Thursday, April 5, 2012

Kisah Pertaubatan Anak Raja dari Raja-Raja Bani Israil

Dari Bakr bin Abdullah Al Muzani, “Dahulu kala terdapat seorang laki-laki dari sekian banyak raja Bani Israil yang telah dikaruniai umur panjang, harta melimpah ruah dan keturunan yang banyak. Apabila salah satu dari anaknya menginjak dewasa, ia selalu mengembara menyusuri pegunungan dengan mengenakan baju berbulu dan memakan buah-buahan. Berkelana menjelajahi bumi sampai menjelang ajalnya.

Dari kelompok Bani Israil sendiri, di antara mereka pun mengikuti jejak sang raja tersebut, bahkan kebiasaan ini diwarisi pula oleh putra-putranya.

Dikisahkan, sang raja menjelang hari tuanya dikaruniai seorang anak laki-laki. Begitu senang atas karunia tersebut, sang raja lalu mengumpulkan semua rakyatnya dan berkata, “Pada usiaku menjelang senja ini, aku telah dikaruniai seorang anak laki-laki, dan kalian semua telah tahu betapa besar kasih sayangku kepada kalian semua. Ada sesuatu hal yang membuatku khawatir, jika putraku ini kelak mengikuti pula jejak saudara-saudaranya. Dan aku sangat mengkhawatirkan atas diri kalian semua, yakni akan binasa, jika setelah aku tiada nanti, kalian tidak mempunyai seorang pemimpin dari keturunanku. Sekarang rawatlah dia sejak kecil dan ajarilah dia agar cinta pada dunia, semoga saja dia akan tetap ada di sisi kalian setelah aku tiada nanti!”

Untuk menjaga putra sang raja itu, kaum Bani Israil pun membangun pagar seluas satu mil dan bertahun-tahun putra kerajaan itu dikurung dan dididik di dalamnya.

Suatu hari ketika putra raja menunggang kuda, dijumpainya tembok yang mengelilingi lingkungan sekitarnya tanpa celah sedikit pun. Ia pun berkata, “Aku yakin di belakang tembok ini masih ada orang lain dan orang yang lebih pandai. Keluarkanlah aku dari dalam kungkungan tembok ini untuk menuntut ilmu dan agar aku dapat bergaul dengan orang lain!”

Hal itu kemudian dilaporkan kepada sang raja, dia pun terkejut dan merasa takut jika putranya yang satu ini akhirnya mengikuti jejak saudara-saudaranya. Sang raja berkata, “Kumpulkan untuknya segala yang dapat memikat hatinya dan segala jenis permainan!”

Mendengar perintah sang raja itu, kaum Bani Israil pun segera menjalankan semua titahnya.

Pada tahun kedua, putra raja itu bertekad kembali untuk keluar, dengan berkata, “Aku harus keluar!”
Keinginan putra sang raja itu disampaikan kepada orangtuanya, dan dia berkata, “Biarlah dia keluar.”

Untuk keberangkatannya itu, kepada putra raja telah dipersiapkan sebuah kereta, dikenakan sebuah mahkota yang terbuat dari permata dan emas, juga dikawal oleh dua orang pengawal.

Selagi asyik menikmati perjalanan, tiba-tiba berpapasan dengan seseorang yang menderita suatu penyakit. Dia pun bertanya, “Siapakah orang itu?” Para pengawalnya menjawab, “Dia orang yang sedang menderita suatu penyakit.”

Putra raja itu lalu berkata, “Apakah penyakit semacam itu menular kepada sebagian orang saja, ataukah mereka hanya takut terhadapnya?”
Para pengikutnya menjawab, “Orang-orang takut kepadanya.”
Putra raja kembali berkata, “Apakah aku akan tetap menjadi raja?”
Mereka menjawab, “Benar..!”

Sang putra raja berkata, “Alangkah buruknya kehidupan kalian ini! Ini adalah cara hidup yang kotor!” Setelah berkata demikian, dia kembali ke istana dengan wajah muram dan sedih. Peristiwa tersebut disampaikan kepada ayahnya dan sang ayah kemudian berkata, “Kumpulkan untuknya setiap permainan yang menyenangkan, sehingga segala kesusahan dan kemurungan dalam hatinya lenyap!”

Putra raja itu pun berdiam diri di dalam istana selama satu tahun.
“Bawalah aku keluar!” katanya.

Mereka pun mengajaknya keluar dari istana sebagaimana saat pertama kali. Di tengah perjalanan dijumpainya seorang laki-laki lanjut usia dan mulutnya selalu berliur. Melihat hal itu putra raja bertanya, “Siapakah orang itu?”
“Dia adalah seorang lanjut usia yang telah uzur,” jawab mereka.
“Apakah yang demikian ini menimpa banyak orang atau masing-masing takut terhadapnya bila dia diberi umur panjang?” tanya putra raja.
“Masing-masing orang itulah yang takut terhadapnya,” jawab mereka.
“Alangkah hinanya kehidupan kalian ini! Ini adalah kehidupan yang tidak pantas bagi seseorang,” kata putra raja.

Hal ini pun dilaporkan kepada ayahandanya dan sang ayah berkata, “Kumpulkan untuknya setiap permainan yang menyenangkan!” Mereka segera melaksanakan perintah sang raja itu.

Putra raja kembali tinggal di istana selama satu tahun. Ia pun meninggalkan istana lagi dengan menunggang kudanya sebagaimana perjalanannya dahulu. Ketika sedang menikmati perjalanan, dia pun berpapasan dengan serombongan laki-laki yang sedang menggotong sebuah keranda. Melihat hal itu putra raja lalu bertanya, “Siapakah itu?”
“Orang yang mati,” jawab mereka.
“Apakah mati itu? Bawalah dia kemari!” pinta putra raja. Mendengar permintaannya ini mereka lalu membawanya ke hadapannya.

“Dudukkanlah dia!” pinta putra raja.
“Dia tidak dapat duduk,” jawab mereka.
“Ajaklah dia berbicara!” pintanya.
“Dia tidak dapat berbicara,” jawab mereka.
“Lalu, kemana kalian akan membawanya?” tanya putra raja itu kembali.
“Kami akan menyemayamkannya dalam liang lahat,” jawab mereka.
“Ada apa setelah pemakaman itu nanti?” tanyanya kembali.
“Kebangkitan,” jawab mereka.
“Apakah kebangkitan itu?” tanya putra raja.
“…(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (QS Al Muthaffiffin: 6), dimana pada hari itu masing-masing orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan kadar kebajikan dan keburukan amalnya,” jawab mereka.
“Jadi, kalian ini mempunyai suatu tempat di mana di tempat itu kalian akan mendapatkan balasan?” tanya putra raja.
“Ya,” jawab mereka.

Putra raja itu pun melompat dari atas punggung kuda, lalu mengusap-ngusapkan debu ke seluruh mukanya sambil berkata, “Ingatlah, hanya Tuhanlah yang memberi, membangkitkan dan memberikan balasan! Ini adalah akhir masa perjuanganku dengan kalian. Setelah hari ini kalian tidak mempunyai hak atas diriku.”

“Kami tidak akan meninggalkanmu sebelum kami mengantarkanmu kembali kepada ayahmu,” jawab mereka.

Mereka pun mengantarkan kembali sang putra raja itu kepada ayahnya, dimana pada saat itu dia pucat. Sang ayah bertanya, “Wahai anakku, apa yang membuatmu sedih?”
“Aku sedih karena memikirkan suatu hari dimana pada hari itu yang besar maupun kecil akan menerima balasan amalnya, baik amal yang baik maupun buruk,” jawab putra raja itu.

Putra raja itu lalu meminta sebuah baju dan mengenakannya seraya berkata, “Nanti malam aku akan pergi.”

Setelah hari menjelang malam atau mendekati pertengahan malam putra sang raja menyelinap keluar meninggalkan istana. Sesampainya di depan pintu gerbang kerajaan, maka dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku ini meminta kepada Engkau sesuatu yang menurutku tidak sedikit dan tidak banyak, akan tetapi sesuatu itu telah didahului oleh takdir. Tuhanku, sesungguhnya aku senang jika air itu tetap berada di dalam air dan tanah itu tetap berada di dalam tanah, sedikit pun aku tak ingin kedua mataku memandang dunia.”

Bakr bin Abdullah Al Muzani berkata; ini adalah kisah seorang laki-laki yang keluar dari satu dosa, sedang dia sendiri tidak tahu apa yang mesti dilakukannya? Sekarang bagaimana dengan orang yang berbuat dosa dan dia tahu atas apa yang telah dilakukan, bahkan tidak merasa berdosa karenanya, tidak menyesal dan tidak pula bertaubat?

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment