Wednesday, March 14, 2012

Kisah Pertaubatan Malaikat Harut dan Marut


Diriwayatkan dari Nafi' dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Nabi saw pernah bersabda,

"Ketika Nabi Adam as diturunkan oleh Allah ke bumi, maka berkatalah malaikat, 'Wahai Tuhanku, mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’
Allah SWT berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui.’”
(QS Al Baqarah: 30)

Para malaikat kemudian berkata lagi, “Kami adalah makhluk yang lebih patuh kepada Engkau dibanding anak cucu Adam.”

Kepada malaikat, Allah lalu berfirman, “Panggillah kemari dua malaikat. Aku akan menurunkan mereka ke bumi sehingga kalian dapat melihat bagaimana kedua malaikat itu berkiprah!”

Para malaikat lalu menjawab, “Tuhanku, Harut dan Marut saja!”

Harut dan Marut pun kemudian diturunkan ke bumi dan untuk mereka berdua, Allah menciptakan seorang wanita dari bunga (Zahrah) yang teramat cantik. Zahrah pun mendatangi kedua malaikat tersebut dan selanjutnya bertanyalah keduanya tentang keadaan Zahrah. Zahrah lalu menjawab, “Tidak, demi Allah, sehingga kalian mau mengucapkan kalimat musyrik ini!”


Kedua malaikat itu pun menjawab, “Tidak, demi Allah, sedikit pun kami tidak akan mau mempersekutukan Allah untuk selama-lamanya!”

Zahrah akhirnya berlalu dari hadapan mereka berdua. Beberapa saat kemudian, dia pun kembali lagi dengan menggendong anak kecil. Setelah Zahrah mendekat kepada kedua malaikat tersebut, mereka lalu bertanya kepadanya. Dan dijawab oleh Zahrah, “Tidak, demi Allah, sebelum kalian bersedia membunuh anak kecil ini!”

Kedua malaikat itu menjawab, “Tidak, demi Allah, selamanya aku tidak akan membunuhnya!”


Zahrah lalu pergi meninggalkan mereka, dan akhirnya datang menemui mereka kembali sambil membawa segelas arak. Kedua malaikat itu pun bertanya tentang keadaan Zahrah. Zahrah berkata, “Tidak, demi Allah, sebelum kalian berdua mau minum arak ini!”

Akhirnya kedua malaikat pun meminumnya hingga membuatnya mabuk dan kemudian keduanya berzina dengan Zahrah dan selanjutnya mereka pun membunuh anak kecil tersebut.

Setelah kedua malaikat itu sadar, Zahrah pun berkata, “Demi Allah, ketika kalian dalam keadaan mabuk tadi, kalian telah melakukan semua yang telah kalian tolak sebelumnya.”

Akhirnya Harut dan Marut disuruh memilih antara siksaan yang ada di dunia dan yang ada di akhirat. Keduanya lantas memilih siksaan di dunia.


Diriwayatkan dari Makhul, dari Mu’adz, ia berkata, “Ketika dua malaikat itu telah pulih kembali kondisinya, maka datanglah dari sisi Allah malaikat Jibril kepada mereka. Pada saat Jibril datang, kedua malaikat itu sedang menangis dan Jibril pun ikut menangis seraya berkata,
“Cobaan apakah yang membuat kalian menjadi hanyut seperti ini?”
Mendengar ucapan Jibril ini, tangis keduanya bahkan semakin menjadi.
Jibril lalu berkata, “Sesungguhnya Tuhan kalian telah memerintahkan kepada kalian untuk memilih antara azab di dunia atau nasib kalian berada dalam kehendak Allah, menyiksa kalian atau mengasihani kalian sesuai kehendak-Nya. Atau kalian lebih suka disiksa di akhirat.”

Dan tahulah mereka bahwa dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat adalah kekal abadi dan sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua hamba-Nya, karenanya mereka pun memilih hukuman di dunia dan berada dalam kehendak-Nya.

Perawi hadis ini berkata, “Harut dan Marut pada saat itu berada di wilayah Babil Persia, mereka digantung di antara dua gunung pada sebuah gua bawah tanah. Setiap harinya mereka disiksa hingga pagi hari.”

Ketika hal tersebut diketahui oleh para malaikat yang lain, mereka ini lalu mengepak-ngepakkan sayapnya di Baitullah seraya berkata, “Ya Allah, ampunilah anak cucu Adam, karena kami kagum bagaimana mereka dapat menyembah dan taat kepada Allah, padahal mereka dikelilingi beberapa kesenangan dan kelezatan.”

Al Kalabi berkata, “Setelah itu, para malaikat pun senantiasa memohon ampunan kepada anak cucu Adam. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, “Dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhannya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi.” (QS Asy Syura: 5)

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya Allah SWT telah berfirman kepada para malaikat, “Pilihlah tiga yang termulia di antara kalian!” Para malaikat ini lalu memilih Azar, Azrayil dan Azwaya. Ketiga malaikat ini ketika telah diturunkan ke bumi, mereka dalam bentuk dan watak seperti anak Adam. Ketika Azar telah mengetahui semuanya dan mengerti akan fitnah yang ada, maka dia berkesimpulan, bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakannya. Akhirnya, Azar pun memohon ampunan kepada Allah SWT serta memohon maaf kepada-Nya, dan Allah pun mengampuninya.

Kemudian diceritakan dalam hadis lain, bahwa setelah itu Azar tidak berani mengangkat kepalanya karena merasa malu kepada Allah SWT.

Rabi ‘ bin Anas berkata, “Ketika Harut dan Marut sudah siuman dari mabuknya, mereka pun akhirnya menyadari akan kesalahan yang telah diperbuatnya selama dalam kondisi mabuk, dan hal tersebut amat mereka sesali. Mereka ingin kembali naik ke atas langit, akan tetapi mereka sama sekali tidak mampu melakukannya, bahkan tidak mendapatkan ijin. Mereka pun menangis sejadi-jadinya, meratapi nasib mereka.

Kedua malaikat ini lalu mendatangi Nabi Idris as seraya berkata, “Aku mohon agar engkau mau mendoakan aku kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya di langit aku telah mendengar bahwa engkau disebut-sebut sebagai orang yang baik.”

Nabi Idris lalu mendoakan kedua malaikat itu dan doanya pun dikabulkan, hingga pada akhirnya mereka diperintahkan agar memilih antara azab di dunia dan azab di akhirat.

Diceritakan pula bahwa ketika para malaikat berkata kepada Allah SWT, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” Maka mereka pun mengelilingi Arsy selama empat ribu tahun. Mereka memohon ampun kepada Allah SWT, karena telah berani menentang-Nya.

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya, 1999)

No comments:

Post a Comment