Friday, August 12, 2022

Siapa Nabi Yehezkiel a.s. ?

 Siapa Nabi Yehezkiel a.s. ?


Nama “Yehezkiel” seolah tak dikenal dalam Islam, padahal kisah tentang beliau disebutkan dalam Al Quran. Al-Tabari dalam Tarikh al-rusul wa’l muluk mengatakan bahwa Yehezkiel adalah seorang nabi dari keturunan bangsa Israel yang kisahnya disebutkan dalam QS Al Baqarah [2]: 243,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: ‘Matilah kamu,’ kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”

***

Yehezkiel (Ezekiel, Yechezkel) adalah seorang nabi yang tinggal di Babilonia pada masa penghancuran Bait Pertama yang disebut juga Bait Salomo (Haikal Sulaiman) yang dibangun pada tahun 957 SM. Nabi Yehezkiel ini dikenal dengan nubuwahnya yang dituliskan dalam Kitab Yehezkiel seperti penglihatannya tentang kereta terbang yang digerakkan oleh para malaikat - yang teknologi penerbangan bahkan belum terbayangkan ribuan tahun yang lalu, selain itu nubuwah sang nabi yang terkenal adalah tentang lembah yang penuh dengan tulang manusia yang kering yang dihidupkan kembali dan bahwa akan adanya Bait Allah yang ketiga.

Yehezkiel dilahirkan di tanah Israil. Ayahnya bernama Buzi, seorang pendeta Yahudi yang ikut mengungsi bersama puluhan ribu orang lainnya pada masa penaklukkan Yerusalem oleh Nebukadnezar, Raja Babilonia. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak: “Yehezkiel bin Buzi dinamai Ibnu al-Ajuz karena ibunya meminta kepada Allah SWT seorang anak laki-laki meskipun dia sudah tua dan mandul. Kemudian Allah memberikannya kepadanya. Untuk alasan itulah dia disebut ‘putra wanita tua.’

Yehezkiel tinggal di Babilonia, disitulah ia diberi penglihatan tentang kebangkitan Bani Israil. Tugas yang diemban oleh seorang Yehezkiel adalah sangat berat, karena harus memberi peringatan kepada Bangsa Israil yang banyak menentang dan keras kepala. Akan tetapi bagaimanapun kalimat-kalimat Tuhan harus tetap disampaikan. Patut dipahami bahwa Yehezkiel saat itu harus menyampaikan pesan kepada kaum yang telah terusir dari negerinya, terbiasa di tanah asing dan kerap menentang titah Tuhan (YHWH). Dalam kondisi seperti itu, Sang Nabi harus berani menantang imajinasi umat pada zamannya, menggelitik akal sehatnya dan mengguncangkan zona nyaman mereka. Ia harus menggunakan bahasa yang sensasional dan dramatis. Tidak heran kalau penglihatan-penglihatan yang diberikan kepadanya pun bersifat aneh dan menggemparkan.

Pesan-pesan dan penglihatan-penglihatan Nabi Yehezkiel itu diabadikan dalam Kitab Yehezkiel, sebuah kitab yang padat dengan kata-kata yang membangkitkan imajinasi dan merangsang aspek penglihatan dan pendengaran pembacanya. Dalam kitab itu kerap digunakan kata "melihat", "mendengar", "dan aku mendengar", "dan aku melihatnya". Di bab satu saja Yehezkiel menggunakan kata benda "penglihatan" sebanyak 15 kali untuk menyatakan apa yang dia saksikan dan menggunakan kata "suara" sebanyak 7 kali untuk menggambarkan apa yang ia dengar.

Pada tahun ketigapuluh dalam bulan yang keempat pada tanggal lima bulan itu, ketika aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah. (Yehezkiel 1:1)

Ihwal mengaktivasi penglihatan dan pendengaran ini bukan hanya tipikal pada penyampaian Nabi Yehezkiel saja, tapi setiap Nabi akan menyeru untuk membangkitkan penglihatan dan pendengaran.
Dalam Perjanjian Lama Kitab Yehezkiel 12:2, disebutkan tentang fungsi penglihatan dan pendengaran yang merupakan penglihatan dan pendengaran jiwa - sebagai komponen untuk mengenali kebenaran.

“Hai anak manusia, engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak yang mempunyai mata untuk melihat tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga untuk mendengar tetapi tidak mendengar, sebab mereka adalah kaum pemberontak.”
Dalam Al Quran pun disebutkan berkali-kali tentang pentingnya menghidupkan pendengaran dan penglihatan untuk mengaktivasi akal dalam (fu’ad). Diantaranya dalam QS As-Sajadah:9,
“Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya, serta meniupkan padanya Ruh ciptaan-Nya. Dan Dia mengaruniakan kepada kamu pendengaran dan penglihatan serta akal hati (af’idah), tetapi amatlah sedikit kamu yang bersyukur.”

MENERIMA PERINTAH ALLAH UNTUK MENYERU KAUMNYA

Nabi Yehezkiel as menerima firman Allah untuk menyeru kaumnya yang telah memberontak kepada Allah, “Hai anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepada bangsa pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga. Kepada keturunan inilah, yang keras kepala dan tegar hati, Aku mengutus engkau dan harus kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan Allah. Dan baik mereka mendengarkan atau tidak – sebab mereka adalah kaum pemberontak – mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka. Dan engkau, anak manusia, janganlah takut melihat mereka maupun mendengarkan kata-katanya, biarpun engkau di tengah-tengah onak dan duri dan engkau tinggal dekat kalajengking. Janganlah takut mendengarkan kata-kata mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak. Sampaikanlah perkataan-perkataan-Ku kepada mereka, baik mereka mau mendengarkan atau tidak, sebab mereka adalah pemberontak. Dan engkau, anak manusia, dengarlah apa yang Kufirmankan kepadamu; janganlah memberontak seperti kaum pemberontak ini. Ngangakanlah mulutmu dan makanlah apa yang Kuberikan kepadamu.” (Yehezkiel 2:3-8)

Ihwal pembangkangan Bani Israil ini sudah terjadi jauh sebelumnya, karena itu kisah Nabi Yehezkiel tak akan terpisah dengan peran empat nabi besar lainnya yang terkait perannya dalam hal menyelamatkan bangsa Bani Israil. Empat nabi itu adalah Nabi Yesaya as (Isaiah) yang mulai diutus menjadi nabi di akhir masa pemerintahan Raja Uzia dari Kerajaan Yudea dan bertugas selama 64 tahun. Yesaya as adalah nabi yang memberi peringatan kepada Bani Israil ihwal kehancuran yang akan muncul. Setelah kehancuran itu benar terjadi, Allah Ta’ala mengutus Nabi Yeremia as (Jeremiah) yang dikenal juga sebagai “Nabi yang menangis” (weeping prophet) – barangkali karena memang perannya yang menyertai Bani Israil saat kehancuran muncul, yang ditandai dengan penghancuran Bait Sulaiman pada tahun 587 SM. Bani Israil dihancurkan karena mereka mempersekutukan Tuhan dengan menyembah Ba’al serta membakar anak-anaknya sebagai sesembahan bagi Ba’al. Ketika sebuah umat menjadi sedemikian menyimpang, maka Allah pun menghilangkan perlindungannya dan membuat Bani Israil dilumat oleh bangsa lain. Kemudian Yehezekiel as yang mendampingi masa pembuangan Bani Israil dan menyerukan agar jangan putus asa karena di negeri itu mereka akan dibangunkan kembali. Bani Israil mengalami dua masa pembuangan, pertama ke Asy-Syiria dan yang kedua ke Babil. Yang mengagumkan adalah bagaimana Allah menyimpan seorang nabi lain yang mendampingi Raja Babilonia agar tidak serta merta menghancurkan Bani Israil, nabi itu bernama Daniel as.
Demikian sekadar pengantar untuk mengenal khazanah nabi-nabi Bani Israil yang kisahnya banyak menghiasi Al Quran, sebagai bagian dari ikhtiar kita untuk mendalami ayat-ayat dalam Al Quran yang hikmahnya bagaikan samudera tak bertepi.

Referensi:
1. Altein, Y & Heppenheimer, A. "The Prophet Ezekiel": Bigraphy in Brief. Article in Chabad.org.
2. Perjanjian Lama, edisi terjemahan Bahasa Indonesia dari sabda.org
3. Basdeo Hill, A.R. "Sights and Sounds of Death Valley: A Close Reading of Exekiel 37:1-14". OTE 31/3 (2018):534-552