Tuesday, April 10, 2012

Kisah Pertaubatan Raja Kan’an

Diriwayatkan dari Ibnu Sam’an dari sebagian pakar, bahwa yang dimaksudkan dengan Dzulkifli disini tidak lain adalah Ilyasa’ bin Khatub yang hidup semasa Ilyas, bukan Ilyasa’ sebagaimana disebutkan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. Ilyasa’ atau Dzulkifli ini adalah orang yang hidup sebelum Nabi Daud as.

Caritanya bermula dari sebuah wilayah kerajaan dengan rajanya yang otoriter terhadap rakyatnya, dialah Kan’an. Pada zamannya dia tidak mampu mempertahankan dirinya karena kezaliman dan kelacurannya.

Di wilayah kerajaan Kan’an itu hiduplah seorang yang tekun menyembah Allah secara rahasia dan dia tidak pernah menampakkan imannya. Dia adalah Dzulkifli.

Suatu hari seseorang melapor kepada sang raja. “Wahai baginda Raja, sesungguhnya di dalam wilayah kekuasaan tuan ini ada seorang laki-laki yang menentang aturan tuan dengan mengajak orang lain untuk tidak menyembah baginda Raja.” Mendengar laporan tersebut, maka diutuslah oleh raja seorang untuk menangkapnya, bahkan sang raja sendiri yang hendak membunuhnya. Tidak lama kemudian Dzulkifli pun ditangkap dan dihadapkan kepada sang raja.
“Benarkan yang aku dengar, bahwa engkau menyembah Tuhan selain aku?” tanya sang Raja kepada Dzulkifli.

“Dengan dulu penjelasan hamba, pahami dan janganlah tuan terburu naik darah, karena sesungguhnya kemarahan itu akan menghalangi pada suatu kebenaran, juga menjerumuskan kepada kejahatan. Bagi seorang penguasa seperti Anda, sebenarnya tidak perlu marah, sebab bagaimanapun Anda berhak dan mampu melakukan apa saja yang Anda kehendaki,” jawab Dzulkifli.

“Jelaskanlah!” perintah sang raja.

Dzulkifli mulai membuka pembicaraannya dengan menyebut Asma Allah dan membaca hamdalah yang dilanjutkan dengan perkataannya, “Adakah tuan ini yakin, bahwa tuan adalah tuhan, menjadi tuhan bagi semua rakyat tuan ataupun bagi semua makhluk? Jika benar demikian, tuan adalah tuhan bagi semua rakyat tuan sendiri. Karenanya, perlu tuan ketahui, bahwa sesungguhnya tuan mempunyai sekutu terhadap sesuatu yang tidak tuan miliki. Akan tetapi, jika tuan adalah tuhan bagi semua makhluk, sekarang siapa sebenarnya Tuhan tuan?”

“Bedebah! Siapa Tuhanku?” tanya sang raja.

“Tuhan tuan adalah juga Tuhan langit dan bumi, Dia-lah yang telah menciptakan keduanya, juga Pencipta matahari, bulan dan bintang gemintang. Oleh karena itu, takutlah tuan kepada Allah dan juga pada siksa-Nya! Jika tuan mau menyembah dan mengesakan-Nya, hamba yakin bahwa tuan akan mendapatkan pahala dan kekal di sisi-Nya,” jawab Dzulkifli.

“Tolong ceritakan kepadaku tentang orang yang menyembah Tuhanmu dan apa balasannya?” pinta sang raja.
“Surga, bila dia telah meninggal,” kata Dzulkifli.
“Apakah surga itu?” tanya sang raja.
“Adalah suatu tempat yang telah diciptakan oleh Allah SWT sendiri yang dipersiapkannya sebagai tempat tinggal bagi para kekasih-Nya. Para kekasih-Nya itu kelak pada hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan belia dengan usia mereka yang sekitar 30 tahun. Mereka itu semua akan masuk surga yang penuh dengan kenikmatan, suka cita, dan mereka akan kekal abadi di dalamnya. Mereka tetap selalu muda dan tidak pernah tua. Mereka bermukim di sana dan tidak akan keluar, hidup untuk selama-lamanya, tak pernah mati,” kata Dzulkifli.

“Lalu, apa balasan bagi orang yang tidak mau menyembah dan mendurhakai-Nya pula?” tanya sang raja kembali.
“Neraka, mereka ini akan dikumpulkan bersama-sama dengan setan, lalu diikat dengan rantai dan mereka hidup kekal abadi. Mereka akan selalu mendapatkan siksaan dan dalam keadaan hina-dina selama-lamanya. Mereka senantiasa dipukuli oleh malaikat Zabaniyah dengan palu besar yang terbuat dari besi. Makanan mereka adalah buah zaqqum dan duri, sedang minumnya adalah air mendidih,” jawab Dzulkifli.

Mendengar penjelasan Dzulkifli itu, sang raja pun gemetar dan menangislah dia, lalu dia berkata kepada Dzulkifli, “Bila aku beriman kepada Allah, apa yang aku dapatkan?”
“Surga,” jawab Dzulkifli singkat.
“Siapa yang berani menjamin aku?” tanya sang raja.
“Akulah yang akan menjamin tuan. Aku akan menulis sepucuk surat kepada Allah SWT untuk tuan. Jika tuan telah mangkat nanti, tuan akan mendapatkan manfaat dari surat itu, dan Allah akan memenuhi permohonan tuan, karena sesungguhnya Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Menang, Allah akan memenuhi janji-Nya dan akan memberikan tambahan kepada tuan,” jawab Dzulkifli.

Sang raja itu akhirnya berpikir sejenak, dan karena Allah telah menghendaki kebaikan atas diri raja itu, maka ia pun berkata, “Tulislah sepucuk surat untukku kepada Allah!” perintahnya.

Dzulkifli kemudian menulis sepucuk surat yang isinya Bismillaahirrahmaanirrahiim. Ini adalah sebuah surat yang ditulis oleh si Fulan yang menjamin atas nama Allah SWT untuk Raja Kan’an karena adanya rasa kepercayaan dari dirinya terhadap Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebajikan. Untuk Kan’an atas Allah SWT dengan jaminan si Fulan. Bila dia telah bertaubat kembali dan mau beribadat kepada Allah SWT, semoga Allah berkenan memasukkannya ke dalam surga serta memberikan tempat di sana sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga dia diberi segala sesuatu sebagaimana yang telah Dia berikan kepada para kekasih-Nya dan semoga Dia berkenan menyelamatkannya dari siksa-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengasih kepada semua orang yang beriman. Yang Maha Luas kasih sayang-Nya dan rahmat-Nya telah melampaui kemurkaan-Nya.”

Setelah dianggap cukup maka Dzulkifli menandatangani suratnya dan kemudian diserahkan kepada raja Kan’an. Saat menerima surat tersebut, raja Kan’an berkata, “Beritahukanlah bagaimana semestinya aku bertaubat?”

“Bangkitlah dan mandilah, lalu kenakanlah pakaian tuan yang baru-baru,” jawab Dzulkifli.
Raja Kan’an pun melakukan semua saran Dzulkifli, sesudah itu barulah Dzulkifli memerintahkannya untuk membaca kalimah syahadat serta membebaskan diri dari segala bentuk kemusyrikan. Segala sesuatu pun berjalan lancar. Kan’an kemudian berkata kepada Dzulkifli, “Bagaimana cara untuk menyembah Tuhanku?”

Dzulkifli lalu mengajarinya syariat Islam dan juga tatacara shalat. Sang raja berkata, “Wahai Dzulkifli, saya mohon agar kamu merahasiakan masalah ini dan jangan membocorkannya, sehingga aku sampai di suatu padang rumput nanti!”

Setelah berkata demikian, Kan’an meletakkan jabatannya sebagai raja dan ia pun kemudian menyelinap meninggalkan istana secara diam-diam, hingga sampailah dia di suatu padang rumput dan meneteslah air matanya.

Para punggawa kerajaan pun sibuk mencarinya ke sana kemari dan setelah mereka gagal menemukan rajanya, maka mereka berkata, “Cari Dzulkifli! Karena dialah yang telah membujuk tuhan kita.”

Kemudian berangkatlah sekelompok orang untuk mencari rajanya dan Dzulkifli sekaligus. Setelah mereka melakukan perjalanan sekitar satu bulan lamanya, akhirnya merekapun berhasil menemukan kembali rajanya. Saat menyaksikan rajanya sedang berdiri menunaikan shalat, mereka pun segera bersujud kepadanya. Mengetahui hal ini, Kan’an lantas berpaling kepada mereka seraya berkata, “Bersujudlah kalian kepada Allah dan jangan sekali-kali kalian bersujud kepada seorang pun dari makhluk ini. Ketahuilah, sesungguhnya aku telah beriman kepada Sang Pencipta langit, bumi, matahari dan bulan ini.” Kan’an kemudian memberikan nasihat dan sekaligus peringatan kepada mereka.

Selang beberapa hari kan’an pun terserang suatu penyakit hingga ajal menjemputnya. Sebelum ajal menjelang, dia sempat berkata kepada para sahabatnya, “Janganlah kalian meninggalkanku, karena inilah saat-saat terakhir hidup di dunia. Bila aku tiada nanti, makamkanlah aku!”

Setelah berkata demikian, Kan’an mengeluarkan suratnya dan membacanya di hadapan para sahabat sehingga mereka hafal betul dan memahami isinya. Kan’an berkata kepada mereka, “Ini adalah sepucuk surat yang ditulis untukku kepada Tuhanku, Allah SWT. Dengan harapan semoga aku dapat mengambil manfaat dari isi surat ini. Oleh karenanya, sertakan pula surat ini bersamaku di liang lahat nanti.”
Ketika Kan’an telah meninggal dunia, mereka pun mengurusnya dan meletakkan surat tersebut di atas dadanya dan memakamkannya.

Setelah Kan’an dikebumikan, Allah SWT lalu mengutus seorang malaikat agar datang kepada Dzulkifli seraya berkata, “Wahai Dzulkifli, sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada Kan’an atas jaminanmu dan inilah surat yang dulu kamu tulis untuknya. Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman, ‘Demikianlah Aku telah berbuat kepada orang yang ahli taat kepada-Ku.’”

Pada saat yang sama, datang pula sekelompok orang kepada Dzulkifli dan menangkapnya seraya berkata, “Engkaulah yang telah membunuh dan merayu raja kami!”

“Aku tidak pernah merayu dan menipunya, akan tetapi aku mengajaknya menyembah Allah, serta aku menjaminnya surga. Dan raja kalian telah tiada, teman-teman kalian pun telah mengebumikannya. Inilah surat yang dulu kutulis untuknya kepada Allah SWT guna memenuhi permintaannya, dan sekarang Allah telah memenuhi haknya. Surat ini telah menjadi saksi atas apa yang telah kuucapkan kepada kalian. Tunggulah sebentar di sini sampai sahabat kalian kemari!”

Akhirnya, orang-orang itu menahan Dzulkifli sampai para sahabat mereka datang. Mereka pun bertanya kepada para sahabat yang baru tiba itu tentang raja mereka. Para sahabatnya lalu menceritakan semua kisah yang telah dialaminya. Orang-orang itu kemudian bertanya kepada para sahabatnya, “Apakah kalian mengerti perihal sepucuk surat yang telah kalian kubur bersama sang raja?”
“Ya, kami semua mengetahuinya,” jawab mereka.

Mereka kemudian mengeluarkan dan memperlihatkan surat itu serta membacakannya. Para sahabat yang baru datang itu pun berkata, “Itukah sepucuk surat yang dulu kami sertakan bersama jasad raja Kan’an. Pada hari dan jam sekian kami telah memakamkan beliau, surat ini pun kami sertakan.”

Pada saat itu orang-orang yang menahan Dzulkifli mulai berpikir dan menerka-nerka, tiba-tiba Dzulkifli membacakan isi surat tersebut dan memberitahukan tentang kematian raja mereka, bertepatan dengan saat wafatnya raja. Akhirnya mereka semua beriman dan mengikuti ajarannya, sehingga pada saat itu jumlah kaum yang beriman mencapai 124.000, dan Dzulkifli pun membuat jaminan kepada mereka sebagaimana jaminan yang telah dibuatnya bagi raja mereka terhadap Allah SWT. Karena kemurahan untuk memberikan jaminan kepada sesama manusia, dia pun mendapat gelar Dzulkifli (orang yang suka memberikan jaminan) – dimana nama aslinya adalah Ilyasa’.

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment