Thursday, April 5, 2012

Kisah Pertaubatan Seorang Raja

Diriwayatkan dari ‘Aun bin Abdullah bin ‘Utbah, “Aku bercerita kepada Umar bin Abdul Aziz tentang suatu kisah, seakan-akan kisah itu berkenaan dengan dirinya. Dahulu terdapat seorang raja yang mendirikan sebuah bangunan indah dan megah. Ketika pembangunan itu selesai, sang raja kemudian menyajikan suatu pesta yang dihadiri oleh banyak orang. Di setiap pintu masuk gedung tersebut dijaga oleh beberapa petugas yang siap melontarkan pertanyaan kepada para undangan yang hadir. Masing-masing tamu undangan akan ditanya, “Apakah kalian melihat cacat atas bangunan istana ini?” Semua tamu yang ditanya itu menjawab, “Tidak ada!” sehingga sampailah kepada sekelompok orang yang datang paling akhir yang mengenakan pakaian yang beraneka ragam jenisnya, dan mereka pun ditanya, “Adakah kalian melihat cacat atas bangunan istana ini?” Mereka menjawab, “Kami melihat ada dua cacat.”

Para petugas itu menahan mereka dan membawanya masuk menghadap sang raja. Para pengawal raja itu lalu berkata, “Banyak sekali orang yang menghadiri jamuan makan dan kami pun menanyainya satu persatu. Mereka semua menjawab tidak menemukan adanya cacat atas bangunan ini, hingga ketika giliran pada sekelompok orang yang berpakaian beraneka ragam yang kami curigai ini. Mereka adalah para generasi muda dan kami pun bertanya kepada mereka, dan dijawab oleh mereka, “Kami melihat dua cacat dari bangunan istana ini.”

“Aku muak kepada orang itu, sekarang hadapkan mereka kepadaku!” perintah sang raja.

Para pengawal pun mengajak mereka masuk menghadap raja. Setelah mereka menghadap, sang raja lalu bertanya, “Adakah kalian melihat cacat bangunan istanaku?”

“Memang, kami melihat dua cacat dalam istana ini,” jawab mereka.
“Apakah kedua cacat tersebut?” tanya sang raja.
“Bangunan ini akan hancur dan pemiliknya akan mati,” jawab mereka.
“Adakah kalian melihat sebuah rumah yang tidak akan khancur dan pemiliknya kekal abadi?” tanya sang raja.
“Ya, ada,” jawab mereka.
“Apakah itu?” tanya sang raja kembali.
“Rumah di akhirat,” jawab mereka.
Mereka lalu mengajak sang raja (masuk Islam) dan sang raja itu pun menyetujui ajakan mereka.

Sang raja lalu berkata kepada mereka, “Jika aku berangkat bersama kalian secara terang-terangan, niscaya penghuni kerajaanku tidak akan mengijinkannya. Sekarang aku berjanji kepada kalian untuk bertemu kembali di suatu tempat pada pukul sekian.”

Setelah berselang beberapa lama, sang raja lalu berkata kepada mereka, ‘Alaikummussalaam.
“Ada apa dengan Anda? Adakah sesuatu yang tidak Anda sukai pada diri kami?” tanya mereka.
“Tidak,” jawab sang raja.
“Apa yang memberatkan diri Anda?” tanya mereka.
“Kalian semua telah mengenal aku, kemudian kalian menghormati aku atas tindakanku yang dulu telah aku lakukan,” jawab sang raja.

Kisah ini seakan-akan berkaitan dengan persoalan Umar. Aku pun pergi menemui Maslamah dan menceritakan semuanya.

Maslamah kemudian pergi menemui Umar dan menuturkan cerita ini. Umar berkata, “Celakalah engkau Maslamah! Adakah kalian melihat seseorang yang dibebani sesuatu yang tidak mampu menanggungnya, kemudian dia lari kepada Allah SWT. Apakah kamu melihat ada sesuatu yang membahayakan atas dirinya?”

Maslamah berkata, “Wahai Amirul Mukminin, takutlah Anda kepada Allah tentang ummat Muhammad saw. Demi Allah, jika Anda melakukan hal itu niscaya mereka akan saling membunuh dengan senjata mereka masing-masing.”

Umar berkata, “Celaka kamu Maslamah, aku telah dibebani yang aku tidak mampu melakukannya,” dan Umar mengulang-ulang perkataannya ini dan Maslamah terus-menerus mengulang kata-katanya sehingga Umar menjadi tenang kembali.

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment