Tuesday, April 10, 2012

Kisah Pertaubatan Para Penghuni Gua

Diceritakan dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

Suatu saat ada tiga orang yang sedang berjalan, tiba-tiba turunlah air hujan yang sangat lebat mengguyur mereka, akhirnya mereka berteduh di sebuah gua yang berada di sebuah bukit. Karena hujan turun dengan derasnya, akhirnya menggelincirkan sebuah batu besar dari atas bukit yang berakibat menutup mulut gua yang mereka huni. Salah satu dari ketiga orang itu ada yang berkata kepada temannya, “Ingat-ingatlah amal saleh yang pernah kamu lakukan, kemudian berdoalah kamu kepada Allah SWT lantaran amal salehmu itu!”

Kemudian salah satu di antara mereka ada yang memulai berdoa,
“Ya Allah, dulu aku mempunyai dua orang tua yang sangat uzur, seorang istri dan dua orang anak laki-laki. Akulah yang telah merawat mereka. Ketika aku mempunyai waktu senggang, dan lalu aku mulai memberi minum kepada kedua orang tuaku sebelum anakku, padahal aku menggembalakan di tempat yang sangat jauh sehingga aku baru pulang di malam hari, dimana pada saat itu kedua orang tuaku telah tertidur pulas. Karena beliau berdua telah tertidur, aku pun lalu kembali memeras susu sebagaimana biasa dan sesudahnya aku pun datang lagi kepada beliau berdua dan menungguinya sambil berdiri di dekatnya karena takut beliau berdua terbangun dan aku tidak mau memberikan susu itu kepada anak-anakku sebelum beliau berdua meminumnya. Padahal anak-anakku merengek di bawah kakiku dan kau tetap bersikeras membiarkan anak-anakku yang selalu menangis, hingga menjelang fajar.
Jika Engkau menganggap bahwa semua yang kulakukan itu sekedar untuk mencari keridhaan-Mu, aku mohon agar Engkau berkenan menggeser sedikit batu besar itu sehingga aku dapat melihat langit!”
Setelah berhenti dari berdoa, Allah menggeser sedikit batu yang menutup pintu gua tersebut.

Orang kedua lalu berdoa, “Ya Allah, dulu pamanku mempunyai seorang anak wanita yang cantik dan aku telah jatuh cinta kepadanya, melebihi kecintaan laki-laki lain kepada gadis pujaannya. Pada suatu saat aku meminta agar mau menyerahkan dirinya sepenuhnya kepadaku, akan tetapi dia menolaknya, kecuali jika aku dapat memberinya uang seratus dinar. Karena kekasihku yang memintanya, dengan sekuat tenaga aku lalu mengusahakan uang sebanyak itu dan kemudian aku berikan kepadanya. Saat aku hendak menindih di atas kedua kakinya (menyetubuhinya) tiba-tiba ia berkata, “Wahai hamba Allah, takutlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu merusak kehormatanku, kecuali dengan haq (nikah)!” Karena peringatannya itu aku pun lalu pergi meninggalkannya.
Sekiranya Engkau menganggap bahwa yang kulakukan itu semata-mata sekedar mencari keridhaan-Mu, maka sudilah Engkau menggeser batu itu barang sedikit sehingga aku dapat melihat langit agak luas lagi.

Orang ketiga lalu berdoa, “Ya Allah, dulu aku pernah mempunyai seorang pekerja. Ketika dia telah menyelesaikan pekerjaannya dia lalu berkata, ‘Berikanlah hakku sekarang juga!’ Aku lalu memberikan beberapa alasan kepadanya, kemudian aku pun pergi meninggalkannya, selain itu juga aku merasa benci kepadanya. Dari hasil kerja orang itu lalu aku gunakan sebagai modal untuk bekerja sehingga hartaku semakin menjadi banyak. Setelah aku rasa harta itu cukup, aku belikan seekor lembu beserta penggembalanya.
Setelah selang beberapa lama dia datang lagi kepadaku seraya berkata, “Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah engkau menganiaya hakku!”
Mendengar ucapannya itu aku lalu berkata, “Berangkatlah dan ambillah itu semua beserta penggembalanya sekaligus!”
“Takutlah kamu kepada Allah dan kamu jangan menghinaku!” kata orang itu kepadaku.
“Sungguh aku tidak bermaksud menghinamu. Ambil saja lembu itu beserta penggembalanya!” jawabku.
Akhirnya orang itu pun mau membawa pulang lembu berikut penggembalanya.
Jika Engkau menganggap bahwa yang kulakukan itu hanya semata-mata mencari keridhaan-Mu, hendaklah Engkau berkenan untuk menggeser lagi batu itu!” Dan Allah pun kemudian menggeser batu itu agak luas lagi.

- HR Bukhari

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

No comments:

Post a Comment