Wednesday, March 21, 2012

Kisah Pertaubatan Nabi Musa as

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata, “Ketika Nabi Musa as telah mendengar firman Allah SWT, maka beliau berkeinginan keras untuk dapat melihat Tuhan, lalu beliau pun berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau!” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah kepada bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagaimana sediakala), niscaya kamu dapat melihat-Ku.” (QS Al A’raaf: 143)

Muhammad bin Ishaq berkata, “Seseorang di antara mereka yang kupercayai berkata kepadaku, “Allah SWT telah berfirman, “Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seseorang yang sanggup melihat-Ku, kemudian (setelah itu) dia akan mampu tetap hidup.” Nabi Musa as lalu berkata, “Tuhanku, tidak ada seorang pun yang menyekutui-Mu, sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati lebih aku sukai daripada aku tidak dapat melihat Engkau dan terus hidup. Tuhanku, sempurnakanlah nikmat, keanugerahan dan kebijakan-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonan ini dan aku rela mati setelah itu.”

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Ketika Allah Yang Maha Pengasih terhadap makhluk-Nya mengetahui Musa ingin sekali dikabulkan permohonannya, maka Allah SWT lalu berfirman, ‘Pergilah kamu, lalu perhatikan batu yang ada di puncak bukit itu. Duduklah kamu di atas batu itu, kemudian Aku akan menurunkan balatentara-Ku kepadamu!”

Musa as pun melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Dan ketika Nabi Musa as telah berada di atas batu itu, kepadanya Allah lalu menampakkan balatentara-Nya (malaikat) dari ketujuh langit. Diperintahkan-Nya malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri di hadapan Musa as. Mereka pun berlalu di hadapan Musa as sambil mengeraskan suaranya dalam membaca tasbih dan tahlil bagaikan petir yang menyambar-nyambar. Kemudian diperintahkan-Nya kepada malaikat penghuni langit kedua agar menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Mereka pun menjalankannya. Selanjutnya mereka berlalu di hadapan Nabi Musa as dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Mereka ini bersayap dan mempunyai raut muka. Di antara mereka ada yang berbentuk singa. Mereka mengeraskan suaranya dengan membaca tasbih.

Mendengar suara itu, Nabi Musa as pun ngeri dan berkata, “Wahai Tuhanku, aku menyesal atas permohonanku. Tuhanku, adakah Engkau berkenan menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?”

Pimpinan dari kelompok malaikat itu berkata, “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang kamu minta, apa yang kamu lihat ini baru sebagian kecil saja!”

Allah SWT kemudian memerintahkan kepada para malaikat penghuni langit ketiga agar mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Lalu, keluarlah beberapa malaikat yang tiada terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti kobaran api yang menjilat-jilat. Mereka memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara penuh hiruk-pikuk.

Mendengar suara ini, maka semakin terkejutlah Nabi Musa as dan timbullah rasa su’udzan beliau, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin dari tiga kelompok malaikat itu berkata, “Wahai putra Imran, bersabarlah sehingga kamu melihat lagi apa yang kamu tidak sanggup melihatnya!”

Allah SWT kemudian memberikan wahyu kepada para malaikat penghuni langit keempat, “Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!”

Para penghuni langit keempat ini pun turun. Di antara mereka ada yang berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat dan ada pula yang seperti salju. Mereka mempunyai suara melengking dengan mengumandangkan tasbih dan taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara malaikat-malaikat terdahulu. Kepada Musa, ketua kelompok malaikat itu berkata, “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang engkau minta!”

Demikianlah, penghuni dari setiap langit yang ada sampai penghuni langit ketujuh, satu demi satu turun di hadapan Nabi Musa as, dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam pula. Semua malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak panjang. Setiap tombak panjangnya sepanjang sebatang kurma yang tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang melebihi sinar matahari.

Musa as menangis sambil meratap-ratap, katanya, “Wahai Tuhanku, ingatlah aku dan jangan lupakan diriku ini. Aku adalah hamba-Mu. Aku tidak mempunyai keyakinan, bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini. Jika aku keluar, aku akan terbakar dan jika aku tetap diam di tempat, maka aku akan mati.”

Ketua kelompok malaikat itu pun berkata kepada Musa as, “Nyaris dirimu dipenuhi dengan ketakutan dan nyaris pula hatimu lepas. Tempat yang kamu gunakan untuk duduk inilah merupakan suatu tempat yang kamu pergunakan untuk melihat-Nya.”

Kemudian turunlah malaikat Jibril, Mika’il, Israfil dan semua malaikat penghuni langit ketujuh yang ada, termasuk malaikat penyangga Arsy dan Kursi. Mereka ini bersama-sama menghadap Nabi Musa as seraya berkata, “Wahai orang yang terus-menerus salah, apa yang menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri untuk memohon kepada Tuhanmu agar kamu dapat melihat kepada-Nya?”

Musa as terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya dan seakan-akan luruh tulang-tulang persendiannya.
Ketika Allah SWT mengetahui semua itu, maka diperlihatkan-Nya kepada Nabi Musa as akan tiang-tiang penyangga Arsy, lalu Nabi Musa as bersandar pada tiang-tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.

Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya, “Hai Musa, demi Allah, kami ini sekalipun berkedudukan sebagai pemimpin-pemimpin para malaikat, sejak diciptakan tidak berani mengangkat pandangan mata kami ke arah Arsy karena khawatir dan sangat takut, mengapa kamu sampai melakukan hal itu wahai hamba yang lemah?”

Musa as menjawab – setelah merasa tenang, “Wahai Israfil, Aku ingin mengetahui akan keagungan Tuhanku yang selama ini belum pernah aku ketahui.”

Allah SWT kemudian memberikan wahyu kepada langit, “Aku akan menampakkan pada bukit itu.”
Maka bergetarlah seluruh langit, bumi, gunung, matahari, bulan, bintang, mega, surga, neraka, malaikat dan lautan. Semua tersungkur bersujud, sementara Musa as masih memandang ke arah bukit itu. “Tatkala Tuhannya menampak pada bukit itu, dibuat-Nya bukit hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan.”(QS Al A’raaf: 143)
Yakni, Musa pun seakan-akan meninggal karena pancaran cahaya Tuhan yang mulia dan terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terbalik menjadi semacam kubah (yang melindungi Nabi Musa as) agar tidak terbakar.”

Al Hasan mengatakan, “Allah SWT lalu mengutus Jibril as membalikkan batu dari tubuh Nabi Musa dan membimbingnya berdiri. Musa pun berdiri seraya berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau – atas apa yang telah aku minta – dan aku adalah orang yang pertama kali beriman.” Maksudnya, aku (Nabi Musa as) adalah orang yang pertama kali beriman, bahwa sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang mampu melihat-Mu, kecuali dia akan meninggal.

Ada juga yang menafsirkan, “Aku adalah orang yang pertama kali beriman, bahwasanya tidak seorang pun yang mampu melihat-Mu di dunia ini.”

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment