Friday, August 12, 2022

Siapa Nabi Yehezkiel a.s. ?

 Siapa Nabi Yehezkiel a.s. ?


Nama “Yehezkiel” seolah tak dikenal dalam Islam, padahal kisah tentang beliau disebutkan dalam Al Quran. Al-Tabari dalam Tarikh al-rusul wa’l muluk mengatakan bahwa Yehezkiel adalah seorang nabi dari keturunan bangsa Israel yang kisahnya disebutkan dalam QS Al Baqarah [2]: 243,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: ‘Matilah kamu,’ kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”

***

Yehezkiel (Ezekiel, Yechezkel) adalah seorang nabi yang tinggal di Babilonia pada masa penghancuran Bait Pertama yang disebut juga Bait Salomo (Haikal Sulaiman) yang dibangun pada tahun 957 SM. Nabi Yehezkiel ini dikenal dengan nubuwahnya yang dituliskan dalam Kitab Yehezkiel seperti penglihatannya tentang kereta terbang yang digerakkan oleh para malaikat - yang teknologi penerbangan bahkan belum terbayangkan ribuan tahun yang lalu, selain itu nubuwah sang nabi yang terkenal adalah tentang lembah yang penuh dengan tulang manusia yang kering yang dihidupkan kembali dan bahwa akan adanya Bait Allah yang ketiga.

Yehezkiel dilahirkan di tanah Israil. Ayahnya bernama Buzi, seorang pendeta Yahudi yang ikut mengungsi bersama puluhan ribu orang lainnya pada masa penaklukkan Yerusalem oleh Nebukadnezar, Raja Babilonia. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak: “Yehezkiel bin Buzi dinamai Ibnu al-Ajuz karena ibunya meminta kepada Allah SWT seorang anak laki-laki meskipun dia sudah tua dan mandul. Kemudian Allah memberikannya kepadanya. Untuk alasan itulah dia disebut ‘putra wanita tua.’

Yehezkiel tinggal di Babilonia, disitulah ia diberi penglihatan tentang kebangkitan Bani Israil. Tugas yang diemban oleh seorang Yehezkiel adalah sangat berat, karena harus memberi peringatan kepada Bangsa Israil yang banyak menentang dan keras kepala. Akan tetapi bagaimanapun kalimat-kalimat Tuhan harus tetap disampaikan. Patut dipahami bahwa Yehezkiel saat itu harus menyampaikan pesan kepada kaum yang telah terusir dari negerinya, terbiasa di tanah asing dan kerap menentang titah Tuhan (YHWH). Dalam kondisi seperti itu, Sang Nabi harus berani menantang imajinasi umat pada zamannya, menggelitik akal sehatnya dan mengguncangkan zona nyaman mereka. Ia harus menggunakan bahasa yang sensasional dan dramatis. Tidak heran kalau penglihatan-penglihatan yang diberikan kepadanya pun bersifat aneh dan menggemparkan.

Pesan-pesan dan penglihatan-penglihatan Nabi Yehezkiel itu diabadikan dalam Kitab Yehezkiel, sebuah kitab yang padat dengan kata-kata yang membangkitkan imajinasi dan merangsang aspek penglihatan dan pendengaran pembacanya. Dalam kitab itu kerap digunakan kata "melihat", "mendengar", "dan aku mendengar", "dan aku melihatnya". Di bab satu saja Yehezkiel menggunakan kata benda "penglihatan" sebanyak 15 kali untuk menyatakan apa yang dia saksikan dan menggunakan kata "suara" sebanyak 7 kali untuk menggambarkan apa yang ia dengar.

Pada tahun ketigapuluh dalam bulan yang keempat pada tanggal lima bulan itu, ketika aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah. (Yehezkiel 1:1)

Ihwal mengaktivasi penglihatan dan pendengaran ini bukan hanya tipikal pada penyampaian Nabi Yehezkiel saja, tapi setiap Nabi akan menyeru untuk membangkitkan penglihatan dan pendengaran.
Dalam Perjanjian Lama Kitab Yehezkiel 12:2, disebutkan tentang fungsi penglihatan dan pendengaran yang merupakan penglihatan dan pendengaran jiwa - sebagai komponen untuk mengenali kebenaran.

“Hai anak manusia, engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak yang mempunyai mata untuk melihat tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga untuk mendengar tetapi tidak mendengar, sebab mereka adalah kaum pemberontak.”
Dalam Al Quran pun disebutkan berkali-kali tentang pentingnya menghidupkan pendengaran dan penglihatan untuk mengaktivasi akal dalam (fu’ad). Diantaranya dalam QS As-Sajadah:9,
“Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya, serta meniupkan padanya Ruh ciptaan-Nya. Dan Dia mengaruniakan kepada kamu pendengaran dan penglihatan serta akal hati (af’idah), tetapi amatlah sedikit kamu yang bersyukur.”

MENERIMA PERINTAH ALLAH UNTUK MENYERU KAUMNYA

Nabi Yehezkiel as menerima firman Allah untuk menyeru kaumnya yang telah memberontak kepada Allah, “Hai anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepada bangsa pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga. Kepada keturunan inilah, yang keras kepala dan tegar hati, Aku mengutus engkau dan harus kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan Allah. Dan baik mereka mendengarkan atau tidak – sebab mereka adalah kaum pemberontak – mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka. Dan engkau, anak manusia, janganlah takut melihat mereka maupun mendengarkan kata-katanya, biarpun engkau di tengah-tengah onak dan duri dan engkau tinggal dekat kalajengking. Janganlah takut mendengarkan kata-kata mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak. Sampaikanlah perkataan-perkataan-Ku kepada mereka, baik mereka mau mendengarkan atau tidak, sebab mereka adalah pemberontak. Dan engkau, anak manusia, dengarlah apa yang Kufirmankan kepadamu; janganlah memberontak seperti kaum pemberontak ini. Ngangakanlah mulutmu dan makanlah apa yang Kuberikan kepadamu.” (Yehezkiel 2:3-8)

Ihwal pembangkangan Bani Israil ini sudah terjadi jauh sebelumnya, karena itu kisah Nabi Yehezkiel tak akan terpisah dengan peran empat nabi besar lainnya yang terkait perannya dalam hal menyelamatkan bangsa Bani Israil. Empat nabi itu adalah Nabi Yesaya as (Isaiah) yang mulai diutus menjadi nabi di akhir masa pemerintahan Raja Uzia dari Kerajaan Yudea dan bertugas selama 64 tahun. Yesaya as adalah nabi yang memberi peringatan kepada Bani Israil ihwal kehancuran yang akan muncul. Setelah kehancuran itu benar terjadi, Allah Ta’ala mengutus Nabi Yeremia as (Jeremiah) yang dikenal juga sebagai “Nabi yang menangis” (weeping prophet) – barangkali karena memang perannya yang menyertai Bani Israil saat kehancuran muncul, yang ditandai dengan penghancuran Bait Sulaiman pada tahun 587 SM. Bani Israil dihancurkan karena mereka mempersekutukan Tuhan dengan menyembah Ba’al serta membakar anak-anaknya sebagai sesembahan bagi Ba’al. Ketika sebuah umat menjadi sedemikian menyimpang, maka Allah pun menghilangkan perlindungannya dan membuat Bani Israil dilumat oleh bangsa lain. Kemudian Yehezekiel as yang mendampingi masa pembuangan Bani Israil dan menyerukan agar jangan putus asa karena di negeri itu mereka akan dibangunkan kembali. Bani Israil mengalami dua masa pembuangan, pertama ke Asy-Syiria dan yang kedua ke Babil. Yang mengagumkan adalah bagaimana Allah menyimpan seorang nabi lain yang mendampingi Raja Babilonia agar tidak serta merta menghancurkan Bani Israil, nabi itu bernama Daniel as.
Demikian sekadar pengantar untuk mengenal khazanah nabi-nabi Bani Israil yang kisahnya banyak menghiasi Al Quran, sebagai bagian dari ikhtiar kita untuk mendalami ayat-ayat dalam Al Quran yang hikmahnya bagaikan samudera tak bertepi.

Referensi:
1. Altein, Y & Heppenheimer, A. "The Prophet Ezekiel": Bigraphy in Brief. Article in Chabad.org.
2. Perjanjian Lama, edisi terjemahan Bahasa Indonesia dari sabda.org
3. Basdeo Hill, A.R. "Sights and Sounds of Death Valley: A Close Reading of Exekiel 37:1-14". OTE 31/3 (2018):534-552

Friday, April 29, 2022

 BERINFAKLAH, REZEKI DIJAMIN ALLAH


Ada seseorang yang berjalan di sebuah tempat yang kering, kemudian dia mendengar sebuah dialog di langit. “Tolong alirkan ini kepada ladangnya fulan bin fulan”. Maka tiba-tiba awan pun menggelap dan kemudian turunlah hujan.

Orang itu mengamati hujan yang turun di sebuah tempat yang jauh dan tidak ada peradaban disana. Ia kemudian mengamati bahwa air hujan itu masuk ke sebuah sungai dan mengalir disana. Ia ikuti aliran sungai itu pergi kemana hingga terus masuk ke sebuah ladang pertanian dimana disitu ada orang yang sedang bekerja.

Orang itu bertanya, “Siapa nama engkau?” Dijawabnya, “Fulan bin fulan” Sebuah nama yang sama dengan yang dibincangkan di langit dan ia dengar sebelumnya. Ia pun bertanya kepada orang itu kenapa sampai diberi rezeki oleh Allah Ta’ala dengan ladangnya itu. Dia berkata, “Sesungguhnya aku membagi ladangku tiga bagian. Sepertiga aku makan beserta keluargaku, sepertiga aku infakkan, sepertiga aku jadikan modal baru untuk ladang yang baru.”[]

Sunday, April 3, 2022

 Khalifah Hisyam bin Abdul Malik pernah menemui Salim bin Abdullah bin Umar. di dalam masjid.


Hisyam menawarkan, “Wahai tuan Salim, silahkan minta kepadaku apa yang anda butuhkan.”

Jawab Salim,
“Aku malu kepada Allah Ta’ala, untuk meminta di rumah-Nya kepada selain Allah.”

Lalu Salim keluar dari masjid dan diikuti oleh Hisyam.

Kata Hisyam,
“Sekarang anda sudah di luar baitullah. Silahkan minta kebutuhan anda kepadaku..”

Tanya Salim,
“Kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?”

“Kebutuhan dunia.” Jawab Hisyam.

Jawab Salim,
“Demi Allah, aku tidak ingin meminta dunia kepada Dzat yang memilikinya, lalu bagaimana mungkin aku memintanya kepada orang yang tidak memilikinya?” []


Read more https://pengusahamuslim.com/5879-dunia-hanya-di-tangan-tidak-di-hati.html

Thursday, March 24, 2022

Tatkala Allah Menerima Taubat Seorang Hamba

Saat Bani Israil sedang dalam perjalanan menuju Palestina, sudah satu tahun lamanya mereka tidak menjumpai hujan. Sementara suhu udara begitu panas dan kering. Karena tidak diguyur air dalam jangka waktu yang lama, tanaman pun mengalami kekeringan. Gagal panen merebak. Wabah kelaparan membayang di depan mata.

Orang-orang pun meminta kepada Nabi Musa AS agar berdoa. Harapannya, Allah Ta’ala mengabulkan doa itu sehingga turunlah hujan yang ditunggu-tunggu. Nabi Musa kemudian mengumpulkan seluruh umatnya di tanah lapang. Setelah itu, mereka diajaknya untuk bermunajat secara bersama-sama.

“Wahai Tuhan penguasa hujan, turunkanlah hujan kepada kami,” kata Nabi Musa sembari mengangkat kedua tangannya ke arah langit.

Ibadah berjamaah itu dilakukan secara rutin, dari hari ke hari. Akan tetapi, hujan tidak kunjung turun. Sebagian Bani Israil sudah merasakan sakit dan kelaparan. Selain itu, persediaan air minum kian menipis.

Nabi Musa AS lantas melakukan ibadah sendirian. Dalam munajatnya, beliau memohon kepada Rabb semesta alam, “Ya Allah, Tuhan semesta alam, biasanya Engkau selalu mengabulkan permohonan kami, mengapa kali ini hujan tidak kunjung turun?”

Allah menjawab, “Wahai Musa, hujan tidak turun kepada kalian karena di antara Bani Israil ada seseorang yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun. Karena keburukan maksiatnya, Aku mengharamkan hujan dari langit untuk kalian semua.”

Nabi Musa lalu bertanya, apakah yang harus dilakukannya terhadap ahli maksiat itu. Allah memerintahkan utusan-Nya itu agar mengusir lelaki itu. Beberapa saat kemudian, Nabi Musa kembali kepada kaumnya dan berseru, “Wahai saudara-saudaraku Bani Israil! Demi Allah, aku bersumpah bahwa di antara kita ada seseorang yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun. Akibat perbuatannya itu, Allah tidak menurunkan hujan untuk kita.”

Belum selesai orang-orang bergumang dan saling berkata satu sama lain, Nabi Musa melanjutkan perkataannya, “Maka hujan tidak akan turun kecuali setelah ahli maksiat itu pergi. Maka, usirlah orang itu dari sini.”

Orang-orang tidak mengetahui, siapa sosok ahli maksiat yang dimaksud. Bahkan, Nabi Musa AS pun tidak mengetahui namanya. Di tengah hiruk-pikuk itu, ada seorang lelaki yang berdiri lemas. Ya, dialah si ahli maksiat yang disinggung Nabi Musa dalam seruannya.

Lelaki ini sadar, dirinya sudah biasa melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya selama 40 tahun berturut-turut. Akan tetapi, ia sangat malu untuk mengakuinya kepada khalayak dan Nabi Musa. Ia hanya bisa melihat sekelilingnya, berharap ada orang lain yang melangkah pergi.

Ternyata, tak ada seorang pun yang beranjak dari tempatnya. Menyadari hal itu, lelaki tersebut semakin bermuram durja. Tanpa diketahui siapapun, ia lantas berdoa dalam hati, “Ya Allah, ya Tuhanku, aku menyesal telah bermaksiat kepada-Mu selama 40 tahun. Aku sungguh-sungguh memohon kiranya Engkau menutupi aibku. Jika sekarang pergi, aku pasti dilecehkan dan dipermalukan kaumku. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Ya Allah, terimalah tobatku.”

Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Seluruh Bani Israil terkejut dan melonjak gembira. Mereka bersama-sama bersujud syukur, mengucapkan puja dan puji kepada-Nya. Nabi Musa pun terkejut dengan datangnya hujan. Sebab, belum ada seorang pun yang beranjak pergi. Artinya, si ahli maksiat masih berada di antara kaumnya.

Allah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, hujan turun karena Aku gembira, hamba-Ku yang bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun itu kini telah bertobat.”

Karena penasaran, Nabi Musa memohon kepada Allah agar menunjukkan, siapa orang yang dimaksud itu. Dengan begitu, sang nabi dapat menyampaikan langsung kepadanya tentang kabar gembira ini.

Allah berfirman, “Wahai Musa, dia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, dan semuanya perbuatannya Kurahasiakan darimu dan kaummu. Sekarang setelah dia bertobat, mungkinkah Aku akan mempermalukannya?”

Sunday, January 16, 2022

 “Bagaimana menyikapi pasangan saya yang belum tertarik untuk bertaubat? Saya merasa seperti separuh sayap saya tidak bisa difungsikan untuk terbang kepada-Nya.”


I got this kind of question a lot.

And i can totally understand how troublesome the situation is. Trust me i can so relate to that. But here is the thing. 


Sayap itu keduanya sekadar ciptaan Allah. Dia hanya alat. Sekarang kalau Allah berkehendak agar seorang hamba itu sampai walaupun dengan sayap yang patah ya pasti akan ada saja jalannya dengan rahmat dan kuasa-Nya. Sebaliknya walaupun merasa memiliki sepasang sayap yang bagus dan kuat tapi kemudian Allah tak berkehendak agar dia terbang ya dijamin tak akan sampai. Dia mungkin bisa terbang tapi hanya tertawan di langit-langit ciptaan. Tetap berjarak dengan-Nya.


So, don’t be despair with situations. Jangan berputus asa dengan keadaan yang ada. Semua itu ciptaan-Nya, sesuai yang Dia kondisikan. Adapun kuasa-Nya jauh lebih berdaya dari kesulitan dan keterpurukan seburuk apapun yang bahkan tak terbayangkan dengan akal pikiran kita.


Keep the faith…

Saturday, January 15, 2022

 Awalnya sangat membenci Islam kemudian berubah menjadi mualaf setelah 8 minggu belajar Al Quran


"Saya sudah menyiapkan bom dan berencana meledakkannya di sebuah Islamic Center..."
Demikian pengakuan Richard McKinney, seorang veteran Korps Marinir Amerika yang sempat ditugaskan ke berbagai tempat di dunia termasuk Filipina dan Somalia dan kemudian menjadi memiliki sentimen yang sangat negatif bahkan kebencian terhadap Islam.

Suatu hari Richard sedang berbelanja bersama istrinya lalu berpapasan dengan dua orang perempuan yang mengenakan burqa hitam. "Saat itu darah saya mendidih. Saya sampai harus berdoa meminta kepada Tuhan kekuatan agar saya jangan sampai mematahkan kedua leher mereka." Di masa itu, Richard kerap minum minuman keras dan bisa menghabiskan beberapa liter per hari. Di saat sedang dalam kondisi itulah ia memiliki ide untuk membuat bom rakitan - yang ia telah pelajari tekniknya saat di Marinir dulu. Bom itu akan dia ledakkan di halaman depan Muncie Islamic Center ketika sedang ramai dikunjungi. Dia sudah menghitung korban yang akan mati dan terluka sekitar 200an orang. Saat itu, dia berpikir rencananya ini dia lakukan sebagai tindakan yang patriotik bagi negaranya.

"Kalaupun saya akan mati karenanya, saya tak peduli. Kebencian saya pada Islam adalah satu-satunya yang memompa semangat saya pada saat itu..."

Lalu pada suatu hari anak perempuannya yang duduk di kelas dua SD bercerita bahwa ibu dari teman sekelasnya berpakaian serba panjang dan mengenakan tutup kepala. "Saya tidak bisa melihat wajahnya selain dari kedua bola matanya" ujar si anak.

"Ketika mendengar hal itu amarah saya langsung meledak dan saya mengucapkan sekian kata yang tak sepatutnya dikatakan di depan seorang anak.

Anak saya saat itu tak mengeluarkan sepatah kata apapun melihat reaksi saya. Tapi tatapan matanya seolah mengatakan bahwa saya adalah orang yang paling gila sedunia. Ini anak saya sendiri yang sangat dekat dengan saya sebagai ayahnya. Kami bagaikan dua sahabat. Saat melihat reaksi anak saya yang seperti itulah hati saya mulai tersentuh. Akhirnya saya berkeputusan untuk memberikan orang-orang di komunitas Islam itu sebuah kesempatan.

Lalu saya pergi ke Islamic Center tersebut. Saat saya memasuki gedungnya dan membuka alas kaki saya. Ada seseorang yang menghampiri dan menyapa,

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Ya, saya ingin kamu ajari saya Islam"

Dia lalu mengambil Al Quran dan memberikannya kepada saya, "Silakan baca Al Quran ini."

Saya pun lalu membacanya. Dan saat saya menemukan hal-hal yang saya anggap ganjil, saya lalu kepadanya, "Nah, ayat ini apa maksudnya?" Dan ia lalu membantu menjelaskan. Saya tak menyangka pengalaman itu menjadi sebuah titik balik dalam hidup saya. Saya merasa ada sebuah kesadaran baru yang timbul. Singkat cerita setelah delapan minggu saya mempelajari Al Quran, akhirnya saya kembali ke Islamic Center itu untuk berikrar menjadi seorang Muslim."

Dan tiga tahun kemudian McKinney malah diangkat menjadi Presiden Muncie Islamic Center. Ia kemudian menjadi pembicara di berbagai tempat. Hal yang menjadi motivasinya adalah untuk menghilangkan kebencian. "Saya pernah mengalaminya dan telah melukai banyak orang karenanya. Saya belajar banyak dari hal itu. tapi setidaknya kalau saya bisa mencegah satu orang saja dari menapaki jalan kebencian. Maka saya sudah menang..."



Thursday, January 13, 2022

 Jodoh bagi Hafshah r.a.

Hafshah adalah anak perempuan Umar bin Khaththab r.a. yang lahir sekitar lima tahun sebelum Rasulullah saw menjadi nabi. Ia menjadi janda pada usia yang terhitung masih belia, yaitu 18 tahun ketika suaminya yang bernama Khunays bin Huthaafah Ibnu Qays as-Salami - salah seorang muslim di periode awal yang juga pernah ikut Perang Badar itu terkena luka berat pada Perang Uhud dan kemudian tak lama kemudian meninggal di Madinah.
Umar bin Khaththab sebagai ayah tentu ikut berduka cita atas kesedihan yang melanda puterinya tersebut. Setelah lama mempertimbangkan - ada yang mengatakan bahwa setelah menanti enam bulan lamanya - akhirnya Umar memutuskan untuk mencarikan jodoh bagi Hafshah, puteri yang ia sayangi itu. Dan figur lelaki yang terbayang di benaknya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai salah satu sahabat Rasulullah. Pikir Umar, seorang Abu Bakar pasti tak akan menolak menikahi perempuan yang muda, beriman dan juga anak dari sahabatnya sendiri, seorang laki-laki yang berjuang banyak untuk Islam.
Ketika Umar mengutarakan niatannya itu, Abu Bakar mendengarkan dengan simpati. Akan tetapi ia tidak memberikan respon apapun. Hal itu membuat Umar bersedih dan tak menyangka Abu Bakar seakan tak menerima tawaran untuk menikahi anak puterinya tersebut.
Umar pun sebagai ayah tak berputus asa. Dia lantas mencoba mendekati Ustman bin Affan dan menawarkan anaknya untuk ia nikahi. Tapi jawaban dari Utsman tak kurang membuat dia gusar. Utsman menjawab, "Saat ini rasanya aku belum terpikir untuk menikah."
Kekecewaan Umar semakin bertambah menghadapi penolakan dari Utsman, sedemikian rupa sehingga Umar mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw bagaimana Abu Bakar dan Utsman menolak untuk menikah Hafshah. Saat itu Rasulullah tersenyum dan berkata, "Hafshah akan mendapat suami yang lebih baik dari Utsman dan Utsman akan mendapat istri yang lebih baik dari Hafshah." (HR Bukhari). Dan memang tak berapa lama kemudian adalah Rasulullah saw sendiri yang menikahi Hafshah dan Utsman menikah dengan Ummi Kultsum, salah satu anak perempuan Rasulullah saw.
Umar terkejut, tak menyangka bahwa baginda Rasulullah saw sendiri yang berkenan menikahi anaknya. Saking gembiranya ia menceritakan hal tersebut kepada setiap orang yang ditemuinya. Kemudian ia bertemu kembali dengan Abu Bakar. Saat itu Umar berbicara terus terang kepada sahabatnya itu bahwa ia sebenarnya kecewa ketika Abu Bakar menolak tawaran untuk menikahi Hafshah. Abu Bakar dengan bijak memberinya selamat dan kemudian berkata, "Jangan kau marah kepadaku, wahai Umar. Sesungguhnya Rasulullah telah memberitakan kepadaku tentang Hafshah (bahwa ia adalah jodohnya), dan aku tidak akan membuka rahasia Sang Nabi. Seandainya Rasulullah melepasnya tentu aku akan menikahinya." Jadi diamnya Abu Bakar itu karena ia tidak ingin membuka rahasia yang Rasulullah pernah sampaikan kepada beliau tentang Hafshah.
Demikianlah, masyarakat Madinah kemudian bersuka cita dengan kabar pernikahan Rasulullah saw dengan Hafshah binti Umar yang kemudian dilaksanakan di bulan Sya'ban tahun ke-3 Hijriyah.
(Sumber: Hafsah Bint ‘Umar: The Prophet’s wife in Paradise. Islamweb.com)

 Tahukah sahabat bahwa universitas tertua di dunia didirikan oleh seorang perempuan muslim? Ya, seorang perempuan. Tidak benar kalau ajaran Islam menomorduakan atau bahkan menindas perempuan. Justru ajaran mulia ini mengangkat peran perempuan setinggi-tingginya.

Perempuan itu adalah Fatimah al-Fihri yang berasal dari sebuah kota bernama Fez di Maroko. Dia dilahirkan sekitar tahun 800 M, anak dari seorang saudagar kaya bernama Muhammad Bnou Abdullah al-Fihri yang tinggal di Fez pada masa pemerintahan Sultan Idris II, putera dari Idris I pendiri Dinasti Idrisiyah di Maroko.
Fatimah adalah seorang yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap agamanya. Maka ketika ia mendapat warisan harta yang demikian besar setelah kematian ayah dan suaminya, maka ia memutuskan untuk membangun masjid di Fez yang saat itu memang tengah sangat dibutuhkan keberadaannya. Ia membuat bangunan masjid yang besar, cukup besar untuk menampung umat yang kian banyak jumlahnya.
Fatimah membebaskan sebuah lahan dari seorang suku Hawaara. Proyek pembuatan masjid itu dimulai di bulan Ramadhan tahun 254 Hijriyah, bertepatan dengan tahun 859 M, jadi pada usianya yang ke-59 tahun.
Masjid, selain merupakan ruang untuk beribadah digunakan juga untuk mencari ilmu. Kegiatan di masjid yang didirikan oleh Fatimah sangat sarat dengan nuansa akademik. Berbagai simposium dan debat kerap diselenggarakan disana. Berdasarkan sebuah dokumen bahwa berbagai posisi untuk menjadi tenaga pengajar mulai terbuka disana seiring dengan keberadaan berbagai perpustakaan. Itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas al-Qarawiyyin yang diakui oleh UNESCO dan Guiness World Records sebagai universitas pertama di dunia. Keberadaannya mendahului dua universitas tua lainnya seperti Masjid Sankore di Timbuktu (didirikan tahun 989 M) dan Universitas Bologna (didirikan tahun 1088 M).
Universitas al-Qarawiyyin menghasilkan sekian banyak pujangga, ahli fiqih, ahli astronomi dan ahli matematika yang berasal dari berbagai tempat di dunia. Diantara para lulusannya adalah Abdurrahman Ibnu Khaldun - sang sejarawan terkemuka, Abu Walid Ibnu Rusyd - sang filsuf dan dokter ternama, juga Gerbert of Aurillac yang menjadi Paus Sylvester II.
Fatimah wafat di usia 78 tahun. Sepanjang hayatnya beliau mendapat julukan "ibu dari anak-anak" yang menurut seorang sejarawan Muhammad Yasser Hilali sebutan itu kemungkinan karena kedermawanannya dan fakta bahwa ia senantiasa meraih anak-anak agar mendapat pendidikan. []