Thursday, April 5, 2018

Suatu hari, salah satu orang yang memusuhi Ibnu Arabi jatuh sakit. Sang syaikh lalu mengunjunginya. Ia mengetuk pintu dan memohon kepada istri sang lelaki yang sedang sakit agar ia diijinkan menjenguk. Perempuan itu menyampaikan pesan kepada suaminya, lalu kembali kepada sang Syaikh dan berkata bahwa suaminya tidak mau menemuinya. Bahwa sang syaikh tidak punya urusan di rumah ini, imbuhnya. Sambil menyarankan agar sang Syaikh pergi ke gereja saja. Sang Syaikh lalu mengucapkan terima kasih kepada perempuan itu dan berkata bahwa lelaki baik seperti suaminya tidak akan mengirim dia ke tempat yang buruk, maka ia akan menuruti sarannya. Kemudian, setelah mendoakan kesembuhan dan kesejahteraan bagi lelaki yang sakit, sang Syaikh berangkat ke gereja.

Setibanya disana, ia melepas alas kakinya dan masuk dengan khidmat sambil berjalan perlahan ke ujung ruangan, dimana ia duduk disana. Saat itu sang pendeta tengah menyampaikan khotbah yang kemudian didengarkan dengan sangat seksama oleh Ibnu Arabi. Selama khotbah tersebut, sang syaikh merasa bahwa sang pendeta telah memfitnah Isa Al Masih dengan menyebutkan bahwa ia adalah anak Tuhan. Maka sang Syaikh serta merta berdiri dan menyatakan keberatannya terhadap pernyataan itu dengan sopan.
`Wahai pendeta yang terhormat,` ujarnya, `Isa Yang Suci tidak pernah mengatakan hal itu. Sebaliknya, ia mengabarkan berita baik akan kedatangan Nabi Ahmad (Muhammad saw).`

Sang pendeta kemudian menyangkal bahwa Isa mengatakan hal tersebut. Debat pun berjalan sekian lama. Hingga akhirnya sang Syaikh menunjuk lukisan Isa Al Masih yang ada di dinding gereja, dan mengatakan agar sang pendeta bertanya langsung kepada Isa Al Masih. Dia akan menjawab dan menetapkan perkara ini untuk disaksikan semua. Sang pendeta sangat berkeberatan, dan menyatakan bahwa sebuah lukisan tidak dapat berbicara. Sang Syaikh meyakinkan bahwa lukisan dapat berkata-kata, karena Allah, yang telah membuat Isa Al Masih dapat berbicara sejak bayi dalam pelukan ibunya sang perawan suci, pun dapat membuat lukisannya berbicara. Debat panas ini diikuti dengan seksama oleh semua jamaah gereja. Akhirnya sang pendeta didesak untuk menghadap ke lukisan Isa Al Masih dan berkata, `Wahai anak Tuhan! Tunjukkanlah kami jalan kebenaran. Katakanlah dimana diantara kami yang benar.`

Dengan izin Allah, lukisan itu berkata-kata, `Aku bukanlah anak Tuhan, aku adalah utusan-Nya, dan setelahku akan datang nabi terakhir, Ahmad yang suci, aku telah menubuwahkan hal itu kepadamu, dan aku mengulang kabar baik tersebut saat ini.`

Dengan keajaiban ini, seluruh jamaah gereja berbondong-bondong memeluk Islam, dan Ibnu Arabi memimpin mereka semua untuk berjalan ke majid. Saat mereka melintasi rumah lelaki yang sakit, ia dapat melihat apa yang terjadi dari dalam rumah, dan matanya membelalak terkejut, ia lalu menggerakkan tubuhnya keluar dari jendela agar dapat melihat lebih jelas. Pada saat itu sang syaikh berhenti, berdoa dan berterima kasih kepada lelaki yang telah kerap menghinanya itu, sambil berkata bahwa atas jasanyalah maka semua orang ini diselamatkan.

(Kata pengantar oleh Syaikh Muzaffer Ozal al-Jerrahi dalam buku Ibnu Arabi, `Journey to the Lord of Power´. A Sufi Manual on Retreat)

Wednesday, February 21, 2018

Akhir Indah Sang Ahli Maksiat

Suatu ketika Allah Ta'ala memerintahkan pada Nabi Musa, "Wahai Musa, datanglah engkau ke satu desa dimana ada wali-Ku disana, uruslah dan layani dia".
Maka Nabi Musa segera mendatangi desa yang dimaksud. Namun alangkah kagetnya Nabi Musa tatkala menjumpai orang tersebut telah meninggal tergeletak di tempat pembuangan sampah. Lebih kaget lagi, karena ketika jenazah tersebut mau diurus oleh Nabi Musa, penduduk sekitar melarang dan malah marah dengan Nabi Musa. Ternyata menurut penuturan penduduk, orang tersebut adalah ahli maksiat dan sering meresahkan warga.
Akhirnya Nabi Musa melaporkan kondisi orang yang Allah Ta'ala sebut sebagai wali tersebut.
Lantas kemudian Allah Ta'ala menjawab,"Wahai Musa, memang benar dia adalah ahli maksiat sepanjang hidupnya, akan tetapi ketika mendekati waktu ajal nya, dia dengan tulus memohon ampunan pada-Ku, dia merasa tidak punya siapapun kecuali Aku, dan dia tidak menggantungkan nasibnya nanti kecuali hanya pada-Ku. Sebab ridhanya pada-Ku, maka Aku pun ridha padanya". []

Friday, January 26, 2018

Kisah Musa as Saat Menerima Sepuluh Perintah Allah


Ketika Allah memberikan Sepuluh Perintah kepada Musa as, tiba-tiba pikirannya tertuju kepada istrinya, Safura’ ia memikirkan keadaannya. Karena pikirannya sempat melayang, Musa as tidak dapat mendengar suara Allah ketika Allah tengah menurunkan perintahNya yang ketiga.
Allah lalu memanggil Musa as, “Dimanakah engkau? Musa! Kemana engkau pergi?” Allah menyeru Musa as sekali, dua kali bahkan tiga kali, akan tetapi Musa as tidak mendengar-Nya. Untuk keempat kalinya Allah berseru lebih lantang, “Musa! Dimana engkau?”

Barulah Musa as tersadar dan berkata, “Oh, ya Allah, terpujilah diriMu, aku disini, aku disini.”

Allah kemudian berkata, “Tendanglah batu yang engkau sedang berdiri di atasnya itu.”

Ketika Musa as menendangnya, sang batu terbelah dua. Di dalamnya ada genangan air dan ada katak kecil sedang mengulum daun di mulutnya. Sang katak lalu lompat menjauh.

Allah bertanya, “Apa yang engkau lihat Musa?”
“Wahai Allah, di dalam batu itu terdapat katak kecil dengan daun hijau berada di mulutnya dan ada genangan air di dalam batu itu.”

Allah bertanya kembali, “Musa, apakah engkau melihat katak itu sebelumnya?”

“Tidak,”jawabnya, “Tidak, wahai Allah, aku tidak melihatnya.”

“Engkau sekarang tahu tentang katak itu, bukankah demikian? Siapa kiranya yang menyediakan air bagi sang katak? Siapa yang memberinya daun hijau? Siapa yang menyimpannya di dalam batu? Apakah Dia yang tidak lupa memberi makan katak itu akan lupa memberi makan istrimu Safura’?”

Lalu Musa as memanjatkan pujian kepada Allah dalam sebuah syair seperti ini: “Wahai Engkau yang memberi makan katak di dalam batu, yang memelihara seluruh kehidupan, memelihara daun-daun dan rerumputan. Siapa lagi yang dapat melakukan hal ini, wahai Allah?”
---
Demikianlah anakku, Allah Maha Kuasa. Dia tidak akan mungkin melupakanmu. Dia yang tidak pernah lupa akan seekor katak yang tersembunyi di dalam batu. Dia tidak akan melupakan satu pun ciptaan-Nya. Allah tidak akan meninggalkanmu. Allah tidak akan pernah lupa memerhatikan bahkan semut yang kecil seperti itu. Maka milikilah keyakinan kepada Allah. Engkau harus memiliki keyakinan kepada Dia yang tidak pernah melupakan dirimu. Jika engkau memiliki pikiran seperti itu, memiliki iman, keyakinan dan keteguhan hati seperti itu, engkau akan selalu menyadari bahwa Dia selalu menyaksikan dirimu. Dia hadir dalam semua kehidupan. Dia yang memelihara matahari, bulan dan bintang-bintang. Renungkanlah hal ini wahai anakku. Engkau dapat mengambil hikmah dari kisah Musa as.

(Dikutip dari "The Story of Moses as on Mount Sinai". Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen. 101 Stories for Children. The Fellowship Press, Philadelphia, 1981)

Thursday, January 25, 2018

Kisah Nabi Muhammad dan Sang Nelayan

Suatu ketika Muhammad Mustafa-Rasul Saw diangkat ke langit untuk bertemu dan berbicara dengan Allah. Perjalanan itu disebut dengan mi’raj. Muhammad Saw menembus tujuh langit dan bertemu dengan para nabi: Idris, Ishak, Ayyub, Ya’qub, Yusuf, Adam, Ibrahim, Yunus, Musa dan lainnya, shalawat dan salam bagi mereka semua. Adalah sang malaikat Jibril as yang memperkenalkan setiap nabi kepada Muhammad saw di tujuh langit tersebut.

Saat Muhammad Saw kembali dari mi’raj, ia menceritakan perjalanannya kepada para sahabat, tentang tujuh surga, tujuh neraka dan tentang keagungan dan kebesaran Allah. Beliau juga menceritakan ihwal para rasul yang ia temui dan keindahannya masing-masing. Ia bercerita tentang keberadaan banyak murid yang ada di hadapan Nabi Yusuf as, tentang Nabi Musa as di langit keenam, Nabi Ibrahim di langit ketujuh, dan Nabi Isa as di langit kedua. Beliau pun menceritakan anugerah yang Allah limpahkan kepada setiap rasul.

Ketika Sang Nabi Saw tengah menuturkan kisahnya, seorang nelayan melintas, ia tengah berbicara kepada dirinya sendiri. Sang nelayan baru saja pulang dari menangkap ikan di laut dan dalam perjalanan pulang dengan membawa hasil tangkapan. Ia bergumam, “Kedatangan Muhammad ke negeri ini hanya membawa musibah. Orang-orang berubah. Negeri ini hancur. Sejak Muhammad datang ke Mekkah, kehidupan dunia menjadi rusak. Dasar engkau tukang sihir, pendusta dan sekarang engkau menyebarkan berita bahwa dirimu telah bertemu Tuhan. Oh engkau sungguh pembohong yang nyata!” Sang nelayan itu mengomel sepanjang jalan hingga ia sampai ke rumah dan menyerahkan ikan hasil tangkapan kepada istrinya sambil berkata, “Masaklah, aku akan mandi di danau dan kembali untuk makan.”

Ketika ia berjalan ke arah danau, lagi-lagi ia mengomel mengutuk Muhammad Saw. Lalu ia menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali pakaian dalam dan membenamkan dirinya di dalam air danau. Ketika tubuhnya masuk ke dalam air, hal yang aneh terjadi, badannya berpindah ke sebuah danau yang terletak lebih dari 2000 km. Danau ini terletak di tengah hutan, dan badan sang nelayan sekarang berubah menjadi seorang perempuan cantik.

Pada saat yang sama sang raja di daerah itu sedang mendekat ke danau untuk mengambil air. Ia baru saja berburu dan dalam keadaan lelah. Akan tetapi ketika ia melihat keindahan sang perempuan yang ada di danau - yang bagaikan bulan purnama - wajahnya menjadi riang, “aku harus menikahimu,”kata sang raja. Singkat cerita ia menikahinya dan membawanya pulang ke istana.

Tahun demi tahun berlalu, sang perempuan telah melahirkan tujuh anak. Saat itu anak yang paling besar berusia tujuh tahun dan yang bungsu berusia satu tahun, mereka semua dibawa ke danau untuk dimandikan. Saat sang ibu menginjakkan kaki ke dalam danau untuk memandikan anak-anaknya, ia kemudian berubah ke wujud semula dan kembali di danau dekat rumahnya. Lalu ia keluar dari danau kembali sebagai seorang laki-laki.

Sang nelayan itu masih menemukan bajunya di tempat ia terakhir kali melepaskannya, lalu ia pun bergegas mengenakannya dan pulang untuk bertemu istrinya. Sang istri baru saja membersihkan ikan yang baru diperolehnya dan masih harus dimasak. Sang nelayan lalu langsung memukulnya dan berteriak, “Apakah engkau tidak menungguku selama tujuh tahun ini? Kamu masak untuk siapa?”
Istrinya menangis, “Oh engkau pendosa! Dirimu yang memberi ikan ini barusan, kenapa engkau memukulku? Aku sedang memasak untukmu.”
“Selama bertahun-tahun aku telah pergi,”ia berkata. “Anakku yang sulung sudah berusia tujuh tahun, aku telah melahirkan tujuh anak. Aku sekarang kembali kepadamu dan menceritakan apa yang telah aku alami!” sang nelayan kembali melampiaskan kemarahan dengan memukul istrinya.
Saat itu seorang laki-laki tengah melintas dekat rumah dan ketika mendengar keributan ini ia pun lari ke dalam rumah untuk membantu, “Mengapa engkau memukuli perempuan ini?”tanyanya.
Sang nelayan malah berteriak , “Engkau pasti kekasih istriku,” “Kamu pasti orang yang sedang dimasakkan makanan oleh istriku!” lalu sang nelayan itu langsung memukuli lelaki yang berusaha menolong itu.

Kemudian terjadilah keributan yang besar hingga seluruh penduduk datang, mereka berkata “Ada apa ini? Sang nelayan itu mengaku telah melahirkan tujuh anak selama bertahun-tahun. Dia pasti gila!”

“Aku baru saja melihat dirimu keluar dari rumah dalam waktu yang tak lama,” kata seorang laki-laki.

“Tidak, tidak, tidak, kalian berbohong kepadaku!” sang nelayan masih berteriak. “Kamu pasti telah menjadi kekasih istriku selama ini.”

Akhirnya orang-orang memutuskan sesuatu, “Mari kita bawa perkara ini kepada seseorang bernama Muhammad yang mengetahui semua rahasia. Apa yang sang nelayan dan istrinya katakan adalah dua hal yang jauh berbeda. Tidak ada di antara kita yang dapat memutuskan mana yang benar. Kita pergi ke Muhammad dan menanyakan permasalah ini kepadanya.”

Saat itu Nabi Muhammad Saw masih tengah menceritakan perjalanan mi’rajnya kepada para sahabat. Ketika melihat ada sekumpulan orang mendekat kepadanya, ia bertanya “Ada apa gerangan? Apakah ada masalah di sini?”

Maka mereka pun menceritakan apa yang terjadi kepada sang Nabi. Istri sang nelayan mulai angkat bicara, “Baru saja suamiku memberiku ikan hasil tangkapannya untuk dimasak, aku sedang membersihkan kulitnya dan hendak memasukkan ke dalam panci ketika ia datang dan berkata bahwa dirinya telah pergi ke suatu tempat selama beberapa tahun dan memiliki tujuh orang anak. Ia lalu memukulku dan menuduh lelaki ini sebagai kekasihku selama tujuh tahun. Wahai Rasulullah beritahukanlah kepada kami, apakah kejadian ia baru saja memberiku ikan itu tidak benar? Engkau adalah orang yang dirahmati Allah. Tolong beritahukan kepada kami, apakah ceritaku tidak benar?”

“Ya, itu adalah benar,”jawab Muhammad Saw. “Yang engkau katakan adalah benar, suamimu baru saja memberikan kepadamu ikan itu.”

“Apa katamu?”teriak sang nelayan. “Muhammad, kamu pembohong ulung, tukang sihir! Apakah pengalamanku memiliki tujuh anak dan anak tertuaku berusia tujuh tahun adalah sebuah kebohongan?”

“Tidak,”jawab Muhammad Saw. “Yang engkau katakan juga benar.”

Semua orang lalu menjadi bingung. “Engkau katakan bahwa keduanya mengatakan yang benar. Apa maksudnya? Bagaimana mungkin? Sang istri mengatakan bahwa suaminya pergi dalam waktu yang tidak lama sedangkan sang suami berkata ia telah pergi tujuh tahun lamanya.”

“Mari,”kata Muhammad Saw, dan ia menuntun semuanya untuk berjalan ke arah danau. Ketika mereka semua tiba di danau, Muhammad Saw meminta setiap orang untuk memerhatikan baik-baik. “Sekarang,”katanya kepada sang nelayan. “Bukalah pakaianmu dan masuklah lagi ke dalam danau.” Dan hal yang sama terjadi lagi, begitu sang nelayan membenamkan badannya ke dalam danau ia kemudian berada di danau lain yang berjarak lebih dari 2000 km. Saat itu sang raja dan anak-anaknya sedang berada di sana, menangis dan menyisir tepian danau untuk mencari istri dan ibu mereka. Saat itu Rasulullah Saw juga berada di sana, ia berdiri di tepian kedua danau.

Sang nelayan berseru, “Ya Rasulullah, engkau juga ada disini? Bagaimana bisa engkau tadi ada di danau yang satu dan sekarang engkau juga berada disini?”

“Ya, aku ada disini.”Lalu Muhammad Saw menjelaskan kepada sang raja. “Perempuan ini sesungguhnya adalah seorang laki-laki. Istrinya tengah menantinya di tempat lain. Ambillah ketujuh anak ini dan lepaskan laki-laki ini. Biarkan ia tinggal bersama istrinya.”

Sang nelayan masih diselimuti oleh ketakjuban, ia melihat Rasulullah Saw hadir di sana, “Engkau hadir di kedua tempat, keajaiban apa gerangan ini wahai Rasulullah?” ia bertanya.

“Ini adalah sebuah keajaiban, tapi kita akan membincangkan hal ini nanti,”jawab Muhammad Saw, lalu ia berbalik menuju sang raja, “Wahai Raja, ambillah ketujuh anak-anak ini dan kirim laki-laki ini kembali.” Kemudian Rasulullah berkata kepada sang nelayan, “Berikan anak-anak itu kepada sang raja, sesungguhnya mereka bukanlah milikmu.”

Sang raja setuju, “Wahai Rasulullah, aku menerima apa yang engkau katakan, aku akan mengirimnya kembali.”

Maka sang nelayan yang berada dalam wujud perempuan itu kembali ke dalam danau. Tak berapa lama ia pun kembali ke danau di desa tempat ia tinggal, disana ia melihat istrinya ada bersama Rasulullah Saw dan para sahabat. “Wahai Rasulullah,”kata sang nelayan., “Engkau ada di tempat lain barusan dan sekarang engkau pun ada di sini.”

“Mari, kenakanlah pakaianmu,”kata Muhammad Saw, beliau lalu menjelaskan: “Semua ini terjadi dalam waktu lima belas menit. Pernikahanmu dengan sang raja, melahirkan tujuh anak dan membesarkan mereka hingga yang sulung berusia tujuh tahun, lalu engkau kembali ke sana dan menyerahkan anak-anak itu kepada sang raja – semua hal ini terjadi hanya dalam waktu lima belas menit.

Engkau mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang penipu, tukang sihir, dan pembohong yang mengaku telah berbicara dengan Allah Subhanallahu wata’ala. Dua kali engkau berkata bahwa Muhammad adalah seorang pendusta. Tapi lihatlah apa yang terjadi kepada dirimu sendiri! Engkau melahirkan tujuh anak dan membesarkannya dalam waktu lima belas menit. Engkau telah menghabiskan tujuh tahun yang berlalu hanya dalam lima belas menit. Sesungguhnya tujuh anak itu adalah tujuh hawa nafsumu, dan yang akan ada di kedua tepi danau adalah Allah. Ia yang telah mengambil tujuh hawa nafsumu. Bukankah engkau bertemu Allah disana? Itulah kerajaannya, sekitar 2000 km dari sini. Semuanya terjadi hanya dalam waktu lima belas menit. Apakah orang-orang di dunia ini mempercayainya? Apakah mereka mengakui kisahmu? Adakah yang percaya bahwa engkau telah memiliki dan membesarkan tujuh anak selama tujuh tahun dalam waktu lima belas menit?

Seperti itulah, apakah aku berbohong jika aku mengatakan telah bertemu Allah di langit lalu kembali ke sini dalam waktu sekejap?
Siapa yang berdiri bersamamu di kedua tepian tadi? Siapa yang akan memahami kebenaran? Apakah orang yang belum pernah mengalami itu semua akan menaruh kepercayaan kepadamu.

Camkanlah, engkau baru saja memberikan ikan itu kepada istrimu lima belas menit yang lalu. Kemudian engkau mandi dan mendapatkan pengalaman membesarkan tujuh orang anak selama tujuh tahun dalam waktu lima belas menit. Apakah ada yang mempercayai hal ini? Inilah rahasia Allah.

Oleh karena, sadarilah bahwa Allah ada dimana-mana, ia ada dalam setiap kehidupan. Untuk bertemu dengan Allah amatlah mudah, akan tetapi engkau tidak bisa menghadap kepada-Nya dengan membawa tujuh hawa nafsu dalam dirimu. Engkau harus membuang tujuh hawa nafsu itu. Jika hawa nafsu itu masih memegang kendali dirimu maka sampai kapan pun engkau tidak akan dapat memahami hal ini, karena dirimu diliputi oleh kesombongan, karma dan ilusi.”

Sang nelayan seketika itu juga tersungkur di kaki Muhammad Saw, “Oh Rasulullah, terimalah kesaksianku. Ajarilah kepadaku Kalimah” Lalu sang nelayan dan istrinya mengucapkan kalimah syahadah dan memeluk Islam.

“Sekarang hiduplah dalam damai,”kata Rasulullah Saw kepada sang nelayan dan istrinya.


(Dikutip dan diterjemahkan dari "Prophet Muhammad Saw and the Fisherman". Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen. 101 Stories for Children. The Fellowship Press, Philadephia, 1981.)