungannya dan membuat Bani Israil dilumat oleh bangsa lain. Kemudian Yehezekiel as yang mendampingi masa pembuangan Bani Israil dan menyerukan agar jangan putus asa karena di negeri itu mereka akan dibangunkan kembali. Bani Israil mengalami dua masa pembuangan, pertama ke Asy-Syiria dan yang kedua ke Babil. Yang mengagumkan adalah bagaimana Allah menyimpan seorang nabi lain yang mendampingi Raja Babilonia agar tidak serta merta menghancurkan Bani Israil, nabi itu bernama Daniel as.
Demikian sekadar pengantar untuk mengenal khazanah nabi-nabi Bani Israil yang kisahnya banyak menghiasi Al Quran, sebagai bagian dari ikhtiar kita untuk mendalami ayat-ayat dalam Al Quran yang hikmahnya bagaikan samudera tak bertepi.

Referensi:
1. Altein, Y & Heppenheimer, A. "The Prophet Ezekiel": Bigraphy in Brief. Article in Chabad.org.
2. Perjanjian Lama, edisi terjemahan Bahasa Indonesia dari sabda.org
3. Basdeo Hill, A.R. "Sights and Sounds of Death Valley: A Close Reading of Exekiel 37:1-14". OTE 31/3 (2018):534-552

Friday, April 29, 2022

 BERINFAKLAH, REZEKI DIJAMIN ALLAH


Ada seseorang yang berjalan di sebuah tempat yang kering, kemudian dia mendengar sebuah dialog di langit. “Tolong alirkan ini kepada ladangnya fulan bin fulan”. Maka tiba-tiba awan pun menggelap dan kemudian turunlah hujan.

Orang itu mengamati hujan yang turun di sebuah tempat yang jauh dan tidak ada peradaban disana. Ia kemudian mengamati bahwa air hujan itu masuk ke sebuah sungai dan mengalir disana. Ia ikuti aliran sungai itu pergi kemana hingga terus masuk ke sebuah ladang pertanian dimana disitu ada orang yang sedang bekerja.

Orang itu bertanya, “Siapa nama engkau?” Dijawabnya, “Fulan bin fulan” Sebuah nama yang sama dengan yang dibincangkan di langit dan ia dengar sebelumnya. Ia pun bertanya kepada orang itu kenapa sampai diberi rezeki oleh Allah Ta’ala dengan ladangnya itu. Dia berkata, “Sesungguhnya aku membagi ladangku tiga bagian. Sepertiga aku makan beserta keluargaku, sepertiga aku infakkan, sepertiga aku jadikan modal baru untuk ladang yang baru.”[]

Sunday, April 3, 2022

 Khalifah Hisyam bin Abdul Malik pernah menemui Salim bin Abdullah bin Umar. di dalam masjid.


Hisyam menawarkan, “Wahai tuan Salim, silahkan minta kepadaku apa yang anda butuhkan.”

Jawab Salim,
“Aku malu kepada Allah Ta’ala, untuk meminta di rumah-Nya kepada selain Allah.”

Lalu Salim keluar dari masjid dan diikuti oleh Hisyam.

Kata Hisyam,
“Sekarang anda sudah di luar baitullah. Silahkan minta kebutuhan anda kepadaku..”

Tanya Salim,
“Kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?”

“Kebutuhan dunia.” Jawab Hisyam.

Jawab Salim,
“Demi Allah, aku tidak ingin meminta dunia kepada Dzat yang memilikinya, lalu bagaimana mungkin aku memintanya kepada orang yang tidak memilikinya?” []


Read more https://pengusahamuslim.com/5879-dunia-hanya-di-tangan-tidak-di-hati.html

Thursday, March 24, 2022

Tatkala Allah Menerima Taubat Seorang Hamba

Saat Bani Israil sedang dalam perjalanan menuju Palestina, sudah satu tahun lamanya mereka tidak menjumpai hujan. Sementara suhu udara begitu panas dan kering. Karena tidak diguyur air dalam jangka waktu yang lama, tanaman pun mengalami kekeringan. Gagal panen merebak. Wabah kelaparan membayang di depan mata.

Orang-orang pun meminta kepada Nabi Musa AS agar berdoa. Harapannya, Allah Ta’ala mengabulkan doa itu sehingga turunlah hujan yang ditunggu-tunggu. Nabi Musa kemudian mengumpulkan seluruh umatnya di tanah lapang. Setelah itu, mereka diajaknya untuk bermunajat secara bersama-sama.

“Wahai Tuhan penguasa hujan, turunkanlah hujan kepada kami,” kata Nabi Musa sembari mengangkat kedua tangannya ke arah langit.

Ibadah berjamaah itu dilakukan secara rutin, dari hari ke hari. Akan tetapi, hujan tidak kunjung turun. Sebagian Bani Israil sudah merasakan sakit dan kelaparan. Selain itu, persediaan air minum kian menipis.

Nabi Musa AS lantas melakukan ibadah sendirian. Dalam munajatnya, beliau memohon kepada Rabb semesta alam, “Ya Allah, Tuhan semesta alam, biasanya Engkau selalu mengabulkan permohonan kami, mengapa kali ini hujan tidak kunjung turun?”

Allah menjawab, “Wahai Musa, hujan tidak turun kepada kalian karena di antara Bani Israil ada seseorang yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun. Karena keburukan maksiatnya, Aku mengharamkan hujan dari langit untuk kalian semua.”

Nabi Musa lalu bertanya, apakah yang harus dilakukannya terhadap ahli maksiat itu. Allah memerintahkan utusan-Nya itu agar mengusir lelaki itu. Beberapa saat kemudian, Nabi Musa kembali kepada kaumnya dan berseru, “Wahai saudara-saudaraku Bani Israil! Demi Allah, aku bersumpah bahwa di antara kita ada seseorang yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun. Akibat perbuatannya itu, Allah tidak menurunkan hujan untuk kita.”

Belum selesai orang-orang bergumang dan saling berkata satu sama lain, Nabi Musa melanjutkan perkataannya, “Maka hujan tidak akan turun kecuali setelah ahli maksiat itu pergi. Maka, usirlah orang itu dari sini.”

Orang-orang tidak mengetahui, siapa sosok ahli maksiat yang dimaksud. Bahkan, Nabi Musa AS pun tidak mengetahui namanya. Di tengah hiruk-pikuk itu, ada seorang lelaki yang berdiri lemas. Ya, dialah si ahli maksiat yang disinggung Nabi Musa dalam seruannya.

Lelaki ini sadar, dirinya sudah biasa melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya selama 40 tahun berturut-turut. Akan tetapi, ia sangat malu untuk mengakuinya kepada khalayak dan Nabi Musa. Ia hanya bisa melihat sekelilingnya, berharap ada orang lain yang melangkah pergi.

Ternyata, tak ada seorang pun yang beranjak dari tempatnya. Menyadari hal itu, lelaki tersebut semakin bermuram durja. Tanpa diketahui siapapun, ia lantas berdoa dalam hati, “Ya Allah, ya Tuhanku, aku menyesal telah bermaksiat kepada-Mu selama 40 tahun. Aku sungguh-sungguh memohon kiranya Engkau menutupi aibku. Jika sekarang pergi, aku pasti dilecehkan dan dipermalukan kaumku. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Ya Allah, terimalah tobatku.”

Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Seluruh Bani Israil terkejut dan melonjak gembira. Mereka bersama-sama bersujud syukur, mengucapkan puja dan puji kepada-Nya. Nabi Musa pun terkejut dengan datangnya hujan. Sebab, belum ada seorang pun yang beranjak pergi. Artinya, si ahli maksiat masih berada di antara kaumnya.

Allah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, hujan turun karena Aku gembira, hamba-Ku yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun itu kini telah bertobat.”

Karena penasaran, Nabi Musa memohon kepada Allah agar menunjukkan, siapa orang yang dimaksud itu. Dengan begitu, sang nabi dapat menyampaikan langsung kepadanya tentang kabar gembira ini.

Allah berfirman, “Wahai Musa, dia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, dan semuanya perbuatannya Kurahasiakan darimu dan kaummu. Sekarang setelah dia bertobat, mungkinkah Aku akan mempermalukannya?”

Sunday, January 16, 2022

 “Bagaimana menyikapi pasangan saya yang belum tertarik untuk bertaubat? Saya merasa seperti separuh sayap saya tidak bisa difungsikan untuk terbang kepada-Nya.”


I got this kind of question a lot.

And i can totally understand how troublesome the situation is. Trust me i can so relate to that. But here is the thing. 


Sayap itu keduanya sekadar ciptaan Allah. Dia hanya alat. Sekarang kalau Allah berkehendak agar seorang hamba itu sampai walaupun dengan sayap yang patah ya pasti akan ada saja jalannya dengan rahmat dan kuasa-Nya. Sebaliknya walaupun merasa memiliki sepasang sayap yang bagus dan kuat tapi kemudian Allah tak berkehendak agar dia terbang ya dijamin tak akan sampai. Dia mungkin bisa terbang tapi hanya tertawan di langit-langit ciptaan. Tetap berjarak dengan-Nya.


So, don’t be despair with situations. Jangan berputus asa dengan keadaan yang ada. Semua itu ciptaan-Nya, sesuai yang Dia kondisikan. Adapun kuasa-Nya jauh lebih berdaya dari kesulitan dan keterpurukan seburuk apapun yang bahkan tak terbayangkan dengan akal pikiran kita.


Keep the faith…