Tuesday, April 10, 2012

Kisah Pertaubatan Pemfitnah dan Seorang Gadis

Diriwayatkan dari Bakr bin Abdullah Al Muzani;
Dulu ada seorang pemfitnah jatuh cinta kepada gadis tetangganya sendiri. Suatu ketika keluarga si gadis itu memerintahkan kepadanya pergi ke suatu desa untuk satu keperluan. Melihat si gadis itu hendak pergi, maka si laki-laki pemfitnah itu mengiringinya dari belakang. Ketika sampai di suatu tempat, laki-laki itu lalu merayunya, akan tetapi si gadis menolak dengan perkataannya, “Jangan kamu lakukan itu, sebenarnya aku sangat mencintaimu melebihi cintamu kepadaku, akan tetapi aku takut kepada Allah!”
“Engkau takut kepada-Nya, tetapi aku tidaklah takut!” jawab si laki-laki itu kepadanya.

Setelah berkata demikian, laki-laki itu bermaksud kembali pulang untuk bertaubat. Akan tetapi, di tengah-tengah perjalanan tenggorokannya serasa tercekat oleh rasa dahaga yang sangat. Demikianlah, tiba-tiba seorang Nabi Bani Israil datang menghampirinya dan bertanya, “Ada apa denganmu?”
“Aku sangat kehausan,” jawabnya singkat.
“Mari kita berdoa kepada Allah agar diberi peneduh berupa awan yang memayungi kita hingga dapat mencapai sebuah desa!” kata sang Nabi.
“Aku tidak mempunyai apapun,” jawab laki-laki itu.
“Apabila demikian, akulah yang akan berdoa dan engkau yang mengamininya,” kata sang Nabi.

Kemudian mulailah Nabi itu berdoa dan dia yang mengamini. Tidak lama kemudian, Allah pun mendatangkan awan yang memayungi mereka hingga sampailah mereka di sebuah desa. Saat laki-laki pemfitnah itu mengambil tempat, maka awan itu condong kepadanya.

Sebentar kemudian maka pamitlah sang Nabi seraya berkata, “Tadi kamu yakin bahwa dirimu tidak mempunyai amal apapun, sehingga aku yang berdoa dan kamu yang mengamini sampai kita dipayungi oleh awan dan aku pun lalu mengantarkanmu sampai di sini untuk mengetahui apa sebenarnya yang telah terjadi denganmu?”

Sang pemfitnah itu lalu menceritakan panjang-lebar tentang keadaan dirinya. Usai mendengar ceritanya, Nabi itu lalu berkata, “Orang yang telah bertaubat itu berada dalam suatu tempat yang tidak dapat dimiliki oleh orang lain.”

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment