Friday, April 6, 2012

Kisah Pertaubatan Umru’ul Qais

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah Muhammad Al Marzubani dari Muhammad bin Husain Al Azdi, Umru’ul Qais Al Kindy adalah seorang pendusta, cukup lama berkecimpung di jalur hiburan dan kesenangan. Suatu ketika dia keluar dengan menunggang kuda. Di tengah-tengah perjalanan dia terpisah dari rombongannya, dan hingga akhirnya bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang duduk sambil mengumpulkan tulang-belulang orang mati. Tulang-belulang itu diletakkan di hadapannya sambil dibolak-balik. Melihat hal tersebut Umru’ul Qais lalu bertanya, “Bagaimana ceritamu itu? Selamanya aku belum pernah melihat seseorang mempunyai pekerjaan buruk, berbadan kurus, pucat dan sendirian di padang sahara seperti ini.”

“Soal itu, aku adalah penempuh suatu perjalanan yang sangat jauh. Aku selalu dibuntuti dua orang yang kemudian mereka mengusirku hingga ke suatu tempat yang sempit, gelap dan sangat menyedihkan ini. Mereka membiarkanku bertemankan kehancuran dan kerusakan di bawah timbunan pasir ini. Sebenarnya, jika aku dibiarkan sendirian tinggal di tempat gersang, sempit, luar dan banyak binatang merayap di kulit dan tulangku, aku pun akan hancur dan tulang-belulangku berserakan berkeping-keping. Padahal cobaan dan penderitaan itu ada batasnya. Akan tetapi, setelah itu aku toh dikembalikan kepada mahsyar serta dikembalikan pada bahaya tempat pembalasan. Aku pun tidak tahu ke mana aku hendak dibawa (ke surga atau ke neraka)? Lalu, bagaimana seseorang menikmati kehidupan, padahal akan digiring ke sana?

Mendengar penuturan laki-laki tersebut, seketika itu pula sang raja (Umru’ul Qais) turun dari atas punggung kudanya dan kemudian duduk di hadapannya seraya berkata, “Wahai Fulan! Sungguh, apa yang Anda katakan tadi dapat mengeruhkan kejernihan hidupku serta melahirkan perasaan iba dalam hatiku. Oleh karenanya, aku mohon agar Anda berkenan mengulang kembali perkataan Anda itu dan sudilah kiranya menjelaskan kepadaku tentang agama Anda!”

“Tahukan Anda apa yang ada di kedua tanganku ini?” tanya si laki-laki itu.
“Ya, aku mengetahuinya,” jawab Umru’ul Qais.

“Ini adalah tulang-belulang para raja terdahulu yang terkecoh dan tergiur dengan kehidupan duniawi dan hatinya telah terkalahkan oleh kemewahan duniawi, sehingga terlena tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi sakaratul maut. Mereka tertipu oleh angan-angannya yang semu dan terlena oleh kenikmatan-kenikmatan duniawi. Tulang-belulang ini pastilah akan dibangkitkan kembali ke wujud semula, kemudian dia pun mendapatkan balasan sesuai dengan amal perbuatannya. Mungkin dia akan masuk surga dan mungkin juga justru masuk neraka,” jawab laki-laki tersebut.

Setelah berkata demikian, seketika itu pula lenyaplah laki-laki itu dari hadapan Umru’ul Qais. Umru’ul Qais akhirnya kembali menemui teman-temannya dalam keadaan pucat pasi dan air matanya berlinang.

Ketika malam datang menjelang, ditanggalkannya busana kebesarannya dan menggantinya dengan sepasang pakaian lusuh, lalu menyelinap keluar meninggalkan istananya menembus kepekatan malam. Dan itulah akhir dari kisah kehidupan sang raja.

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment